Palu, (antarasulteng.com) - Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Sudarto menantang para penulis di daerah itu untuk menggelorakan tradisi menulis tentang kebudayaan lokal.
"Kalau kebudayaan kita ini tidak ditulis, tidak dibukukan, nanti anak-anak kita tidak tahu lagi bagaimana budaya di sini," katanya saat menerima panitia seminar nasional dan dialog publik negara dan kebijakan kebudayaan di Palu, Senin sore.
Seminar tersebut dilaksanakan dalam rangka 50 tahun Sulawesi Tengah, 13 April 2014 dengan pokok bahasan potensi kearifan lokal dan diplomasi kebudayaan.
Sudarto mengatakan, tradisi menulis kebudayaan harus digelorakan agar generasi ke generasi dapat mengetahui sejarah kebudayaan di daerah tersebut.
"Sekarang kan tidak semua orang tahu tentang Tadulako misalnya. Apa itu Tadulako. Masih banyak yang bilang Tadulako itu raja, padahal kan tidak," katanya.
Sudarto memberi apresiasi khusus kepada Pantjewa, pemerhati sosial dan sejarah perjuangan daerah Sulawesi Tengah tinggal di Desa Tulo, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi.
Pantjewa kata Sudarto sudah menulis tentang sejarah Sulawesi Tengah meskipun dalam bentuk opini di media massa saat HUT 48 tahun daerah itu, 13 April 2012.
"Yang lain mana?. Sudah banyak doktor di sini. Coba kita menulis buku kebudayaan. Kita berikan kepada anak-anak kita," katanya.
Sudarto bahkan masih mengarsipkan harian Media Alkhairaat Edisi 13 April 2012 yang didalamnya menulis tentang HUT Sulawesi Tengah ke 48 oleh Pantjewa.
Sudarto beranjak dari tempat duduknya mencari arsip pemberitaan tersebut dan memperlihatkan kepada panitia seminar dan dialog publik kebudayaan 50 tahun Sulawesi Tengah.
Sudarto mengajak para penulis, pemerhati budaya, pejabat dan akademisi pada usia 50 tahun Sulawesi Tengah mentradisikan penulisan buku tentang kebudayaan lokal.
"Budaya kita harus kuat," katanya.
Mantan Bupati Banggai itu mengatakan, salah satu penguatan budaya harus dilakukan dengan tradisi menulis karena selama ini masyarakat hanya terbiasa dengan tradisi tutur.(skd)
"Kalau kebudayaan kita ini tidak ditulis, tidak dibukukan, nanti anak-anak kita tidak tahu lagi bagaimana budaya di sini," katanya saat menerima panitia seminar nasional dan dialog publik negara dan kebijakan kebudayaan di Palu, Senin sore.
Seminar tersebut dilaksanakan dalam rangka 50 tahun Sulawesi Tengah, 13 April 2014 dengan pokok bahasan potensi kearifan lokal dan diplomasi kebudayaan.
Sudarto mengatakan, tradisi menulis kebudayaan harus digelorakan agar generasi ke generasi dapat mengetahui sejarah kebudayaan di daerah tersebut.
"Sekarang kan tidak semua orang tahu tentang Tadulako misalnya. Apa itu Tadulako. Masih banyak yang bilang Tadulako itu raja, padahal kan tidak," katanya.
Sudarto memberi apresiasi khusus kepada Pantjewa, pemerhati sosial dan sejarah perjuangan daerah Sulawesi Tengah tinggal di Desa Tulo, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi.
Pantjewa kata Sudarto sudah menulis tentang sejarah Sulawesi Tengah meskipun dalam bentuk opini di media massa saat HUT 48 tahun daerah itu, 13 April 2012.
"Yang lain mana?. Sudah banyak doktor di sini. Coba kita menulis buku kebudayaan. Kita berikan kepada anak-anak kita," katanya.
Sudarto bahkan masih mengarsipkan harian Media Alkhairaat Edisi 13 April 2012 yang didalamnya menulis tentang HUT Sulawesi Tengah ke 48 oleh Pantjewa.
Sudarto beranjak dari tempat duduknya mencari arsip pemberitaan tersebut dan memperlihatkan kepada panitia seminar dan dialog publik kebudayaan 50 tahun Sulawesi Tengah.
Sudarto mengajak para penulis, pemerhati budaya, pejabat dan akademisi pada usia 50 tahun Sulawesi Tengah mentradisikan penulisan buku tentang kebudayaan lokal.
"Budaya kita harus kuat," katanya.
Mantan Bupati Banggai itu mengatakan, salah satu penguatan budaya harus dilakukan dengan tradisi menulis karena selama ini masyarakat hanya terbiasa dengan tradisi tutur.(skd)