Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Petani penyintas bencana gempa dan likuefaksi di Kecamatan Tanambulava dan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, membutuhkan bantuan benih padi sawah untuk mulai menanam padi perdana setelah irigasi/gumbasa perlahan-lahan telah berfungsi mengairi lahan pertanian.
"Kesulitan mendapatkan benih padi sawah menjadi salah satu faktor utama petani di Kecamatan Gumbasa dan Tanambulava," ucap Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Gumbasa-Tanambulava, Septiato di Sigi, Jumat.
Septiato menerangkan, penyebab petani mengalami kesulitan benih bibit dikarenakan, petani tidak menggarap lahan pertanian karena rusak dan kesulitan air pasca bencana gempa dan likuefaksi.
Dampak dari bencana itu, diakuinya membuat sektor pertanian lumpuh di dua kecamatan tersebut. Bahkan, sarana penunjang pertanian petani rusak karena terdampak bencana.
"Bencana itu membuat petani sulit mendapatkan air, karena irigasi/gumbasa tidak berfungsi. Selain itu, minimnya ketersediaan sarana penunjang, seperti suur dangkal, alkon dan handtractor turut menunjang sulitnya petani menggarap lahan pascabencana," sebutnya.
Saat ini, Septiato menerangkan petani dua kecamatan tersebut sedang bersiap untuk mulai menanam padi, yang diperkirakan akan berlangsung pada bulan Maret-April 2020.
Terkait kesulitan benih, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan berjanji akan menyalurkan bantuan benih padi pada pekan Februari 2020 untuk petani dua kecamatan itu.
"Rencana luas tanam padi sawah untuk bulan Maret-April sekitar 800 hektare. Nah, Pemerintah menjanjikan kami bahwa benih akan didistribusi pada pekan ketiga Februari 2020," ungkapnya.
Dia menguraikan secara umum luas lahan potensial pertanian di Kecamatan Gumbasa dan Tanambulava 1.021 hektare, namun yang difungsikan hanya 600 hektare untuk padi sawah.
Lahan tersebut diolah oleh 168 kelompok tani, setiap kelompok beranggotakan 20 orang yang terdiri dari kelompok wanita tani, kelompok tani dan kelompok pemuda tani. Hasil panen mereka untuk padi mencapai 5-6 ton/panen/sekali tanam. Sementara jagung mencapai 6-8 ton/panen/sekali tanam, sementara untuk lahan pertanian percontohan hasil panen mencapai 9 ton.
"Untuk padi kita masih bertahan pada dua kali panen/dua kali tanam dalam setahun. Kalau jagung, tiga kali panen/tahun," ungkap dia.
Kondisi lahan pertanian padi sawah di Desa Kalawara, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi yang saat ini masih ditanami jagung. Adanya air tersebut, menjadi modal bagi petani untuk segera menanam padi di bulan Maret-April. (ANTARA/Muhammad Hajiji)
"Kesulitan mendapatkan benih padi sawah menjadi salah satu faktor utama petani di Kecamatan Gumbasa dan Tanambulava," ucap Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Gumbasa-Tanambulava, Septiato di Sigi, Jumat.
Septiato menerangkan, penyebab petani mengalami kesulitan benih bibit dikarenakan, petani tidak menggarap lahan pertanian karena rusak dan kesulitan air pasca bencana gempa dan likuefaksi.
Dampak dari bencana itu, diakuinya membuat sektor pertanian lumpuh di dua kecamatan tersebut. Bahkan, sarana penunjang pertanian petani rusak karena terdampak bencana.
"Bencana itu membuat petani sulit mendapatkan air, karena irigasi/gumbasa tidak berfungsi. Selain itu, minimnya ketersediaan sarana penunjang, seperti suur dangkal, alkon dan handtractor turut menunjang sulitnya petani menggarap lahan pascabencana," sebutnya.
Saat ini, Septiato menerangkan petani dua kecamatan tersebut sedang bersiap untuk mulai menanam padi, yang diperkirakan akan berlangsung pada bulan Maret-April 2020.
Terkait kesulitan benih, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan berjanji akan menyalurkan bantuan benih padi pada pekan Februari 2020 untuk petani dua kecamatan itu.
"Rencana luas tanam padi sawah untuk bulan Maret-April sekitar 800 hektare. Nah, Pemerintah menjanjikan kami bahwa benih akan didistribusi pada pekan ketiga Februari 2020," ungkapnya.
Dia menguraikan secara umum luas lahan potensial pertanian di Kecamatan Gumbasa dan Tanambulava 1.021 hektare, namun yang difungsikan hanya 600 hektare untuk padi sawah.
Lahan tersebut diolah oleh 168 kelompok tani, setiap kelompok beranggotakan 20 orang yang terdiri dari kelompok wanita tani, kelompok tani dan kelompok pemuda tani. Hasil panen mereka untuk padi mencapai 5-6 ton/panen/sekali tanam. Sementara jagung mencapai 6-8 ton/panen/sekali tanam, sementara untuk lahan pertanian percontohan hasil panen mencapai 9 ton.
"Untuk padi kita masih bertahan pada dua kali panen/dua kali tanam dalam setahun. Kalau jagung, tiga kali panen/tahun," ungkap dia.