Makassar (antarasulteng.com) - Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan
perlu peraturan menteri (Permen) untuk regulasi operasional sekolah
internasional.
"Sekolah internasional itu sebenarnya ada dua model, pertama sekolah yang memang diperuntukkan untuk orang asing dan kedua, sekolah internasional yang boleh untuk orang Indonesia," kata Musliar disela-sela kehadirannya membuka Training of trainers (ToT) bagi fasilitator di Makassar, Rabu.
Dia mengatakan model sekolah yang kedua yakni sekolah internasional yang didalamnya adalah orang Indonesia itulah yang perlu regulasi berupa permen agar penyelenggaraan pendidikannya tidak terlepas dari nasionalisme.
Regulasi itu diantaranya mengatur tentang materi yang diajarkan seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pancasila, Agama dan PPKN merupakan pelajaran wajib.
"Jadi keempat pelajaran itu wajib diajarkan kepada siswa, sehingga perlu ada Permen yang mengaturnya," katanya.
Sementara mengenai penerapan Kurikulum 2013, dia mengatakan, metode dan kualitasnya setara dengan sekolah internasional dengan tiga prinsip utama pembelajaran yakni kognitif, afektif dan mampu melatih kreativitas.
Menurut dia, siswa diajarkan untuk berani bersikap dan menghargai perbedaan, termasuk memperoleh ketrampilan untuk mengeksplorasi potensi masing-masing siswa.
"Jadi siswa dihargai dan diberi peluang untuk menggali potensi diri. Guru tidak boleh lagi melihat siswanya dari sisi prestasi akademiks saja, tetapi juga dari sisi lain yang dikuasai masing-masing individu atau siswa," katanya.(skda)
"Sekolah internasional itu sebenarnya ada dua model, pertama sekolah yang memang diperuntukkan untuk orang asing dan kedua, sekolah internasional yang boleh untuk orang Indonesia," kata Musliar disela-sela kehadirannya membuka Training of trainers (ToT) bagi fasilitator di Makassar, Rabu.
Dia mengatakan model sekolah yang kedua yakni sekolah internasional yang didalamnya adalah orang Indonesia itulah yang perlu regulasi berupa permen agar penyelenggaraan pendidikannya tidak terlepas dari nasionalisme.
Regulasi itu diantaranya mengatur tentang materi yang diajarkan seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pancasila, Agama dan PPKN merupakan pelajaran wajib.
"Jadi keempat pelajaran itu wajib diajarkan kepada siswa, sehingga perlu ada Permen yang mengaturnya," katanya.
Sementara mengenai penerapan Kurikulum 2013, dia mengatakan, metode dan kualitasnya setara dengan sekolah internasional dengan tiga prinsip utama pembelajaran yakni kognitif, afektif dan mampu melatih kreativitas.
Menurut dia, siswa diajarkan untuk berani bersikap dan menghargai perbedaan, termasuk memperoleh ketrampilan untuk mengeksplorasi potensi masing-masing siswa.
"Jadi siswa dihargai dan diberi peluang untuk menggali potensi diri. Guru tidak boleh lagi melihat siswanya dari sisi prestasi akademiks saja, tetapi juga dari sisi lain yang dikuasai masing-masing individu atau siswa," katanya.(skda)