Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. dr. Elisna Syahrudin, PhD. SpP(K) menilai komunikasi dokter dengan pasien tentang penyakitnya bersifat penting.
Elisna saat diskusi kesehatan di Jakarta, Jumat, mengatakan pada dasarnya, tiap dokter telah memahami cara yang tepat dan efektif untuk berkomunikasi menyampaikan hasil diagnosis kepada pasien agar dapat menerima.
Tidak hanya agar dapat menerima keadaan, dokter juga mampu memberikan berbagai opsi pengobatan yang dapat ditempuh oleh pasien. Dengan demikian, pasien akan lebih cepat untuk ditangani.
“Sebagian besar pasien itu kalau dijelaskan dengan benar mengenai kondisinya saat ini, terapinya mau apa, pengobatannya, konsultasi antar dokter dan pasien, itu akan lebih bagus, dan pasien akan menerima, kemudian cepat mengambil keputusan,” ujar Elisna.
Berbeda dengan sebagian besar dunia kesehatan luar negeri, di mana pasien memiliki hak penuh untuk mengetahui diagnosis penyakitnya dan memutuskan untuk memberitahu orang lain atau tidak, di Indonesia, keluarga lebih banyak mengambil peran, dan dampaknya tidak selalu baik.
Seringkali pasien yang telah didiagnosis penyakit dengan stadium atau tingkatan lanjut terlambat ditangani akibat terlalu lama menunggu keputusan keluarga, kata Elisna.
“Tapi, yang sering adalah justru keluarga yang tidak bisa menerima," kata Elisna menambahkan.
Salah satu kekhawatiran keluarga adalah pasien merasa putus asa ketika mengetahui penyakitnya, yang menurut Elisna kejadiannya tidak selalu begitu.
Senada dengan Elisna, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP mengatakan bahwa hampir seluruh pasien yang diberikan informasi mengenai diagnosis dengan baik dan jelas oleh dokter bersangkutan, akan mampu menerima dan memutuskan jalan keluar terbaik lebih cepat.
"Mereka (pasien) mau kok berjuang, asal komunikasi dengan baik," kata Aru.