Palu (ANTARA) - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Palu, Ansyar Sutiadi mengungkapkan banyak peserta didik yang menikah dini selama pemberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring di Ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut.

"Penyebabnya karena aktivitas peserta didik yang tidak dapat dikontrol selama mengikuti PJJ daring. Ini berdasarkan hasil peninjauan di lapangan dengan mengunjungi sekolah dan peserta didik serta laporan berbagai pihak termasuk orang tua peserta didik," katanya kepada ANTARA di Palu, Kamis.

Selain menikah dini, lanjutnya, sebagian besar peserta didik tidak dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum pendidikan sesuai jenjang pendidikannya akibatnya minimnya alokasi waktu belajar selama PJJ daring.

Baca juga: Belajar daring bukanlah alasan abaikan batasan "screen time" untuk anak

Ansyar mengatakan persoalan tersebut tidak hanya terjadi di Palu saja, tapi dari laporan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim persoalan itu juga terjadi hampir di semua daerah di Indonesia yang menerapkan PJJ daring.

"Contohnya anak saya sendiri saat ini sudah masuk kelas 1 SD. Sampai sekarang dia tidak bisa mencapai atau memenuhi kompetensi dasar untuk jenjang pendidikan SD kelas 1. Sedang jika belajar tatap muka belum tentu dapat memenuhi kompetensi dasar apalagi PJJ daring," ucapnya.

Masalah lain yang cukup mengkhawatirkan yaitu dampak negatif PJJ daring terhadap psikologi peserta didik.

Baca juga: Kemenag Sulteng sosialisasikan aplikasi khusus belajar daring madrasah

Ia mengaku banyak peserta didik dan orang tua yang frustasi dan stres mengikuti PJJ daring yang telah berlangsung sejak tahun 2020. Jika dibiarkan terus menerus dikhawatirkan akan berdampak terhadap kepribadian peserta didik.

"Mereka (peserta didik) pegang smartphone bukan untuk belajar daring tapi hanya main game. Selain itu antar peserta didik tidak saling mengenal satu sama lain apalagi dengan gurunya," ucapnya.

Oleh sebab itu, Ansyar menyatakan pembelajaran tatap muka menjadi solusi satu-satunya untuk mengatasi persoalan tersebut. Tentunya dengan menerapkan protokol pendidikan berbasis protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran COVID-19 secara ketat.

Baca juga: Alasan anak lebih aman belajar dari rumah selama pandemi COVID-19

Ia menyatakan semua sekolah mulai jenjang PAUD hingga SMP siap melaksanakan pembelajaran tatap muka di masa pandemi COVID-19.

Semua sekolah telah memenuhi standar protokol pendidikan berbasis protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran COVID-19.

Diantaranya, menyediakan sarana pencuci tangan atau wastafel, alat pengukur suhu tubuh, hand sanitizer, masker, pembatasan kapasitas ruang belajar mengajar untuk diisi oleh peserta didik hingga hanya menjadi 50 persen dari kapasitas ruangan.

Selain menyediakan sarana dan prasarananya, Ansyar menambahkan pihaknya juga telah memberikan pembekalan dan pemahaman kepada orang tua peserta didik, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan tentang tata cara melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol pendidikan berbasis prokes secara ketat di masa pandemi.

"Kami juga sudah beberapa kali mengadakan simulasi pembelajaran tatap muka sehingga dari hasil simulasi itu sehingga kami yakin dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka meski memang saat ini Palu masuk zona merah penyebaran COVID-19," tambahnya.

Baca juga: Kemenag Sulteng belum berlakukan belajar tatap muka bagi madrasah

Meski demikian, ia menerangkan pihaknya tidak memaksa peserta didik jika tetap tidak ingin mengikuti pembelajaran tatap muka.

Oleh sebab itu, Disdikbud Palu menyiapkan formulir kesediaan peserta didik mengikuti pembelajaran tatap muka yang diisi oleh orang tua peserta didik.

"Tapi kami kembali kepada keputusan Wali Kota Palu apakah memutuskan melaksanakan pembelajaran tatap muka atau tetap menunda dulu hingga Palu keluar dari zona merah," ucapnya.


Pewarta : Muhammad Arshandi
Editor : Adha Nadjemudin
Copyright © ANTARA 2024