Menyelaraskan tradisi "Bau Nyale" dengan pengembangan KEK Mandalika

id Bau Nyale ,Lombok Tengah ,KEK Mandalika ,NTB

Menyelaraskan tradisi "Bau Nyale" dengan pengembangan KEK Mandalika

Nyale atau cacing laut yang ditangkap warga di Pantai Seger, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok Tengah, Provinsi NTB (ANTARA/Akhyar Rosidi)

Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - "Bau Nyale" atau menangkap cacing laut merupakan tradisi yang setiap tahun digelar warga di sekitar Pantai Seger atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dalam tradisi Bau Nyale itu, ribuan orang dari berbagai daerah turun langsung ke laut untuk memburu cacing yang dipercaya merupakan jelmaan Putri Mandalika karena memiliki jiwa yang bersih dan rela berkorban untuk kesejahteraan masyarakat.

Sesuai legenda, Putri Mandalika memilih terjun ke laut di Pantai Seger, ketika para raja ingin menjadikannya sebagai istri, namun dirinya tidak bisa memilih salah satu dari raja tersebut.

Untuk mencegah pertumpahan darah, ia terjun ke laut selatan Lombok Tengah, tepatnya di Pantai Seger.

Dikisahkan, sebelum menghilang digulung ombak tinggi, Putri Mandalika berpesan dia akan muncul pada tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak. Di mana jutaan cacing keluar di permukaan laut dan masyarakat meyakini itu adalah reinkarnasi dari Putri Mandalika dan hingga saat ini dijadikan kalender kegiatang pariwisata Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.

Untuk tahun ini, Bau Nyale digelar pada 29 Februari - 1 Maret 2024. Kegiatan itu telah menjadi tradisi masyarakat Suku Sasak, Lombok, sejak zaman dulu hingga saat ini.

Tradisi Bau Nyale rutin diikuti masyarakat Lombok dan lengeda Putri Mandalika tersebut terus mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat, Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah setiap tahun. Harapannya bisa meningkatkan kunjungan wisatawan dan bisa menjadi daya tarik dari pengembangan KEK Mandalika.

Di tengah perubahan zaman dan kemajuan teknologi di era digital serta pesatnya pembangunan di Lombok Tengah, animo warga atau generasi milenial untuk melestarikan budaya itu masih terlihat cukup banyak yang datang untuk melihat dan menangkap cacing laut.

Pemerintah menggelar berbagai hiburan di malam puncak, baik untuk mendatangkan artis nasional dan menggelar ritual, sebelum ribuan orang turun ke laut untuk menangkap cacing, sebelum matahari terbit.

Kegiatan tersebut diharapkan bisa menarik masyarakat milenial yang merupakan generasi penerus bangsa untuk bisa melestarikan budaya Sasak. Selain itu, diharapkan bisa meningkatkan kunjungan wisatawan, sehingga pemerintah melaksanakan berbagai ajang, sebelum puncak Bau Nyale.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah Lalu Sungkul menganggap tradisi Bau Nyale merupakan tradisi yang selalu ramai dihadiri masyarakat di Lombok, bahkan dari luar. Tanpa kehadiran artis pun, acara yang digelar rutin tiap tahun itu tetap ramai dan meriah.


Mitos awet muda

Nyale yang dipercaya merupakan jelmaan Putri Mandalika yang ditangkap pada tanggal 20 Bulan 10 kalender Sasak atau bertepatan dengan bulan Februari atau Maret kalender nasional tersebut tetap tumpah ruah. Nyale yang ditangkap tersebut bisa dijadikan kuliner atau makanan dan dipercaya bisa menjadikan manusia awet muda yang memakannya.

Di era saat ini, Nyale yang keluar tidak seperti dulu yang selalu muncul di permukaan laut dengan waktu yang telah ditentukan berdasarkan hasil Sangkep Warige (penentuan puncak Bau Nyale). Hasil tangkapan masyarakat kini tidak terlalu banyak bila dibandingkan pada zaman dulu.

Tokoh Adat Sasak Lalu Agus Fathurahman mengatakan kemunculan Nyale banyak atau sedikit bukan lagi mengenai tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak. Terdapat tiga penyebab kadang-kadang Nyale tidak muncul atau munculnya sedikit, di antaranya ulah manusia itu sendiri.

Jika ingin melihat Putri Mandalika tetap keluar dan bisa dinikmati oleh generasi penerus atau masyarakat milenial, warga diharapkan bisa memelihara adat tradisi masyarakat Suku Sasak yang telah diwariskan nenek moyang sebelumnya.

Dalam memelihara adat tradisi berarti masyarakat harus terus memelihara dan menjaga laut yang merupakan potensi karunia dari Allah SWT. Jika alam laut, termasuk gunung dan pohon rusak, bisa menyebabkan terjadi erosi, sehingga banyak air tawar masuk ke laut dan dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Hal ini dapat menyebabkan kondisi berubahnya air laut yang dapat menyebabkan Nyale pergi atau tidak muncul saat ditangkap. Tradisi dan adat Sasak Lombok harus dipelihara dengan cara memelihara kelestarian alam.

Selain itu, penyebab lain Nyale tidak muncul adalah belum waktunya muncul sudah ditangkap, sehingga Nyale kaget dan pergi, karena belum waktunya keluar, masyarakat sudah memburunya.

Oleh karena itu, masyarakat, termasuk generasi milenial, diajak untuk mempertahankan tradisi Bau Nyale sesuai dengan adat tradisi masyarakat Suku Sasak.

Tradisi Bau Nyale salah satu tradisi turun temurun masyarakat Lombok Tengah sejak ratusan tahun, sehingga melestarikan budaya ini merupakan tugas bersama, agar para generasi selanjutnya bisa melestarikan budaya tersebut.

Tradisi Bau Nyale diawali dengan Sangkep Wariga, yaitu pertemuan para tokoh adat untuk menentukan hari baik, kapan saat Nyale keluar dan bisa ditangkap masyarakat.


Penentuan waktu

Waktu Bau Nyale tidak pernah sama meskipun dilaksanakan setiap tahun untuk melestarikan tradisi budaya Sasak tersebut, sehingga puncak Bau Nyale diputuskan melalui Sangkep Warige yang dihadiri oleh para tokoh dari delapan penjuru mata angin atau tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.

Waktu Bau Nyale di Pantai Seger tahun ini diputuskan digelar pada 29 Februari hingga 1 Maret 2024 berdasarkan hasil Sangkep Warige. Sebelum Sangkep Warige diputuskan, telah dilakukan sidang kecil untuk menghimpun pendapatan para tokoh.

Kemudian baru dilakukan Sangkep Warige untuk mengambil keputusan penentuan puncak Bau Nyale berdasarkan hati nurani untuk kebersamaan masyarakat Sasak, sehingga Nyale bisa muncul ke permukaan dan bisa ditangkap masyarakat.

Hasil Sangkep Warige itu menjadi dasar pemerintah daerah melanjutkan kegiatan penyambutan Bau Nyale.

Wakil Bupati Kabupaten Lombok Tengah HM Nursiah mengatakan pemerintah daerah menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para pemangku adat dan tokoh agama maupun tokoh pemuda yang telah melaksanakan Sangkep Warige tersebut berdasarkan hasil kajian tanda-tanda alam. Karena itu tidak jarang terjadi perbedaan pendapat dalam waktu penentuan puncak Bau Nyale.

Hal itu akan menjadi dasar program yang akan dilaksanakan dalam rangka ajang Bau Nyale. Bau Nyale ini diharapkan bisa memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pariwisata di Lombok Tengah serta bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Untuk itu, Pemkab Lombok Tengah mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan dan kebersihan air laut yang menjadi tempat lokasi Bau Nyale. Bagi pemerintah daerah, pelestarian lingkungan ini menjadi tanggung jawab bersama.


Agenda wisata

Sebagai upaya mempertahankan tradisi Bau Nyale, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memasukkan tradisi budaya Sasak itu dalam "Karisma Event Nusantara" (KEN).

Dengan adanya dukungan dari pemerintah pusat melalui Kemenparekraf, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menilai hal itu bisa menjadi promosi pariwisata daerah.

Bantuan yang diberikan pemerintah pusat dalam rangka mendukung perayaan puncak Bau Nyale tidak berupa anggaran, melainkan program kegiatan, seperti halnya program kegiatan di malam puncak, termasuk promosi Bau Nyale supaya berskala nasional guna mendukung peningkatan kunjungan wisatawan ke Lombok Tengah.

Rangkaian kegiatan Bau Nyale biasanya juga menjadi rangkaian dalam menyambut ajang "Wolrd Superbike" (WSBK) di Sirkuit Mandalika, NTB. Beberapa kegiatan rangkaian kegiatan Bau Nyale tahun ini, seperti Peresean, pemilihan Putri Mandalika, Karnaval Mandalika dan hiburan malam puncak.

Festival Bau Nyale yang masuk dalam KEN sebagai program Kemeparekraf dilakukan kurasi setiap tahun.