Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menargetkan akan menyerahkan bibit vaksin (seed vaccine) Merah Putih ke industri atau pabrik vaksin pada awal 2022.
"Yang akan diserahkan ke industri adalah klon sel mamalia yang memenuhi standard cGMP (current Good Manufacturing Practice atau Cara Pembuatan Obat yang Baik)," kata Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI Wien Kusharyoto kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Klon sel mamalia tersebut dipastikan telah mampu memproduksi protein secara "stable expression" dan sudah terkarakterisasi genetik, performa dan stabilitasnya.
Performa berkaitan dengan banyak protein yang dapat dihasilkan, sedangkan stabilitas berkenaan dengan tetap mampu memproduksi jumlah protein yang serupa setelah beberapa generasi sel.
Untuk uji preklinis, produksi protein cukup dengan ekspresi transien (transient expression) dengan standar Good Laboratory Practice (GLP).
"Proteinnya otomatis perlu dipurifikasi dan dikarakterisasi juga," ujar Wien.
Jika klon sel mamalia sudah diserahkan ke industri, industri tersebut akan memproduksi proteinnya secara cGMP, diformulasi dengan adjuvan yang dipilih, untuk kemudian dilakukan uji klinis. Adjuvan yang akan digunakan harus dipertimbangkan dengan benar.
Wien mengatakan efikasi vaksin Novavax yang berbasis protein rekombinan bisa mencapai 96 persen karena adjuvant yang digunakan adalah adjuvan Novavax, yakni Matrix-M.
"Kami belum tahu apakah kandidat vaksin LIPI akan diserahkan ke Bio Farma," tutur Wien.
Menurut Wien, Bio Farma mungkin juga akan menunggu hasil uji preklinis terlebih dahulu sebelum bersedia menerimanya.
Sebelumnya, LIPI mengembangkan bibit vaksin Merah Putih dengan platform protein rekombinan fusi. Namun, vaksin rekombinan subunit COVID-19 yang dibuat LIPI berbeda dengan bibit vaksin yang sedang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
"Ada perbedaan dari segi konstruksinya, karena ketika berbicara tentang suatu vaksin atau bahan baku obat kita sering melakukan modifikasi dari sesuatu untuk meningkatkan khasiat, efek atau respons imun," kata peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sekaligus Manajer Laboratorium Bio Safety Level-3 LIPI Ratih Asmana Ningrum.
Ratih menuturkan pihaknya sudah membuat rancangan desain protein yang berbeda secara sintetik yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan respons imun apabila diberi vaksin tersebut.
"Yang akan diserahkan ke industri adalah klon sel mamalia yang memenuhi standard cGMP (current Good Manufacturing Practice atau Cara Pembuatan Obat yang Baik)," kata Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI Wien Kusharyoto kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Klon sel mamalia tersebut dipastikan telah mampu memproduksi protein secara "stable expression" dan sudah terkarakterisasi genetik, performa dan stabilitasnya.
Performa berkaitan dengan banyak protein yang dapat dihasilkan, sedangkan stabilitas berkenaan dengan tetap mampu memproduksi jumlah protein yang serupa setelah beberapa generasi sel.
Untuk uji preklinis, produksi protein cukup dengan ekspresi transien (transient expression) dengan standar Good Laboratory Practice (GLP).
"Proteinnya otomatis perlu dipurifikasi dan dikarakterisasi juga," ujar Wien.
Jika klon sel mamalia sudah diserahkan ke industri, industri tersebut akan memproduksi proteinnya secara cGMP, diformulasi dengan adjuvan yang dipilih, untuk kemudian dilakukan uji klinis. Adjuvan yang akan digunakan harus dipertimbangkan dengan benar.
Wien mengatakan efikasi vaksin Novavax yang berbasis protein rekombinan bisa mencapai 96 persen karena adjuvant yang digunakan adalah adjuvan Novavax, yakni Matrix-M.
"Kami belum tahu apakah kandidat vaksin LIPI akan diserahkan ke Bio Farma," tutur Wien.
Menurut Wien, Bio Farma mungkin juga akan menunggu hasil uji preklinis terlebih dahulu sebelum bersedia menerimanya.
Sebelumnya, LIPI mengembangkan bibit vaksin Merah Putih dengan platform protein rekombinan fusi. Namun, vaksin rekombinan subunit COVID-19 yang dibuat LIPI berbeda dengan bibit vaksin yang sedang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
"Ada perbedaan dari segi konstruksinya, karena ketika berbicara tentang suatu vaksin atau bahan baku obat kita sering melakukan modifikasi dari sesuatu untuk meningkatkan khasiat, efek atau respons imun," kata peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sekaligus Manajer Laboratorium Bio Safety Level-3 LIPI Ratih Asmana Ningrum.
Ratih menuturkan pihaknya sudah membuat rancangan desain protein yang berbeda secara sintetik yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan respons imun apabila diberi vaksin tersebut.