Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Rabu, memastikan seluruh batalion Indonesia yang tergabung dalam pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di luar negeri telah mematuhi protokol kesehatan saat menjalani tugas kemanusiaan dan beberapa operasi militer di daerah konflik.

Protokol kesehatan itu dipraktikkan guna mencegah penularan COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru (SARS-CoV-2).

"Terkait situasi saat ini, kami dari TKMPP (Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian), kebetulan saya ketua hariannya, betul-betul melakukan monitoring  yang sangat ketat terhadap apa yang sudah ada di lapangan," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Febrian Alphyanto Ruddyard, saat sesi jumpa pers virtual.

Ia menjelaskan persoalan keamanan dan keselamatan pasukan perdamaian Indonesia di luar negeri merupakan isu yang jadi perhatian utama pemerintah.

"Kita dibantu oleh perwakilan RI di luar negeri, khususnya di wilayah perwakilan yang meliputi wilayah konflik, untuk juga melakukan pengawasan terhadap pasukan perdamaian kita di luar negeri. Kita betul-betul sangat perhatikan pasukan perdamaian kita karena ini adalah aset yang kita pinjamkan ke dunia, dalam hal ini PBB," jelas dia.

Tidak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga mendorong negara-negara lain untuk meningkatkan pelatihan dan peningkatan kapasitas anggota pasukan perdamaian, khususnya terkait keselamatan kerja saat pandemi.

"Pada tahun lalu, waktu kita melakukan open debate (debat terbuka) pada saat kita menjadi presiden Dewan Keamanan PBB, kita angkat isu ini, keselamatan dan keamanan pasukan perdamaian melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas. Tujuannya untuk memastikan keselamatan dan keamanan para pasukan perdamaian kita," terang Febrian.

Di samping itu, lewat keanggotaan tidak tetap di DK-PBB, Pemerintah Indonesia juga ikut membahas rancangan resolusi terkait penanganan pandemi di daerah konflik.

"Kita juga co-sponsor atau salah satu pendorong Resolusi DK-PBB 2518 yang terkait masalah keamanan dan keselamatan pasukan perdamaian," ujar dia. Batalion Indonesia yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) menggelar patroli di sepanjang perbatasan Lebanon dan Israel pada 23 April 2020. (UN/Pasqual Gorriz)

Sejalan dengan keterangan Febrian, dua anggota batalion Indonesia yang tergabung dengan pasukan perdamaian PBB di Lebanon, Sersan Satu Imakulata Ngamel dan Letnan Satu Rima Eka Tiara Sari mengatakan beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat tertunda selama pandemi.

"Banyak kerja-kerja pemberdayaan masyarakat yang tertunda. Mereka, warga setempat, mengerti, karena pandemi ini. Kegiatan kita, misalnya ingin celebration (hari raya) tertunda, teaching (kegiatan belajar-mengajar) dengan anak-anak tertunda," kata Rima saat jumpa pers virtual yang diadakan oleh Pusat Informasi PBB (UNIC) Jakarta, Rabu.

Tidak hanya kegiatan pemberdayaan, batalion Indonesia juga membatalkan kegiatan latihan gabungan dan patroli bersama pasukan dari negara lain.

Oleh karena itu, pasukan perdamaian Indonesia, di bawah koordinasi dengan UNIFIL, menggelar patroli mandiri di wilayah perbatasan Lebanon dan Israel, kawasan yang dikenal dengan nama Blue Line.

Indonesia menempati urutan kedelapan untuk negara pengirim prajurit terbanyak ke pasukan perdamaian PBB. Data PBB menunjukkan Indonesia mengirim lebih dari 2.800 prajurit untuk bergabung bersama pasukan perdamaian PBB yang beroperasi di sejumlah daerah konflik, di antaranya Republik Demokratis Kongo, Republik Afrika Tengah, Lebanon, Mali, Sudan, Sudan Selatan, dan wilayah barat Sahara.

Dari angka itu, 159 di antaranya merupakan prajurit perempuan.
 

Pewarta : Genta Tenri Mawangi
Uploader : Sukardi
Copyright © ANTARA 2024