Jakarta (ANTARA) - Praktisi kesehatan kerja dan industri nutrisi dari Universitas Indonesia sekaligus Founder Health Collaborative Center (HCC) dr. Ray W. Basrowi mengungkapkan cara sederhana untuk mengetahui gorengan yang akan Anda beli di luar rumah sudah mengalami proses pemasakan dengan minyak berulang atau tidak.
"Kalau jajan, belinya jangan dari depan. Pakai mekanisme observasi dari belakang (lihat belanga dan minyak yang digunakan untuk menggoreng)," kata dia dalam sebuah acara daring, Minggu.
Selain itu, menurut dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, Juwalita Surapsari, rasa gorengan dari minyak yang sudah dipakai berulang kali cenderung akan berbeda. Selain itu, bila hidangan itu digoreng dengan tepung, maka warnanya akan lebih gelap.
"Dan karena digunakan berulang-ulang (biasanya) ada sisa gorengan sebelumnya," tutur dia.
Dia mengatakan, proses memasak dengan cara menggoreng memang populer di masyarakat, salah satunya karena waktu memasak yang lebih singkat sehingga makanan cepat matang ketimbang proses masak lain semisal mengukus. Ini juga ada kaitannya pola hidup masyarakat yang dituntut serba cepat.
Belum lagi gorengan dengan minyak berkali-kali pakai terasa lebih enak, merangsang saraf nafsu makan dan semakin banyak asupannya maka semakin membuat seseorang ketagihan.
Di sisi lain, hidangan ini sendiri sulit dilepaskan dari kuliner Indonesia karena rasanya enak dan memang disukai masyarakat. Gorengan bahkan sudah menjadi bagian cross cultural food image. Dampaknya, membutuhkan waktu beberapa generasi atau sekitar 75 tahun untuk mengubah perilaku masyarakat terkait menyantap gorengan.
Padahal, konsumsi kalori tinggi yang salah satunya berasal dari makanan yang digoreng menjadi penyebab dominan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular, selain perilaku merokok dan kondisi obesitas.
Sebuah studi yang dilakukan Vanessa Oddo bersama koleganya dan dipublikasikan dalam jurnal BMJ pada tahun 2019 lalu memperlihatkan, meningkatnya kasus penyakit tidak menular berhubungan dengan pola makan dan sumber makanan.
Studi lainnya, yang melibatkan 107.000 orang wanita berusia 50-79 tahun di Amerika Serikat menunjukkan, konsumsi setidaknya satu porsi gorengan per hari memiliki kemungkinan 8 persen lebih tinggi untuk menghadapi kematian dini dibandingkan mereka yang tidak makan gorengan apa pun.
Para penyuka gorengan juga memiliki peluang 8 persen lebih tinggi untuk mengalami kematian khususnya karena penyakit kardiovaskular.
Dari sisi jenis, ayam goreng dan ikan goreng lebih terkait erat dengan kematian dini daripada gorengan lainnya seperti kentang goreng, kerupuk, keripik tortilla, dan makanan ringan lainnya.
Asisten profesor epidemiologi di University of Iowa College of Public Health sekaligus penulis studi, Wei Bao, seperti dikutip dari Time mengatakan, kekuatan hubungan ini mungkin karena orang-orang lebih banyak mengonsumsi ayam atau ikan goreng.
Alasan lainnya, karena perbedaan cara pembuatan makanan tersebut. Misalnya, banyak restoran menggunakan kembali minyak saat mereka memasak makanan seperti ayam goreng, yang menurut Bao dapat meningkatkan jumlah produk sampingan berbahaya yang dipindahkan ke makanan.
Ilustrasi (Pixabay)
Solusi
Walau begitu, bukan berarti Anda harus memusuhi minyak karena zat ini merupakan kendaraan untuk menempelnya mikronutrien terutama vitamin A, D, E dan K. Asupan harian lemak salah satunya berasal dari minyak setidaknya 5 sendok makan.
Kemudian, apabila Anda ingin makan gorengan, buat sendiri di rumah, karena bisa sembari mengontrol jenis minyak yang Anda gunakan.
Minyak zaitun, kedelai, dan minyak kanola pilihan bagus karena mengandung tinggi asam lemak Omega-3 yang menyehatkan jantung, menurut profesor bidang ilmu dan teknologi makanan di Ohio State University Food Innovation Center, Ken Lee.
Selain itu, jangan pernah menggunakan kembali minyak saat Anda menggoreng. Mulailah menggoreng dengan minyak baru dan setelah selesai menggoreng, gunakan handuk kertas untuk merendam minyak berlebih dari makanan.
Untuk mengurangi kadar akrilamida (yang menyebabkan kanker), jangan biarkan gorengan Anda menjadi terlalu cokelat. Trik lainnya, menyimpan kentang pada suhu ruangan, bukan di lemari es.
"Saat kentang disimpan di lemari es, menghasilkan lebih banyak gula, dan gula menghasilkan lebih banyak akrilamida," kata Lee seperti dikutip dari laman WebMD.
Akrilamida sendiri telah terbukti dalam penelitian hewan menyebabkan kanker. Ketika makanan dimasak dengan panas yang sangat tinggi, asam amino yakni asparagine dalam makanan bereaksi dengan gula untuk menghasilkan akrilamida. Bahan kimia ini bisa terbentuk di banyak hidangan yang digoreng tetapi umumnya terkandung pada kentang yang tinggi gula seperti fruktosa dan glukosa.
Seberapa banyak Anda menggoreng makanan juga penting. "Semakin gelap makanannya, semakin banyak akrilamida yang ada. Keripik kentang cenderung berwarna kehitaman, kentang goreng, atau ayam goreng yang lebih gelap akan memiliki lebih banyak akrilamida," kata Lee.
Menurut Lee, apabila Anda sehat, makan gorengan yang mengandung akrilamida dalam jumlah sedang mungkin tidak berbahaya. Namun, apabila Anda memiliki riwayat keluarga kanker, maka Anda perlu menyadari berapa banyak gorengan yang Anda konsumsi.
Selain itu, ada sejumlah trik pengolahan makanan akan membuat Anda menikmati rasa dan tekstur makanan yang digoreng. Ubi jalar dengan minyak zaitun dan panggang di oven bisa menjadi salah satu contohnya.
Anda tidak harus berhenti makan gorengan, tetapi sebaiknya batasi agar tidak berlebihan. Makan kentang goreng sesekali bisa menjadi suguhan dari makanan harian Anda, tetapi tambahkan salad sayuran daripada burger, untuk meningkatkan nutrisi dalam makanan Anda.
"Kalau jajan, belinya jangan dari depan. Pakai mekanisme observasi dari belakang (lihat belanga dan minyak yang digunakan untuk menggoreng)," kata dia dalam sebuah acara daring, Minggu.
Selain itu, menurut dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia, Juwalita Surapsari, rasa gorengan dari minyak yang sudah dipakai berulang kali cenderung akan berbeda. Selain itu, bila hidangan itu digoreng dengan tepung, maka warnanya akan lebih gelap.
"Dan karena digunakan berulang-ulang (biasanya) ada sisa gorengan sebelumnya," tutur dia.
Dia mengatakan, proses memasak dengan cara menggoreng memang populer di masyarakat, salah satunya karena waktu memasak yang lebih singkat sehingga makanan cepat matang ketimbang proses masak lain semisal mengukus. Ini juga ada kaitannya pola hidup masyarakat yang dituntut serba cepat.
Belum lagi gorengan dengan minyak berkali-kali pakai terasa lebih enak, merangsang saraf nafsu makan dan semakin banyak asupannya maka semakin membuat seseorang ketagihan.
Di sisi lain, hidangan ini sendiri sulit dilepaskan dari kuliner Indonesia karena rasanya enak dan memang disukai masyarakat. Gorengan bahkan sudah menjadi bagian cross cultural food image. Dampaknya, membutuhkan waktu beberapa generasi atau sekitar 75 tahun untuk mengubah perilaku masyarakat terkait menyantap gorengan.
Padahal, konsumsi kalori tinggi yang salah satunya berasal dari makanan yang digoreng menjadi penyebab dominan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular, selain perilaku merokok dan kondisi obesitas.
Sebuah studi yang dilakukan Vanessa Oddo bersama koleganya dan dipublikasikan dalam jurnal BMJ pada tahun 2019 lalu memperlihatkan, meningkatnya kasus penyakit tidak menular berhubungan dengan pola makan dan sumber makanan.
Studi lainnya, yang melibatkan 107.000 orang wanita berusia 50-79 tahun di Amerika Serikat menunjukkan, konsumsi setidaknya satu porsi gorengan per hari memiliki kemungkinan 8 persen lebih tinggi untuk menghadapi kematian dini dibandingkan mereka yang tidak makan gorengan apa pun.
Para penyuka gorengan juga memiliki peluang 8 persen lebih tinggi untuk mengalami kematian khususnya karena penyakit kardiovaskular.
Dari sisi jenis, ayam goreng dan ikan goreng lebih terkait erat dengan kematian dini daripada gorengan lainnya seperti kentang goreng, kerupuk, keripik tortilla, dan makanan ringan lainnya.
Asisten profesor epidemiologi di University of Iowa College of Public Health sekaligus penulis studi, Wei Bao, seperti dikutip dari Time mengatakan, kekuatan hubungan ini mungkin karena orang-orang lebih banyak mengonsumsi ayam atau ikan goreng.
Alasan lainnya, karena perbedaan cara pembuatan makanan tersebut. Misalnya, banyak restoran menggunakan kembali minyak saat mereka memasak makanan seperti ayam goreng, yang menurut Bao dapat meningkatkan jumlah produk sampingan berbahaya yang dipindahkan ke makanan.
Solusi
Walau begitu, bukan berarti Anda harus memusuhi minyak karena zat ini merupakan kendaraan untuk menempelnya mikronutrien terutama vitamin A, D, E dan K. Asupan harian lemak salah satunya berasal dari minyak setidaknya 5 sendok makan.
Kemudian, apabila Anda ingin makan gorengan, buat sendiri di rumah, karena bisa sembari mengontrol jenis minyak yang Anda gunakan.
Minyak zaitun, kedelai, dan minyak kanola pilihan bagus karena mengandung tinggi asam lemak Omega-3 yang menyehatkan jantung, menurut profesor bidang ilmu dan teknologi makanan di Ohio State University Food Innovation Center, Ken Lee.
Selain itu, jangan pernah menggunakan kembali minyak saat Anda menggoreng. Mulailah menggoreng dengan minyak baru dan setelah selesai menggoreng, gunakan handuk kertas untuk merendam minyak berlebih dari makanan.
Untuk mengurangi kadar akrilamida (yang menyebabkan kanker), jangan biarkan gorengan Anda menjadi terlalu cokelat. Trik lainnya, menyimpan kentang pada suhu ruangan, bukan di lemari es.
"Saat kentang disimpan di lemari es, menghasilkan lebih banyak gula, dan gula menghasilkan lebih banyak akrilamida," kata Lee seperti dikutip dari laman WebMD.
Akrilamida sendiri telah terbukti dalam penelitian hewan menyebabkan kanker. Ketika makanan dimasak dengan panas yang sangat tinggi, asam amino yakni asparagine dalam makanan bereaksi dengan gula untuk menghasilkan akrilamida. Bahan kimia ini bisa terbentuk di banyak hidangan yang digoreng tetapi umumnya terkandung pada kentang yang tinggi gula seperti fruktosa dan glukosa.
Seberapa banyak Anda menggoreng makanan juga penting. "Semakin gelap makanannya, semakin banyak akrilamida yang ada. Keripik kentang cenderung berwarna kehitaman, kentang goreng, atau ayam goreng yang lebih gelap akan memiliki lebih banyak akrilamida," kata Lee.
Menurut Lee, apabila Anda sehat, makan gorengan yang mengandung akrilamida dalam jumlah sedang mungkin tidak berbahaya. Namun, apabila Anda memiliki riwayat keluarga kanker, maka Anda perlu menyadari berapa banyak gorengan yang Anda konsumsi.
Selain itu, ada sejumlah trik pengolahan makanan akan membuat Anda menikmati rasa dan tekstur makanan yang digoreng. Ubi jalar dengan minyak zaitun dan panggang di oven bisa menjadi salah satu contohnya.
Anda tidak harus berhenti makan gorengan, tetapi sebaiknya batasi agar tidak berlebihan. Makan kentang goreng sesekali bisa menjadi suguhan dari makanan harian Anda, tetapi tambahkan salad sayuran daripada burger, untuk meningkatkan nutrisi dalam makanan Anda.