Full Day School diujicoba pada 1.500 sekolah

id Mendikbud

Full Day School diujicoba pada 1.500 sekolah

Ratusan guru berebut menjabat tangan Mendikbud Muhadjir Effendy sebelum bertatap muka dengan sekitar seribu guru dan pegiat sekolah di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulteng, Jumat (4/11) (Antarasulteng.com/Humas Kemendikbud)

Mendikbud: tantangan besarnya ada di guru karena guru dewasa ini cenderung kurang kreatif.
Luwuk, Sulteng (antarasulteng.com) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr H Muhadjir Effendy, MAP mengatakan bahwa pihaknya sedang mengujicoba implementasi penguatan pendidikan karakter (PPK) atau yang disebut full day school pada 1.500 sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di berbagai daerah.

"Kita sudah mulaikan dengan pelatihan bagi para guru, kepala sekolah dan komite sekolah pada 1.500 sekolah sebagai percontohan (piloting) implementasi program penguatan pendidikan karakter. Alhamdulillah, sambutan daerah-daerah sangat baik," katanya dalam percakapan khusus dengan Antara di Luwuk, Ibu Kota Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, Sabtu.

Ia menjelaskan bahwa sekolah-sekolah yang melaksanakan PPK ini mewajibkan guru berada di sekolah minimum delapan jam setiap hari dan kepala sekolah tidak perlu lagi mengajar sehingga fokus untuk mengelola sekolahnya untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah tersebut.

Konsekwensinya, adalah pada hari Sabtu, sekolah tersbeut diliburkan sehingga anak-anak bisa berkumpul bersama keluarganya selama dua hari libur berturut-turut.

Menurut menteri, di tingkat SD, 70 persen pelajaran adalah menyangkut penguatan karakter dan 30 persennya pelajaran keilmuan yang ditimba di ruang kelas, sedangkan di tingkat SMP 60 persen penguatan karakter dan 40 persen keilmuan.

Soal materi penguatan karakter itu, kata menteri, Kemendikbud sudah menyusun pedoman umum namun implementesi teknisnya diberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengaturnya karena sekolah dirancang untuk mandiri dalam merumuskan program penguatan karakter sesuai potensi lingkungan dengan mengutamakan kearifan, keunggulan dan kecerdasan lokal.

"Masing-masing daerah atau skeolah saya harapkan tampil dengan ciri khas dan keunggulannya bahkan diharapkan tiap sekolah punya `branding` atau hal menonjol. Mungkin ada yang kuat dalam bidang religiusitas, ada yang menonjol dalam kemahiran membaca Alquran atau unggul dalam hal membentuk jiwa nasionalisme siswa," ujar menteri yang didampingi Sesjen Kemendikbud Didik Suhardi.

Tidak masuk silabus

Ketika ditanya apakah materi PPK ini masuk dalam kurikulum, menteri mengatakan tidak akan masuk dalam silabus sehingga tidak akan ada penambahan mata pelajaran.

Bahkan, tambah menteri, banyak mata pelajaran di SD dan SMP yang akan dihapus sebab sekolah-sekolah pelaksana `full day school` itu memang dirancang untuk lebih banyak melakukan aktivitas baik di dalam kelas, di dalam sekolah maupun di luar sekolah, dibanding sistem ceramah dimana guru berbicara dan murid mendengarkan saja.

"Dengan begitu ada keleluasaan pada murid untuk berekspresi, apresiasi dan berkreasi," tutur mantan Rektor Universitas Muhadiyah Malang itu.

Menteri yang juga Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah itu mengapresiasi sambutan daerah-derah terhadap implementasi program nasional PPK ini.

"Sudah banyak daerah yang minta menjadi tempat uji coba implementasi PPK seperti Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Siak, Pasuruan, Gubernur Riau, Kalimantan Selatan dan NTT. Kalau Sulawesi Tengah belum," katanya.

Menteri menegaskan bahwa pengembangan karakter ini merupakan pondasi bagi pembangunan nasional di masa mendatang. Kalau pondasinya kuat, maka apapun yang dibangun di atasnya akan kokoh, sebaliknya kalau pondasinya rapuh, maka bangunan di atasnya akan mudah roboh, ujarnya.

Menteri juga menegaskan bahwa impelentasi PPK ini bukan proyek sehingga tidak ada tambahan anggaran atau tambahan sarana dan fasilitas, karena PPK seharusnya memang sudah menjadi suatu hal yang harus dilaksanakan para guru, kepala sekolah dan komite sekolah.

"Pokoknya guru harus pintar dan cerdas bagaimana memanipulasi lingkungan untuk kepentingan proses belajar mengajar baik sebagai sember maupun fasilitas belajar mengajar. Misalnya kalau tidak ada lapangan sepak bola, kan ada lapangan balai desa, silahkan gunakan, ngak ada musalah kan ada mesjid," katanya.

Karena itu, kata menteri, tantangan utama PPK ini ada pada guru karena guru dewasa ini cenderung kurang kreatif karena sudah enak dengan sistim pembelajaran tradisional yang bertumpu pada keberadaan kelas.

"Sebenarnya guru-guru itu sudah banyak dibekali dengan berbagai strategi mengajar yang jitu, namun tidak digunakan. Ibarat pesilat yang sudah menguasai banyak sekali jurus, namun tetap hanya menggunakan satu jurus. Ini harus diubah, mindset dan mental guru harus direvolusi," ujarnya.

Itu sebabnya, kata menteri, dalam tahap awal uji coba implementasi penguatan pendidikan karakter tersebut, Kemendikbud memulainya dengan peningkatan kemampuan para guru dan kepala sekolah serta menerapkan semacam perlakuan khusus untuk merangsang kreatifitas serta meluruskan pemahaman mereka bahwa mengajar itu tidak boleh tergantung pada sistem ceramah di kelas.