Jakarta (ANTARA) - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto meminta kepolisian melakukan rekonstruksi untuk mengetahui gambaran kondisi di lapangan terkait keputusan Bripka H melepaskan tembakan saat unjuk rasa penolakan tambang di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Bripka H, bintara Polres Parigi Moutong ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa unjuk rasa penolakan tambang di Parigi Moutong yang menewaskan satu orang warga sipil awal Februari lalu.

"Perlu dilakukan rekonstruksi untuk mengetahui gambaran kondisi di lapangan sehingga yang bersangkutan (Bripka H) memutuskan melepaskan tembakan. Apakah tembakan tersebut tembakan peringatan, tapi salah arah (ke arah yang tidak aman) atau memang untuk melumpuhkan," kata Benny, saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Benny menyebutkan, Kompolnas ikut memantau perkembangan penanganan kasus unjuk rasa yang menewaskan satu warga sipil di Parigi Moutong.
 

Menurut dia, dari keterangan yang disampaikan oleh Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah, bahwa anggota Polri yang terlibat pengamanan unjuk rasa di wilayah tidak menggunakan senjata api, sebagai mana diatur dalam SOP pengamanan unjuk rasa.

Namun dalam peristiwa tersebut, satu warga meninggal dunia akibat tembakan. Lalu kepolisian setempat melakukan uji balistik untuk mengetahui siapa pemilik senjata api tersebut.

Hasil uji forensik dan uji balistik yang dilaksanakan oleh Polda Sulawesi Tengah terhadap senjata api milik anggota polisi yang melakukan pengamanan unjuk rasa yang terjadi pada tanggal 12 Februari lalu, ditemukan identik dengan anak peluru proyektil pembanding yang ditembakkan dari senjata organik pistol HS-9 dengan nomor seri H239748 atas nama pemegang Bripka H.

Begitu juga hasil uji DNA dari sampel darah yang ditemukan di proyektil dengan darah korban hasilnya identik.

"Dengan temuan ini maka dapat dibuktikan bahwa Bripka H melanggar 'SOP' karena membawa senjata dengan peluru tajam dan melepaskan tembakan sehingga ada korban," tutur Benny.

Purnawirawan jenderal bintang dua Polri itu menambahkan, apabila penyelidikan dan penyidikan telah selesai, maka kasus tersebut akan terungkap dengan jelas, dan publik dapat mengetahui peristiwa yang sebenarnya.

Benny juga mengapresiasi langkah cepat Kapolda Sulawesi Tengah dan Kapolres Parigi Moutong yang bergerak cepat mengungkap kasus tersebut, sehingga pertanyaan publik dapat dijawab.

'Penanganan kasus memang memerlukan waktu karena harus memeriksa seluruh anggota yang terlibat penanganan unjuk rasa berikut senjatanya," ujarnya.


Pewarta : Laily Rahmawaty
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024