Parigi Moutong, Sulawesi Tenga (ANTARA) - Akademisi IAIN Palu, Arifuddin M. Arif MPd mengemukakan guru pendidikan agama Islam di semua tingkatan sekolah harus bisa menyesuaikan diri dan bahan pembelajaran dengan perkembangan zaman, revolusi industri 4.0.
“Era sekarang dan ke depan terus berubah, dan kita sebagai pendidik khususnya pendidik agama Islam harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tersebut agar tidak tertinggal,” katanya, di Parigi Moutong, Kamis.
Arifuddin menyampaikan itu dalam seminar nasional bertema “menakar eksistensi guru PAI dalam menangkal radikalisme dan menghadapi era revolusi industri 4.0".
Arifuddin dihadirkan sebagai narasumber seminar nasional itu yang diikuti 150 peserta dari guru-guru PAI tingkat SD, SMP, SMA dan SMK, serta guru madrasah di wilayah Parigi Moutong.
Dia mengemukakan trend berkembangnya pemahaman keagamaan yang radikal dan derasnya penetrasi revolusi industri 4.0 pada sektor pendidikan dewasa ini, menjadi tantangan besar bagi guru PAI di Indonesia, khususnya di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah.
Di satu sisi, kata dia guru PAI juga menjadi garda terdepan dalam menangkal perkembangan radikalisme beragama, paham intoleran, ekstrimisme dan transnasional, lewat pendidikan agama yang baik.
“Gerakan radikalisem beragama, bagaikan musuh dalam selimut, dikarenakan dapat membahayakan kehidupan berbangsa, bernegara, dan umat Islam itu sendiri,” kata Arifuddin yang juga Direktur EnDeCe Sulteng.
Dengan begitu, sebut dia guru PAI menjadi penting membelajarkan agama berbasis Islam wasathiyah yang rahmatan lilalamin. Guru PAI harus tampil menjadi guru penggerak yang moderat
Sementara dalam konteks revolusi industri 4.0, kata Arif, era tersebut adalah era baru yang menekankan pada pola digital economy, artificial inteliigence, big data, robotic, dan sebagainya.
Oleh karena itu, fungsi guru di era ini sangat penting dan hadir lebih mengajarkan nilai-nilai etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman, empati sosial, dan rasionalitas berkarkter.
Karena nilai-nilai ini, tidak dapat dilaksanakan oleh mesin komputasi dan kecerdasan buatan manusia dalam rangka memperkuat daya tahan (survival) dan daya ber-Tuhan (spiritual) manusia.
“Sebagai guru PAI, dalam menghadapi era ini harus memperkuat litaris dasar, kompetensi, dan karakter serta, radikalisme harus ditangkal, era 4.0 harus ditangkap. Radikalisme harus diantisipasi, era 4.0 harus diresponsi. Karena kalau tidak, maka kita bisa tertinggal,” urai Arif.
Arifuddin M Arif MPd menjadi narasumber dalam seminar nasional bertema “menakar eksistensi guru PAI dalam menangkal radikalisme dan menghadapi era revolusi industri 4.0", di Parigi Moutong, Kamis. (ANTARA/Muhammmad Hajiji)
“Era sekarang dan ke depan terus berubah, dan kita sebagai pendidik khususnya pendidik agama Islam harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tersebut agar tidak tertinggal,” katanya, di Parigi Moutong, Kamis.
Arifuddin menyampaikan itu dalam seminar nasional bertema “menakar eksistensi guru PAI dalam menangkal radikalisme dan menghadapi era revolusi industri 4.0".
Arifuddin dihadirkan sebagai narasumber seminar nasional itu yang diikuti 150 peserta dari guru-guru PAI tingkat SD, SMP, SMA dan SMK, serta guru madrasah di wilayah Parigi Moutong.
Dia mengemukakan trend berkembangnya pemahaman keagamaan yang radikal dan derasnya penetrasi revolusi industri 4.0 pada sektor pendidikan dewasa ini, menjadi tantangan besar bagi guru PAI di Indonesia, khususnya di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah.
Di satu sisi, kata dia guru PAI juga menjadi garda terdepan dalam menangkal perkembangan radikalisme beragama, paham intoleran, ekstrimisme dan transnasional, lewat pendidikan agama yang baik.
“Gerakan radikalisem beragama, bagaikan musuh dalam selimut, dikarenakan dapat membahayakan kehidupan berbangsa, bernegara, dan umat Islam itu sendiri,” kata Arifuddin yang juga Direktur EnDeCe Sulteng.
Dengan begitu, sebut dia guru PAI menjadi penting membelajarkan agama berbasis Islam wasathiyah yang rahmatan lilalamin. Guru PAI harus tampil menjadi guru penggerak yang moderat
Sementara dalam konteks revolusi industri 4.0, kata Arif, era tersebut adalah era baru yang menekankan pada pola digital economy, artificial inteliigence, big data, robotic, dan sebagainya.
Oleh karena itu, fungsi guru di era ini sangat penting dan hadir lebih mengajarkan nilai-nilai etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman, empati sosial, dan rasionalitas berkarkter.
Karena nilai-nilai ini, tidak dapat dilaksanakan oleh mesin komputasi dan kecerdasan buatan manusia dalam rangka memperkuat daya tahan (survival) dan daya ber-Tuhan (spiritual) manusia.
“Sebagai guru PAI, dalam menghadapi era ini harus memperkuat litaris dasar, kompetensi, dan karakter serta, radikalisme harus ditangkal, era 4.0 harus ditangkap. Radikalisme harus diantisipasi, era 4.0 harus diresponsi. Karena kalau tidak, maka kita bisa tertinggal,” urai Arif.