Palu (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) menegaskan mengawal kasus asusila yang melibatkan oknum kapolsek berinisial IDGN di Kabupaten Parigi Moutong hingga putusan inkrah di pengadilan.
Menurut dia, kasus asusila di Parigi jangan hanya berhenti di sidang etik kepolisian atau berhenti di mediasi, karena jelas dalam kasus tersebut terdapat unsur pidana, sehingga perlu dikawal ke meja persidangan umum hingga tuntas.
Sebab, peristiwa itu tentu sangat merusak citra Presisi kepolisian sebagai salah satu lembaga penegak hukum dan pengayom masyarakat, apalagi yang bersangkutan melekat jabatan kepala kepolisian sektor (kapolsek), lalu di tengah masyarakat saat ini sudah timbul isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Salah satu meredam isu SARA adalah pihak kepolisian betul-betul penegakan hukum harus dilakukan secara transparan, dengan begitu mudah-mudahan masyarakat bisa tenang, kami juga mengimbau masyarakat agar tetap bersabar menunggu proses hukum," ujar Sofyan.
Ia menambahkan, dalam penanganan kasus tersebut pemerintah daerah setempat juga perlu melibatkan instansi teknis terkait, seperti Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk menenangkan masyarakat supaya tidak menimbulkan gejolak.
Lalu, melibatkan Dinas perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam rangka pendampingan terhadap psikososial korban.
"Negosiasi misalnya, hanya sebatas pemberian santunan kepada korban. Tetapi untuk proses hukum tetap berjalan," kata dia menambahkan.
Ombudsman menilai, kasus tersebut sangat sensitif, dan bila Polda Sulteng tidak melakukan penanganan dengan serius, hal ini bisa jadi menimbulkan kerusuhan, oleh karena itu isu SARA harus secepatnya diredam dan jangan sampai membias.
"Komisi Yudisial menelepon saya meminta Ombudsman RI Perwakilan Sulteng mengawal kasus asusila ini, artinya kasus ini sangat sensitif dan kami berharap masyarakat tetap bersabar, dan saat ini oknum polisi IDGN sudah dibebastugaskan dari jabatannya," demikian Sofyan.
"Kami menggunakan hak inisiatif Ombudsman mengawal kasus ini sampai proses hukum di pengadilan hingga putusan inkrah," kata Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sulteng Sofyan Farid Lembah yang dihubungi di Palu, Selasa petang.
Menurut dia, kasus asusila di Parigi jangan hanya berhenti di sidang etik kepolisian atau berhenti di mediasi, karena jelas dalam kasus tersebut terdapat unsur pidana, sehingga perlu dikawal ke meja persidangan umum hingga tuntas.
Sebab, peristiwa itu tentu sangat merusak citra Presisi kepolisian sebagai salah satu lembaga penegak hukum dan pengayom masyarakat, apalagi yang bersangkutan melekat jabatan kepala kepolisian sektor (kapolsek), lalu di tengah masyarakat saat ini sudah timbul isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Salah satu meredam isu SARA adalah pihak kepolisian betul-betul penegakan hukum harus dilakukan secara transparan, dengan begitu mudah-mudahan masyarakat bisa tenang, kami juga mengimbau masyarakat agar tetap bersabar menunggu proses hukum," ujar Sofyan.
Ia menambahkan, dalam penanganan kasus tersebut pemerintah daerah setempat juga perlu melibatkan instansi teknis terkait, seperti Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk menenangkan masyarakat supaya tidak menimbulkan gejolak.
Lalu, melibatkan Dinas perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam rangka pendampingan terhadap psikososial korban.
"Negosiasi misalnya, hanya sebatas pemberian santunan kepada korban. Tetapi untuk proses hukum tetap berjalan," kata dia menambahkan.
Ombudsman menilai, kasus tersebut sangat sensitif, dan bila Polda Sulteng tidak melakukan penanganan dengan serius, hal ini bisa jadi menimbulkan kerusuhan, oleh karena itu isu SARA harus secepatnya diredam dan jangan sampai membias.
"Komisi Yudisial menelepon saya meminta Ombudsman RI Perwakilan Sulteng mengawal kasus asusila ini, artinya kasus ini sangat sensitif dan kami berharap masyarakat tetap bersabar, dan saat ini oknum polisi IDGN sudah dibebastugaskan dari jabatannya," demikian Sofyan.