Jakarta (ANTARA) - Ketika tujuh tahun lalu penguasa Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan akan mengirimkan misi ke Mars tepat saat ulang tahun ke-50 pembentukan negara itu Desember 2021 nanti, hampir semua orang menganggap negara itu sedang mengigau.
Bagaimana tidak, jangankan ke Mars, badan antariksa saja tidak punya, pun tak ada pakar aeronautika di sana. Baru-baru ini saja negara Arab kaya raya di Teluk itu meluncurkan satelit pertamanya.
Ketika mereka bergegas mengumpulkan sekumpulan insinyur muda yang rata-rata berusia 27 tahun untuk mewujudkan titah sang penguasa kaya minyak itu, ejekan malah kian nyaring.
"Kalian ini sekumpulan anak ingusan, bagaimana bisa mencapai Mars?" kata Sarah Al Amiri, ketua sekumpulan peneliti muda itu, menirukan kalangan yang skeptis terhadap mereka. Bahkan, Al Amiri saja sama sekali tak ada latar belakang aeronautika, karena perempuan muda ini aslinya sarjana komputer.
Namun kemudian, grup ilmuwan muda pimpinan Al-Amiri itu membuat geger seisi dunia, terutama dunia Arab dan dunia Islam, ketika Selasa 9 Februari lalu mewujudkan impian negaranya manakala wahana antariksa “Amal” yang disebut "Hope" atau "harapan" di Barat, berhasil memasuki orbit planet Mars.
Sekumpulan ilmuwan muda itu membuat UEA menorehkan sejarah menjadi negara Arab dan negara muslim pertama yang berhasil meluncurkan misi antarplanet.
Diluncurkan 20 Juli 2020 dari Stasiun Antariksa Tanegashima di Jepang, “Amal” yang menghabiskan dana 200 juta dolar AS (Rp2,79 triliun) itu akhirnya masuk orbit Mars untuk mengelilingi Planet Merah itu setelah menempuh perjalanan selama 687 hari, sejauh 160 juta kilometer.
“Amal” sempat melakukan serangkaian putaran dan menggeber mesin sebelum bisa bermanuver dalam orbit Mars dengan cara mengurangi kecepatan dari 121.000 km per jam menjadi hanya 18.000 km per jam.
Stasiun pengendalinya di Bumi di Pusat Antariksa Mohammed bin Rashid (MBRSC) di Dubai yang memantau misi Mars tersebut dari jarak 160 juta kilometer sempat dibuat menghela nafas dalam-dalam ketika Amal menghilang ditelan sisi gelap Mars.
Tapi kemudian “Amal” muncul lagi di balik bayang-bayang planet tetangga Bumi itu, kemudian kontak antara wahana antariksa tersebut dan mereka yang berada di Bumi pun pulih.
Ternyata, dari rangkaian layar di MBRSC terungkap bahwa “Amal” berhasil melakukan apa yang dihindari berbagai misi ke Mars sebelumnya.
“Sedikit saja kesalahan, Anda bakal kehilangan wahana itu.” kata Al-Amiri yang sejak empat tahun lalu menjadi menteri teknologi maju dan kepala badan ruang angkasa UEA, seperti dikutip.
“Amal” memanaskan mesin utamanya selama 27 menit guna bermanuver berisiko tinggi dan rumit yang memperlambat geraknya sehingga bisa tertangkap gravitasi Mars. Mesti komunikasi dengan Bumi sempat tertunda selama 11 menit, sinyal yang memberitahukan keberhasilan Amal ke Planet Merah sampai juga ke Bumi.
Serempak semua orang di MBRSC meledak dalam ekstasi, bertepuk tangan, dan bersorak sorai. Ini misi yang luar biasa karena kemungkinan gagalnya cukup besar mengingat dari seluruh misi ke Mars sebelumnya, 50 persen di antaranya gagal total mencapai Mars.
Mengilhami umat manusia
"Kepada rakyat UEA, negara-negara Arab dan Islam, kami mengumumkan keberhasilan UEA mencapai Mars," kata direktur Misi Mars UEA (EMM) Omran Sharaf.
“Amal” adalah satu dari tiga wahana antariksa berdestinasi Mars yang sama-sama diluncurkan Juli tahun lalu. Segera setelah Amal, menyusul pula wahana milik AS dan China.
“Amal” membuat UEA menjadi negara kelima dalam sejarah penjelajahan antariksa yang berhasil dalam misinya ke Mars setelah Amerika Serikat, Uni Soviet, China dan India.
Petualangan antariksa bergengsi yang dilakukan sebuah negara Arab dan muslim ke luar orbit Bumi ini membuat bangga seisi negara kaya minyak yang memang tengah memburu masa depan di luar angkasa. UEA menjadi satu-satunya negara Arab yang turut dalam proyek kolonisasi Mars.
Selama tujuh bulan sejak meluncur dari Jepang, muhibah “Amal” ke Mars terus diikuti lekat-lekat oleh media massa UEA. Bahkan demi “Amal”, semua monumen dan bangunan karya adiluhung, termasuk menara tertinggi di dunia Burj Khalifa, dipermak oleh nuansa-nuansa “Amal”.
Jika lancar, dua bulan ke depan “Amal” akan mencapai orbit Mars sampai ketinggian 22.000 kilometer guna mensurvei atmosfer planet ini yang kebanyakan karbondioksida, setiap hari. “Amal” akan terus di sana sampai dua tahun ke depan.
Wahana ini akan bergabung dengan enam wahana antariksa yang sudah lebih dulu beroperasi di sekitar Mars, yakni tiga dari AS, dua dari Eropa dan satu dari India.
Sukses mencapai Mars telah membuat gairah dan optimisme UEA membuncah dalam menurutkan ambisi ruang angkasanya. Sebelumnya pada 2019, mereka sukses meluncurkan astronot pertama Arab sampai mencapai Stasiun Antariksa Internasional (ISS), 58 tahun setelah Uni Soviet dan AS meluncurkan astronot pertamanya ke antariksa.
Thomas Zurbuchen, kepala misi sains NASA, sampai tidak tahan untuk tidak menyelamati UEA. Dia memuji, “upaya berani Anda dalam menjelajahi Planet Merah akan mengilhami umat manusia guna meraih bintang.”
Meskipun kaya raya, UEA tak mau hanya menumpang nama dengan cukup membeli pesawat antariksa dari negara yang mapan dalam industri digantara. Sebaliknya, UEA ingin orang-orangnya sendiri yang membuat wahana itu. Dan setelah berkolaborasi dengan mitra-mitra yang lebih berpengalaman di AS, “Amal” pun berhasil mereka buat.
Para insinyur dan peneliti UEA yang kebanyakan wanita, bekerja sama membuat “Amal” dengan para peneliti Universitas Colorado, Universitas California di Berkeley dan Universitas Negeri Arizona di AS. Mereka merakit “Amal” yang hanya seukuran mobil itu di Boulder, Colorado, sebelum diluncurkan Juli tahun lalu.
Proyek “Amal” ini, sejak masih dalam rancangan, telah dimanfaatkan oleh negara federal yang menghimpun tujuh keemiran ini guna menghidupkan imajinasi ilmuwan dan kaum muda agar mempersiapkan diri menghadapi masa depan tanpa minyak suatu saat nanti. Sains adalah fondasi mereka dalam mengarungi zaman baru itu kelak.
“Kini kami punya lingkungan di mana semua kelompok umur bersemangat membahas ruang angkasa, semakin banyak yang memahami sains,” kata al-Amiri. “Ini membuka semua kemungkinan bagi semua orang di UEA dan juga dunia Arab.”
Penyeimbang ekstremisme
Surat kabar berbahasa Inggris di Dubai, Khaleej Times, menyebut “Amal” sebagai “impian tentang kencan dengan masa depan”.
Misi “Amal, kata Khaleej Times, menjadi momen yang menentukan bagi dunia Arab, selain meretas jalan untuk ekspedisi tak terhindarkan UEA ke masa depan bermotor teknologi.
“Amal” tak hanya membantu menjawab sejumlah pertanyaan mengenai Mars dan mengapa gas hidrogen serta oksigen hilang di angkasanya selama satu tahun Mars, namun juga memberikan pesan optimisme kepada warga Arab dan kaum muslim di seluruh dunia guna mengikuti jejak UEA dalam mengadopsi dan mengelola teknologi.
“Go global” dalam segala hal, termasuk berinvestasi di mana pun termasuk klub-klub olah raga hebat di Eropa, UEA memang ambisius memajukan sains dan pendidikan, sampai kabinetnya diisi pula oleh seorang menteri kecerdasan buatan.
Ini juga tak lepas dari komitmen penguasa UEA, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, yang menyebut Misi Mars adalah kesaksian bagaimana spirit UEA menaklukkan kemustahilan.
Bagi Al Amiri sendiri, Misi Mars “mengajarkan kepada kami mengenai sebuah mekanisme dengan mana kami bisa mengembangkan segala talenta dan kemampuan, mentransfernya lewat berbagai tingkat kepakaran, dan yang lebih penting, mengembangkan usaha kecil yang melayani industri besar.”
Bukan hanya aspek bisnis, “Amal” juga menjadi senjata dalam membuang ekstremisme dan radikalisme.
“Wahana Mars Amal UEA menawarkan penyeimbang bagi ekstremisme di Timur Tengah dan membantu mengubah perilaku siswa dan kaum muda di kawasan ini,” kata Al Amiri yang adalah ilmuwan dan menteri yang masih berusia 34 tahun itu.
Al Amir menyebut proyek “Amal” telah mengimbuhkan nilai tambah bagi terlecutnya kaum muda UEA dan dunia Arab untuk mendalami STEM (sains, teknologi, rekayasa dan matematika).
“Kami menyaksikan adanya pergeseran besar dalam pola pikir siswa di UEA, dan berusaha keras untuk terlibat lebih dalam,” kata Al Amir. Dan ini bisa menciptakan generasi yang mampu merancang misi antariksanya sendiri dan menjadi pendorong diversifikasi ekonomi.
Tekad dan ambisi UEA dalam menguasai dan memajukan sains ini demikian besar, sampai-sampai mereka memasuki proyek koloni manusia di Mars pada 2117, dan berencana mendaratkan pesawat ruang angkasa tak berawak di Bulan pada 2024.
Di tengah ekstremisme dan radikalisme di banyak sudut dunia Islam, UEA telah memberikan warna indah nan bersemangat bahwa betapa muslim sangat memuliakan sains dan tak mau menjadi penonton dan pengguna.
UEA telah memberi tempat khusus dan sangat tinggi kepada sains di mana tak ada kemajuan yang dinikmati manusia yang tidak diperoleh tanpa sains. Sikap dan komitmen UEA ini layak ditiru siapa pun, khususnya dunia Islam termasuk Indonesia.
Bagaimana tidak, jangankan ke Mars, badan antariksa saja tidak punya, pun tak ada pakar aeronautika di sana. Baru-baru ini saja negara Arab kaya raya di Teluk itu meluncurkan satelit pertamanya.
Ketika mereka bergegas mengumpulkan sekumpulan insinyur muda yang rata-rata berusia 27 tahun untuk mewujudkan titah sang penguasa kaya minyak itu, ejekan malah kian nyaring.
"Kalian ini sekumpulan anak ingusan, bagaimana bisa mencapai Mars?" kata Sarah Al Amiri, ketua sekumpulan peneliti muda itu, menirukan kalangan yang skeptis terhadap mereka. Bahkan, Al Amiri saja sama sekali tak ada latar belakang aeronautika, karena perempuan muda ini aslinya sarjana komputer.
Namun kemudian, grup ilmuwan muda pimpinan Al-Amiri itu membuat geger seisi dunia, terutama dunia Arab dan dunia Islam, ketika Selasa 9 Februari lalu mewujudkan impian negaranya manakala wahana antariksa “Amal” yang disebut "Hope" atau "harapan" di Barat, berhasil memasuki orbit planet Mars.
Sekumpulan ilmuwan muda itu membuat UEA menorehkan sejarah menjadi negara Arab dan negara muslim pertama yang berhasil meluncurkan misi antarplanet.
Diluncurkan 20 Juli 2020 dari Stasiun Antariksa Tanegashima di Jepang, “Amal” yang menghabiskan dana 200 juta dolar AS (Rp2,79 triliun) itu akhirnya masuk orbit Mars untuk mengelilingi Planet Merah itu setelah menempuh perjalanan selama 687 hari, sejauh 160 juta kilometer.
“Amal” sempat melakukan serangkaian putaran dan menggeber mesin sebelum bisa bermanuver dalam orbit Mars dengan cara mengurangi kecepatan dari 121.000 km per jam menjadi hanya 18.000 km per jam.
Stasiun pengendalinya di Bumi di Pusat Antariksa Mohammed bin Rashid (MBRSC) di Dubai yang memantau misi Mars tersebut dari jarak 160 juta kilometer sempat dibuat menghela nafas dalam-dalam ketika Amal menghilang ditelan sisi gelap Mars.
Tapi kemudian “Amal” muncul lagi di balik bayang-bayang planet tetangga Bumi itu, kemudian kontak antara wahana antariksa tersebut dan mereka yang berada di Bumi pun pulih.
Ternyata, dari rangkaian layar di MBRSC terungkap bahwa “Amal” berhasil melakukan apa yang dihindari berbagai misi ke Mars sebelumnya.
“Sedikit saja kesalahan, Anda bakal kehilangan wahana itu.” kata Al-Amiri yang sejak empat tahun lalu menjadi menteri teknologi maju dan kepala badan ruang angkasa UEA, seperti dikutip.
“Amal” memanaskan mesin utamanya selama 27 menit guna bermanuver berisiko tinggi dan rumit yang memperlambat geraknya sehingga bisa tertangkap gravitasi Mars. Mesti komunikasi dengan Bumi sempat tertunda selama 11 menit, sinyal yang memberitahukan keberhasilan Amal ke Planet Merah sampai juga ke Bumi.
Serempak semua orang di MBRSC meledak dalam ekstasi, bertepuk tangan, dan bersorak sorai. Ini misi yang luar biasa karena kemungkinan gagalnya cukup besar mengingat dari seluruh misi ke Mars sebelumnya, 50 persen di antaranya gagal total mencapai Mars.
Mengilhami umat manusia
"Kepada rakyat UEA, negara-negara Arab dan Islam, kami mengumumkan keberhasilan UEA mencapai Mars," kata direktur Misi Mars UEA (EMM) Omran Sharaf.
“Amal” adalah satu dari tiga wahana antariksa berdestinasi Mars yang sama-sama diluncurkan Juli tahun lalu. Segera setelah Amal, menyusul pula wahana milik AS dan China.
“Amal” membuat UEA menjadi negara kelima dalam sejarah penjelajahan antariksa yang berhasil dalam misinya ke Mars setelah Amerika Serikat, Uni Soviet, China dan India.
Petualangan antariksa bergengsi yang dilakukan sebuah negara Arab dan muslim ke luar orbit Bumi ini membuat bangga seisi negara kaya minyak yang memang tengah memburu masa depan di luar angkasa. UEA menjadi satu-satunya negara Arab yang turut dalam proyek kolonisasi Mars.
Selama tujuh bulan sejak meluncur dari Jepang, muhibah “Amal” ke Mars terus diikuti lekat-lekat oleh media massa UEA. Bahkan demi “Amal”, semua monumen dan bangunan karya adiluhung, termasuk menara tertinggi di dunia Burj Khalifa, dipermak oleh nuansa-nuansa “Amal”.
Jika lancar, dua bulan ke depan “Amal” akan mencapai orbit Mars sampai ketinggian 22.000 kilometer guna mensurvei atmosfer planet ini yang kebanyakan karbondioksida, setiap hari. “Amal” akan terus di sana sampai dua tahun ke depan.
Wahana ini akan bergabung dengan enam wahana antariksa yang sudah lebih dulu beroperasi di sekitar Mars, yakni tiga dari AS, dua dari Eropa dan satu dari India.
Sukses mencapai Mars telah membuat gairah dan optimisme UEA membuncah dalam menurutkan ambisi ruang angkasanya. Sebelumnya pada 2019, mereka sukses meluncurkan astronot pertama Arab sampai mencapai Stasiun Antariksa Internasional (ISS), 58 tahun setelah Uni Soviet dan AS meluncurkan astronot pertamanya ke antariksa.
Thomas Zurbuchen, kepala misi sains NASA, sampai tidak tahan untuk tidak menyelamati UEA. Dia memuji, “upaya berani Anda dalam menjelajahi Planet Merah akan mengilhami umat manusia guna meraih bintang.”
Meskipun kaya raya, UEA tak mau hanya menumpang nama dengan cukup membeli pesawat antariksa dari negara yang mapan dalam industri digantara. Sebaliknya, UEA ingin orang-orangnya sendiri yang membuat wahana itu. Dan setelah berkolaborasi dengan mitra-mitra yang lebih berpengalaman di AS, “Amal” pun berhasil mereka buat.
Para insinyur dan peneliti UEA yang kebanyakan wanita, bekerja sama membuat “Amal” dengan para peneliti Universitas Colorado, Universitas California di Berkeley dan Universitas Negeri Arizona di AS. Mereka merakit “Amal” yang hanya seukuran mobil itu di Boulder, Colorado, sebelum diluncurkan Juli tahun lalu.
Proyek “Amal” ini, sejak masih dalam rancangan, telah dimanfaatkan oleh negara federal yang menghimpun tujuh keemiran ini guna menghidupkan imajinasi ilmuwan dan kaum muda agar mempersiapkan diri menghadapi masa depan tanpa minyak suatu saat nanti. Sains adalah fondasi mereka dalam mengarungi zaman baru itu kelak.
“Kini kami punya lingkungan di mana semua kelompok umur bersemangat membahas ruang angkasa, semakin banyak yang memahami sains,” kata al-Amiri. “Ini membuka semua kemungkinan bagi semua orang di UEA dan juga dunia Arab.”
Penyeimbang ekstremisme
Surat kabar berbahasa Inggris di Dubai, Khaleej Times, menyebut “Amal” sebagai “impian tentang kencan dengan masa depan”.
Misi “Amal, kata Khaleej Times, menjadi momen yang menentukan bagi dunia Arab, selain meretas jalan untuk ekspedisi tak terhindarkan UEA ke masa depan bermotor teknologi.
“Amal” tak hanya membantu menjawab sejumlah pertanyaan mengenai Mars dan mengapa gas hidrogen serta oksigen hilang di angkasanya selama satu tahun Mars, namun juga memberikan pesan optimisme kepada warga Arab dan kaum muslim di seluruh dunia guna mengikuti jejak UEA dalam mengadopsi dan mengelola teknologi.
“Go global” dalam segala hal, termasuk berinvestasi di mana pun termasuk klub-klub olah raga hebat di Eropa, UEA memang ambisius memajukan sains dan pendidikan, sampai kabinetnya diisi pula oleh seorang menteri kecerdasan buatan.
Ini juga tak lepas dari komitmen penguasa UEA, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, yang menyebut Misi Mars adalah kesaksian bagaimana spirit UEA menaklukkan kemustahilan.
Bagi Al Amiri sendiri, Misi Mars “mengajarkan kepada kami mengenai sebuah mekanisme dengan mana kami bisa mengembangkan segala talenta dan kemampuan, mentransfernya lewat berbagai tingkat kepakaran, dan yang lebih penting, mengembangkan usaha kecil yang melayani industri besar.”
Bukan hanya aspek bisnis, “Amal” juga menjadi senjata dalam membuang ekstremisme dan radikalisme.
“Wahana Mars Amal UEA menawarkan penyeimbang bagi ekstremisme di Timur Tengah dan membantu mengubah perilaku siswa dan kaum muda di kawasan ini,” kata Al Amiri yang adalah ilmuwan dan menteri yang masih berusia 34 tahun itu.
Al Amir menyebut proyek “Amal” telah mengimbuhkan nilai tambah bagi terlecutnya kaum muda UEA dan dunia Arab untuk mendalami STEM (sains, teknologi, rekayasa dan matematika).
“Kami menyaksikan adanya pergeseran besar dalam pola pikir siswa di UEA, dan berusaha keras untuk terlibat lebih dalam,” kata Al Amir. Dan ini bisa menciptakan generasi yang mampu merancang misi antariksanya sendiri dan menjadi pendorong diversifikasi ekonomi.
Tekad dan ambisi UEA dalam menguasai dan memajukan sains ini demikian besar, sampai-sampai mereka memasuki proyek koloni manusia di Mars pada 2117, dan berencana mendaratkan pesawat ruang angkasa tak berawak di Bulan pada 2024.
Di tengah ekstremisme dan radikalisme di banyak sudut dunia Islam, UEA telah memberikan warna indah nan bersemangat bahwa betapa muslim sangat memuliakan sains dan tak mau menjadi penonton dan pengguna.
UEA telah memberi tempat khusus dan sangat tinggi kepada sains di mana tak ada kemajuan yang dinikmati manusia yang tidak diperoleh tanpa sains. Sikap dan komitmen UEA ini layak ditiru siapa pun, khususnya dunia Islam termasuk Indonesia.