Palu (ANTARA) - Faham intoleransi, radikalisme, dan aksi terorisme yang ada di tengah masyarakat menjadi satu tantangan serius yang dihadapi pemerintah dalam mempertahankan eksistensi negara.

Tidak hanya memberikan ancaman terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan bernegara, gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme memberikan ancaman terhadap ideologi negara.

Oleh karena itu, pemerintah menyatakan bahwa intoleransi, radikalisme dan terorisme, bukanlah kejahatan biasa, melainkan satu gerakan kejahatan luar biasa yang harus diberantas eksistensinya.

Kasus pembantaian yang terjadi di Desa Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menjadi satu gambaran kejahatan luar biasa, yang dilakukan kelompok garis keras atau kelompok MIT pimpinan Ali Kalora.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Abdul Rakhman Baso, mengatakan, Satgas Madago Raya (Madago dalam bahasa setempat berarti damai dan satuan tugas ini sebelumnya bernama Satuan Tugas Operasi Tinombala) hingga saat ini masih memburu terduga kelompok DPO Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso.

Ia mengatakan, DPO MIT Poso yang diburu Satuan Tugas Operasi Madago Raya (gabungan TNI dan polisi), saat ini masih tersisa sebanyak 11 orang. Operasi ini dalam pelaksanaannya banyak berupa pengejaran dan penelusuran di hutan-hutan, pegunungan dan perbukitan, pemukiman penduduk yang terpencil dan sulit diakses, yang memerlukan kemampuan tempur personel pengawaknya sebagai hasil latihan keras secara militer dan simultan. 

“Kita selalu berupaya supaya mereka tidak bertambah banyak simpatisan dan sebagainya bisa kita kurangi dalam kegiatan deradikalisasi yang dilakukan dalam Operasi Madago Raya,” katanya.

Ia mengatakan, dalam pelaksanaan Operasi Madago Raya, tidak hanya perburuan terhadap terduga DPO kelompok MIT Poso itu, namun juga ada upaya pencegahan.

“Operasi Madago Raya bukan semata-mata hanya mengejar bagaimana DPO segera tertangkap, tetapi bagaimana juga mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat dan pemerintah, sehingga tidak mendukung dari pada kelompok-kelompok tersebut, dan saat ini banyak masyarakat yang membantu,” tegasnya.

Besarnya ancaman gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme, maka dibutuhkan strategi penanggulangan yang melibatkan berbagai pihak kementerian/lembaga dan badan, termasuk TNI dan polisi. 

Perihal terorisme dan upaya pemberantasan terorisme disebutkan dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 34/2004 tentang TNI. Terorisme dilihat bukan sekedar gangguan kamtibmas namun jauh lebih luas dari itu dimana radikalisme menjadi salah satu penyebab.

Untuk itulah diperlukan keterpaduan langkah, dan persamaan persepsi serta visi dan misi dalam melindungi masyarakat dan bangsa dari bahaya radikalisme dan terorisme.

Perlu Sinergitas
Penindakan menjadi satu langkah penting dalam memberantas radikalisme dan terorisme di Indonesia termasuk di wilayah Sulawesi Tengah.

Namun, pencegahan dengan berbagai strateginya tak kalah penting untuk dikedepankan oleh berbagai pihak, dalam memutus mata rantai penyebaran dan penanaman faham intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Langkah pencegahan tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan seluruh kementerian/lembaga, badan, TNI dan polisi, termasuk badan usaha, dan pers, yang ada di pusat dan daerah harus menyatukan persepsi dan bersingeri, menyusun langkah pencegahan yang sistematis dan masif.

Pemerintah telah membentuk satuan tugas pencegahan terorisme lewat sinergitas kementerian dan lembaga yang ada di pusat dan daerah.

Ketua Tim Sekretariat Sinergitas Antar Lembaga dan Kementerian, Bangbang Surono, mengemukakan satuan tugas sinergitas menjadi hal yang penting untuk memaksimalkan rencana aksi nasional program penanggulangan dan pencegahan terorisme di Sulawesi Tengah.

"Persiapan yang kita lakukan untuk memaksimalkan RAN penanggulangan terorisme pada 2021 yaitu mulai dari tingkat pusat dan daerah, dimana kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Satgas kami koordinasikan untuk menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan," kata dia.

Satgas sinergitas pusat di wakili oleh BNPT dan Kemenko Polhukam telah melakukan rapat koordinasi sinergitas pelaksanaan rencana aksi nasional penanggulangan radikalisme dan terorisme di Sulawesi Tengah, pada Kamis 25/2 2021 di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah.

Koordinasi itu, melibatkan perwakilan kementerian dan lembaga yang ada di daerah, serta melibatkan FKPT, FKUB dan FKDM.

Ia mengatakan koordinasi itu penting untuk menyamakan persepsi, visi dan misi termasuk strategi yang akan dilakukan dalam penanggulangan terorisme yang melibatkan kementerian dan lembaga di tingkat pusat dan daerah.

Hal itu, kata dia, untuk menyadarkan masyarakat bahwa masalah terorisme menjadi tanggung jawab bersama, sehingga harus menjadi prioritas utama.
"Masalah ini harus menjadi hal yang diprioritaskan dari segala hal yang prioritas," ungkapnya.

Asisten Deputi Intelijen Kemenkopolhukam, Andi M Taufik, mengemukakan rapat koordinasi tersebut untuk mengumpulkan data dan informasi pelaksanaan RAN sinergitas antar K/L program penanggulangan terorisme di wilayah Sulawesi Tengah tahun 2020 dan persiapan pelaksanaan RAN pada 2021.

Ia mengatakan, hal ini bertujuan sebagai bahan masukan kepada pimpinan dalam menentukan kebijakan terkait pelaksanaan RAN sinergitas antar kementerian/lembaga program penanggulangan terorisme di wilayah Sulawesi Tengah pada 2021.

Berkaitan dengan itu Kepala Polda Sulawesi Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Abdul Rakhman Baso, mengatakan, mereka bersinergi dengan semua pihak dalam memberantas paham radikalisme di wilayah setempat. “Kami bersinergi, karena untuk kesejahteraan, ketentraman masyarkat dan keamanan dari pada Sulteng,” kata dia.

Ia mengatakan, walaupun secara struktural dan substansi tugas pemberantasan radikalisme dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT, tetapi semua pihak harus bersama-sama bergandengan tangan untuk bagaimana pemberantasan radikalisasi in bisa capai bersama.

Baso mengatakan, Sulawesi Tengah merupakan satu daerah yang diketahui adanya oknum yang menganut paham radikalisme. "Dalam pemberantasan paham radikalisme ini, kepolisian telah melakukan berbagai upaya, di antaranya melalui kegiatan preventif, seperti edukasi, bantuan sosial dan sampai yang ujung tombak melalui Bhabinkamtibmas dan di-BKO teman-teman Bhabinsa,” katanya.

Lokus sinergitas
Terdapat wilayah-wilayah yang telah ditentukan pemerintah yang tergabung dalam satuan tugas sinergitas penanggulangan radikalisme dan terorisme, untuk melaksanakan rencana aksi nasional penanggulangan radikalisme dan terorisme 2021.

Secara nasional terdapat lima provinsi dan 26 kabupaten/kota yang menjadi lokus sinergitas pencegahan terorisme meliputi Provinsi Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan NTB.

Untuk Provinsi Sulteng daerah yang menjadi lokus tahun 2021 yakni Kota Palu, Kabupaten Poso, Parigi Moutong, Tojo Unauna dan Morowali Utara.

Ketua Tim Sekretariat Sinergitas antara Kementerian/Lembaga Bangbang Surono mengemukakan wilayah-wilayah yang menjadi lokasi fokus akan disentuh dengan berbagai program fisik dan non-fisik, mulai dari penyediaan, pemeliharaan dan peningkatan sarana-prasarana, hingga pembinaan masyarakat.

"Juga akan diikutkan dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat, ini sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran faham radikalisme dan terorisme," ungkap dia.

Misalnya, pada 2019 realisasi kegiatan sinergitas penanggulangan terorisme 425 kegiatan fisik dan non-fisik, yang dilaksanakan di Sulawesi Tengah, NTB dan Jawa Timur. Tahun 2020 realisasi program dan kegiatan sinergitas berjumlah 478 kegiatan berlangsung di tiga provinsi tersebut.

Jumlah penerima manfaat per individu dari kegiatan sinergitas itu berjumlah 1.147 orang, yang berada di 15 kabupaten/kota di tiga provinsi itu.

Olehnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengharapkan perwakilan kementerian dan lembaga yang tergabung dalam satgas sinergitas penanggulangan terorisme agar konsisten dan serius dalam mencegah tumbuh dan berkembangnya gerakan terorisme, termasuk di Sulteng.

"Harapan kami rencana aksi nasional penanggulangan terorisme di Sulawesi Tengah Tahun 2021 dapat terus berlanjut dengan harapan kementerian/lembaga dapat konsisten melaksanakan kegiatannya di Sulawesi Tengah," ucap Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng Mulyono.

Ia mengatakan Pemerintah Sulawesi Tengah mengambil langkah-langkah strategis yaitu dengan menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 2/2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 7 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42/2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial.

"Maka dari itu berdasarkan perundang-undangan tersebut, kepala daerah mulai dari gubernur sampai dengan bupati/wali kota, keterlibatan semua unsur terkait termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda, jajaran pemerintah kabupaten/kota serta semua pihak termasuk Kemenko Polhukam sangatlah dibutuhkan," katanya.

Strategi Pencegahan
Dalam pelaksanaan rencana aksi nasional penanggulangan radikalisme dan terorisme, terdapat tiga strategi yang harus dikedepankan oleh kementerian/lembaga, badan TNI-Polri serta seluruh organisasi yang tergabung dalam Satgas Sinergitas Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme.

Satgas sinergitas telah menetapkan, kontra radikalisasi, deradikalisasi dan sarana kontak sebagai tiga strategi yang dikedepankan dalam memberantas radikalisme dan terorisme.

"Iya, strategi kegiatan sinergitas antara kementerian dan lembaga mengedepankan tiga konsep, yaitu kontra radikalisasi, deradikalisasi dan sarana kontak," ucap Surono.

Ia menyampaikan strategi itu dalam rapat koordinasi pelaksanaan rencana aksi nasional penanggulangan terorisme tahun 2021, yang melibatkan kementerian dan lembaga di tingkat daerah di Sulawesi Tengah, berlangsung di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kamis.

Ia menjelaskan kontra radikalisasi ditujukan terhadap kelompok/orang pendukung, simpatisan dan masyarakat yang belum terpapar paham radikal, yaitu dengan melaksanakan program pencegahan, berupa kontra narasi, kontra propaganda, kontra ideologi.

Deradikalisasi, kata dia, segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terpapar paham-paham radikal dan/atau pro-kekerasan (napi terorisme mantan napi terorisme, keluarga dan jaringannya).

Berikutnya sarana kontak, kata dia, berupa strategi intelijen penggalangan dengan memfokuskan pada aspek pemenuhan sarana kontak yang ditujukan untuk membantu membangun, memperbaiki, mengadakan, mengoptimalkan, mendukung sarana dan fasilitas umum secara terbatas, melalui kerjasama antara BNPT, pemerintah provinsi, kementerian dan lembaga dengan mensinergitaskan program masing-masing sesuai kesepakatan dan koordinasi.
 

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024