Jakarta (ANTARA) - Selain menjaga kualitas produk, selebritas sekaligus pegiat UMKM bidang fesyen, Marini Zumarnis juga menyelipkan personal touch pada setiap produknya di bawah label Mazu untuk memikat hati konsumen.
Bentuknya bisa beragam, mulai dari kartu atau stiker bertuliskan kalimat inspiratif misalnya berbunyi "Diam jauh lebih elegan daripada sibuk menghakimi kesalahan orang lain dan lupa bercermin" hingga hand sanitizer yang belakangan menjadi salah satu benda wajib saat pandemi COVID-19.
Tak hanya itu, Marini juga memastikan produknya baik itu scarf atau dress dikemas secara baik karena menurut dia, kemasan yang bagus akan meningkatkan nilai produknya dan disukai konsumen.
"Aku terjun langsung, packaging aku perhatikan banget. Di Jepang walau kue tiga biji tapi kemasannya cantik banget, orang seneng dikasih packaging yang cantik," kata dia dalam webinar Digital Fashion Show yang digelar komunitas UMKM Alumni Unpad, Jumat (30/10).
"Enggak bisa percaya diri banget kalau public figure bisa pasti laku. Kalau enggak bisa maintain, berinovasi, packaging (yang bagus) kita juga akan kalah bersaing," sambung perempuan yang memerankan tokoh Ibu Peri dalam sinetron "Bidadari" itu.
Marini yang lebih dulu dikenal sebagai aktris selama beberapa waktu terakhir serius menekuni bidang fesyen. Dia yang sudah lama gemar memadu dan memadankan busana itu bahkan sampai menimba ilmu di salah satu sekolah fesyen ternama di tanah air.
Tak hanya dari bangku sekolah, pengalaman berkunjung ke berbagai wilayah di dalam dan luar negeri juga menjadi bekal baginya untuk mengembangkan label fesyennya yang kini hadir juga dalam bentuk abaya dan masker menyasar kalangan premium berusia 20-60 tahun.
Sedikit mundur ke awal keputusannya terjun ke dunia fesyen, Marini mengaku dipandu keinginannya untuk lebih banyak berkegiatan di rumah sembari tetap menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Dia mengaku, selama berkiprah di bidang akting, sekitar 70 persen waktunya tersita di luar rumah. Marini terkadang baru sampai di rumah pukul 2.00 dan lima jam kemudian harus berangkat lagi ke lokasi syuting.
"Dari usia 17 tahun sampai 40 tahun-an, 30 persen di rumah. Sinetron banyak kejar tayang kadang jam 2.00 baru sampai di rumah, jam 7.00 sudah harus berangkat lagi. Aku berdoa ingin banyak di rumah, punya income sendiri di luar akting. Ternyata Allah kasih jawaban. Aku bisa terjun di dunia fesyen," tutur Marini.
Kini, dia bangga bisa menjadi salah satu pegiat UMKM di Indonesia. Marini menyelipkan pesan pada rekan-rekan bisnisnya tetap semangat dan bertahan di masa pandemi ini. Dia juga berbagi satu tipsnya berjualan produk fesyen, "Sekarang ini kami untuk bisa berdagang, marketnya banyak di media sosial, konsumen bisa melihat brand-nya. Aku kencengin di Instagram Sponsor," demikian kata Marini.
Bentuknya bisa beragam, mulai dari kartu atau stiker bertuliskan kalimat inspiratif misalnya berbunyi "Diam jauh lebih elegan daripada sibuk menghakimi kesalahan orang lain dan lupa bercermin" hingga hand sanitizer yang belakangan menjadi salah satu benda wajib saat pandemi COVID-19.
Tak hanya itu, Marini juga memastikan produknya baik itu scarf atau dress dikemas secara baik karena menurut dia, kemasan yang bagus akan meningkatkan nilai produknya dan disukai konsumen.
"Aku terjun langsung, packaging aku perhatikan banget. Di Jepang walau kue tiga biji tapi kemasannya cantik banget, orang seneng dikasih packaging yang cantik," kata dia dalam webinar Digital Fashion Show yang digelar komunitas UMKM Alumni Unpad, Jumat (30/10).
"Enggak bisa percaya diri banget kalau public figure bisa pasti laku. Kalau enggak bisa maintain, berinovasi, packaging (yang bagus) kita juga akan kalah bersaing," sambung perempuan yang memerankan tokoh Ibu Peri dalam sinetron "Bidadari" itu.
Marini yang lebih dulu dikenal sebagai aktris selama beberapa waktu terakhir serius menekuni bidang fesyen. Dia yang sudah lama gemar memadu dan memadankan busana itu bahkan sampai menimba ilmu di salah satu sekolah fesyen ternama di tanah air.
Tak hanya dari bangku sekolah, pengalaman berkunjung ke berbagai wilayah di dalam dan luar negeri juga menjadi bekal baginya untuk mengembangkan label fesyennya yang kini hadir juga dalam bentuk abaya dan masker menyasar kalangan premium berusia 20-60 tahun.
Sedikit mundur ke awal keputusannya terjun ke dunia fesyen, Marini mengaku dipandu keinginannya untuk lebih banyak berkegiatan di rumah sembari tetap menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Dia mengaku, selama berkiprah di bidang akting, sekitar 70 persen waktunya tersita di luar rumah. Marini terkadang baru sampai di rumah pukul 2.00 dan lima jam kemudian harus berangkat lagi ke lokasi syuting.
"Dari usia 17 tahun sampai 40 tahun-an, 30 persen di rumah. Sinetron banyak kejar tayang kadang jam 2.00 baru sampai di rumah, jam 7.00 sudah harus berangkat lagi. Aku berdoa ingin banyak di rumah, punya income sendiri di luar akting. Ternyata Allah kasih jawaban. Aku bisa terjun di dunia fesyen," tutur Marini.
Kini, dia bangga bisa menjadi salah satu pegiat UMKM di Indonesia. Marini menyelipkan pesan pada rekan-rekan bisnisnya tetap semangat dan bertahan di masa pandemi ini. Dia juga berbagi satu tipsnya berjualan produk fesyen, "Sekarang ini kami untuk bisa berdagang, marketnya banyak di media sosial, konsumen bisa melihat brand-nya. Aku kencengin di Instagram Sponsor," demikian kata Marini.