Jakarta (ANTARA) - Galeri Nasional Indonesia (GNI) bersama Perupa Jakarta Raya menggelar Pameran Daring Perupa Jakarta Raya “JE|JAK|KARTA” mulai 28 Oktober 2020 di laman galnasonline.id.
Dikurasi oleh Citra Smara Dewi dan Heru Hikayat, pameran ini menampilkan 40 karya berupa lukisan, patung (3D), video art, dan sketsa, dari 39 perupa yang tergabung dalam Perupa Jakarta Raya (PERUJA).
Menurut Heru Hikayat, Jakarta menjelma jadi simbol yang gagah, agung, dan dalam banyak hal, militeristik. Jakarta sebagai ibu kota negara, seringkali ditautkan dengan narasi-narasi besar tentang bangsa. Inilah kota tempat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Di sinilah Monumen Nasional ditegakkan. Di kota ini pula, “Kesaktian Pancasila” dibuktikan. Semuanya seolah adalah simbol. Namun di sisi lain, Jakarta sesungguhnya bisa dibayangkan sebagai rumah.
“Ruang yang menampung ingatan masa muda, atau justru masa tua, harapan, kekecewaan, atau kenangan tentang cinta pertama. Kiranya, perupa yang sehari-hari berkiprah di Jakarta, punya sangat banyak variasi pemaknaan bagi ruang bernama Jakarta ini,” ungkap Heru dalam siaran resmi, Kamis.
Berangkat dari pertimbangan tersebut, kali ini para Perupa Jakarta Raya diajak untuk berkarya dengan memaknai kembali berbagai peristiwa yang terjadi di Jakarta, tentu saja melalui kacamata kultural.
Karya Eka Rudatin berjudul Monumen Dirgantara di Pameran Daring Perupa Jakarta Raya “JE|JAK|KARTA” (ANTARA/HO)
Ini seperti upaya menelusuri “jejak-jejak” sejarah (rupa) yang pernah terjadi di kota Jakarta. Bagi PERUJA, hal ini bisa diumpamakan seperti menengok kembali rumah sendiri. Menelisik bagian-bagiannya, detil yang dikenali dengan sangat baik, atau detil yang cenderung terabaikan.
Pameran ini menurut Citra Smara Dewi juga mengukuhkan eksistensi para perupa Jakarta.
“Eksistensi PERUJA sangat penting dalam konteks membaca ulang perkembangan seni rupa Jakarta, karena acap kali kita terpaku pada berbagai perhelatan besar peristiwa seni rupa sebagai arus besar dengan mengusung seni berbasis ‘conceptual art’,” kata Citra.
Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto berharap pameran ini mampu melengkapi narasi tentang Jakarta sebagai kota yang penuh dinamika dan kompleksitas.
“Menariknya, kali ini Jakarta dipresentasikan melalui memori personal para anggota PERUJA, sehingga dimungkinkan ada temuan-temuan atau kisah-kisah menarik yang tidak diketahui secara luas,” kata Pustanto.
Dikurasi oleh Citra Smara Dewi dan Heru Hikayat, pameran ini menampilkan 40 karya berupa lukisan, patung (3D), video art, dan sketsa, dari 39 perupa yang tergabung dalam Perupa Jakarta Raya (PERUJA).
Menurut Heru Hikayat, Jakarta menjelma jadi simbol yang gagah, agung, dan dalam banyak hal, militeristik. Jakarta sebagai ibu kota negara, seringkali ditautkan dengan narasi-narasi besar tentang bangsa. Inilah kota tempat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Di sinilah Monumen Nasional ditegakkan. Di kota ini pula, “Kesaktian Pancasila” dibuktikan. Semuanya seolah adalah simbol. Namun di sisi lain, Jakarta sesungguhnya bisa dibayangkan sebagai rumah.
“Ruang yang menampung ingatan masa muda, atau justru masa tua, harapan, kekecewaan, atau kenangan tentang cinta pertama. Kiranya, perupa yang sehari-hari berkiprah di Jakarta, punya sangat banyak variasi pemaknaan bagi ruang bernama Jakarta ini,” ungkap Heru dalam siaran resmi, Kamis.
Berangkat dari pertimbangan tersebut, kali ini para Perupa Jakarta Raya diajak untuk berkarya dengan memaknai kembali berbagai peristiwa yang terjadi di Jakarta, tentu saja melalui kacamata kultural.
Ini seperti upaya menelusuri “jejak-jejak” sejarah (rupa) yang pernah terjadi di kota Jakarta. Bagi PERUJA, hal ini bisa diumpamakan seperti menengok kembali rumah sendiri. Menelisik bagian-bagiannya, detil yang dikenali dengan sangat baik, atau detil yang cenderung terabaikan.
Pameran ini menurut Citra Smara Dewi juga mengukuhkan eksistensi para perupa Jakarta.
“Eksistensi PERUJA sangat penting dalam konteks membaca ulang perkembangan seni rupa Jakarta, karena acap kali kita terpaku pada berbagai perhelatan besar peristiwa seni rupa sebagai arus besar dengan mengusung seni berbasis ‘conceptual art’,” kata Citra.
Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto berharap pameran ini mampu melengkapi narasi tentang Jakarta sebagai kota yang penuh dinamika dan kompleksitas.
“Menariknya, kali ini Jakarta dipresentasikan melalui memori personal para anggota PERUJA, sehingga dimungkinkan ada temuan-temuan atau kisah-kisah menarik yang tidak diketahui secara luas,” kata Pustanto.