Jakarta (ANTARA) - "Teka-Teki Tika" merupakan film fitur panjang keenam garapan sutradara dan penulis Ernest Prakasa, yang tayang jelang akhir tahun 2021 ini di bioskop Indonesia.

Berkisah tentang Budiman (Ferry Salim) dan Sherly (Jenny Zhang) yang tengah merayakan ulang tahun pernikahan di rumah megah mereka. 

Arnold (Dion Wiyoko), Laura (Eriska Rein), Andre (Morgan Oey), dan Jane (Tansri Kemala) datang untuk merayakan sembari berakhir pekan. Mereka tengah berbahagia juga karena Budiman akan mendapatkan proyek besar dari pemerintah.

Tapi, suasana makan malam yang hangat mendadak terganggu oleh kehadiran seorang perempuan misterius.

Perempuan itu, Tika (Sheila Dara Aisha), mengaku sebagai anak kandung Budiman. Maksud kedatangannya, adalah meminta ganti rugi karena selama ini sudah ditelantarkan. Siapa sebenarnya Tika? Apa yang ia inginkan dari keluarga ini? "Teka-Teki Tika" (2021). (ANTARA/HO)

Bisa dibilang, "Teka-Teki Tika" merupakan genre dan cerita yang baru dari Ernest yang lekat dengan film drama komedi yang mengocok perut penontonnya.

Premis cerita yang ditawarkan menarik, mengingat cukup jarang mengusung genre drama-misteri, dan dikemas dengan cukup ringan.

Cerita yang seharusnya diusung dengan "menegangkan" karena kehadiran Tika yang misterius, rasanya bisa diimbangi dengan elemen humor khas sutradara-komika ini, dan juga berada di tempat dan momen yang tepat.

"Sebagai seniman yang tentunya ingin selalu berkembang dan mengeksplorasi diri, saya memiliki kerinduan untuk bermain-main di luar zona nyaman yang selama ini saya kuasai betul setiap ceruknya. Akhirnya, hadirlah 'Teka-Teki Tika', sebuah eksperimen saya mengeksekusi cerita dengan genre yang jauh berbeda dari semua project film yang pernah saya kerjakan sebelumnya," kata Ernest dalam jumpa pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.



Bicara tentang penceritaan tentu tak lepas dari peran para pemainnya. Untuk "Teka-Teki Tika" sendiri, sang tokoh utama yaitu Tika yang diperankan oleh Sheila Dara Aisha, sangat mencuri perhatian.

Tak hanya ini merupakan peran yang begitu baru untuk disaksikan dari seorang Sheila, ia juga menyuguhkan akting yang terasa total dan nyata. Di beberapa adegan / scene, mungkin penonton akan dibuat terkejut dengan performa Sheila di film ini.

Tokoh utama yang kuat juga perlu diimbangi dengan penampilan para peran pendukung lainnya. Penampilan lain yang cukup membekas adalah Jane (Tansri Kemala) dan Andre (Morgan Oey).

Keduanya berhasil menyuguhkan humor dan celetukan ringan yang tak jarang membuat penonton tertawa dari balik masker mereka. Dan sebagai pendatang baru, Tansri Kemala terbilang baik dalam memerankan karakter komedik di film pertamanya ini.

Dinamika Andre (Morgan Oey) dan Arnold (Dion Wiyoko) yang merupakan kakak-beradik juga memberikan warna dan bumbu tersendiri dalam cerita. Pun dengan ayah dan ibu yang diperankan oleh Ferry Salim dan Jenny Zhang.

Walaupun cerita fokus ke dalam drama keluarga, agaknya tokoh-tokoh di dalam keluarga ini sedikit kurang memberikan rasa atau keintiman tersendiri bagi penonton -- sedikit membuat para tokoh ini terasa kurang mengikat dan "jauh" secara emosional di beberapa adegan dan babak.

Bagaimana pun, secara keseluruhan, para pemeran telah melakukan kinerja yang baik untuk mencoba melengkapi satu sama lain sesuai dengan karakter dan watak yang mereka perankan.

Beralih ke sisi visual, tak diragukan lagi film ini memiliki desain produksi yang cantik. Gambar demi gambar yang dihadirkan sangat memanjakan mata terutama dengan tone warna-warna bumi nan hangat dan mewah seperti cokelat.

Tone warna dan palet warna ini memberikan kesan vintage, mewah, dan hangat bagi para penonton selama film berlangsung.

Penggunaan warna itu didukung pula dengan penataan dekoratif set lokasi yang bisa dibilang didominasi di satu tempat saja yaitu rumah keluarga Budiman.

Berbeda dengan pendekatan di film-film sebelumnya, kali ini, Ernest memberikan gaya editing yang cenderung lebih cepat -- yang tentu saja diharapkan dapat meningkatkan intensitas dalam penceritaan.

Didukung pula dengan penggunaan efek suara dan lagu tema guna menyajikan nuansa misteri dan "thrill"-nya agar bisa didapatkan oleh audiens selagi menyaksikan film tersebut.

Setelah menebak-nebak kemana cerita film ini akan berlabuh, siapa sebenarnya Tika, penonton akan diberikan teka-teki baru lainnya, dan cenderung "terbuka" untuk di-inpretasikan.

Seperti layaknya film-film Ernest sebelumnya, sang pembuat film berusaha menyuguhkan pesan melalui film "Teka-Teki Tika". Anda bisa menangkap pesan tersebut dengan pendekatan sederhana khas Ernest, terutama di babak ketiga film ini.

Secara keseluruhan, "Teka-Teki Tika" memiliki elemen-elemen drama, misteri, dan komedi yang terbilang "baru" baik dari sang pembuat film maupun para pemerannya.

Dengan pendekatan yang tidak terlalu rumit, agaknya film ini dapat menjadi pilihan bagi Anda yang ingin menonton film drama keluarga yang cukup menyegarkan ini di bioskop bersama kerabat dan keluarga di musim liburan ini.

"Teka-Teki Tika", yang sebelumnya telah tayang di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2021 ini, juga akan tayang di bioskop Indonesia mulai hari ini, Kamis (23 Desember 2021).
 

Pewarta : Arnidhya Nur Zhafira
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024