Palu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) menyatakan hak keperdataan penyintas gempa, tsunami dan likuefaksi atas tanah yang terdampak bencana 28 September 2018 silam tidak berubah.
"Hak keperdataan warga atas lahan mereka yang terdampak gempa dan likuefaksi tetap melekat kepada masing-masing warga," ungkap Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sulteng Syaifullah Djafar di Palu, Senin.
Saifullah mengemukakan hak keperdataan warga penyintas atas tanah tidak berubah atau tetap melekat pada warga pemilik tanah, meski tanah/lahan tersebut berada dalam lokasi likuefaksi, atau terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi.
"Tanah itu tetap hak milik mereka meski terdampak bencana gempa dan likuefaksi," ucap dia.
Hanya saja, kata dia, dalam pemanfaatan atas tanah/lahan eks gempa dan likuefaksi, harus mengacu dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal itu.
Karena lahan yang terdampak likuefaksi atau eks likuefaksi dikategorikan sebagai lahan yang masuk dalam kawasan zona merah. Kawasan zona merah atau zona rawan bencana tidak dimungkinkan untuk dilakukan pembangunan baru.
"Tanah itu hak milik tetap melekat, hanya saja dalam pemanfaatannya akan mengikuti aturan-aturan yang ada dalam ketentuan perundangan salah satunya peraturan daerah tentang tata ruang wilayah," ujarnya.
"Jadi hak keperdataan atas tanah tetap melekat, hanya saja pemanfaatannya mengikuti RTRW atau rencana detail tata ruang," katanya menambahkan.
Saifullah menguraikan penataan ruang yang diatur melalui Peraturan Daerah Tentang tata Ruang Wilayah (RTRW) itu hanya mengatur pembagian atau menjadi arahan pemanfaatan ruang atau sebagai ketentuan dalam pemanfaatan ruang.
Mengenai hak keperdataan warga atas tanah eks likuefaksi merupakan satu sisi tersendiri, dan RTRW juga menjadi sisi tersendiri yang tidak membatasi hak keperdataan warga.
"Hak keperdataan warga atas lahan mereka yang terdampak gempa dan likuefaksi tetap melekat kepada masing-masing warga," ungkap Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sulteng Syaifullah Djafar di Palu, Senin.
Saifullah mengemukakan hak keperdataan warga penyintas atas tanah tidak berubah atau tetap melekat pada warga pemilik tanah, meski tanah/lahan tersebut berada dalam lokasi likuefaksi, atau terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi.
"Tanah itu tetap hak milik mereka meski terdampak bencana gempa dan likuefaksi," ucap dia.
Hanya saja, kata dia, dalam pemanfaatan atas tanah/lahan eks gempa dan likuefaksi, harus mengacu dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal itu.
Karena lahan yang terdampak likuefaksi atau eks likuefaksi dikategorikan sebagai lahan yang masuk dalam kawasan zona merah. Kawasan zona merah atau zona rawan bencana tidak dimungkinkan untuk dilakukan pembangunan baru.
"Tanah itu hak milik tetap melekat, hanya saja dalam pemanfaatannya akan mengikuti aturan-aturan yang ada dalam ketentuan perundangan salah satunya peraturan daerah tentang tata ruang wilayah," ujarnya.
"Jadi hak keperdataan atas tanah tetap melekat, hanya saja pemanfaatannya mengikuti RTRW atau rencana detail tata ruang," katanya menambahkan.
Saifullah menguraikan penataan ruang yang diatur melalui Peraturan Daerah Tentang tata Ruang Wilayah (RTRW) itu hanya mengatur pembagian atau menjadi arahan pemanfaatan ruang atau sebagai ketentuan dalam pemanfaatan ruang.
Mengenai hak keperdataan warga atas tanah eks likuefaksi merupakan satu sisi tersendiri, dan RTRW juga menjadi sisi tersendiri yang tidak membatasi hak keperdataan warga.