"The Jungle Book" bercerita tentang Mowgli, anak manusia yang tinggal di hutan bersama kawanan serigala.
Kisahnya mirip Tarzan. Bedanya Mowgli bukanlah anak Eropa yang terdampar di hutan Afrika, tetapi anak India yang terdampar di belantara Hindustan.
Rudyard Kipling (1865-1936), yang melalui masa kecil di India dan menganggap dirinya sebagai Anglo-India (warga Inggris yang ada di India), menulis kisah tentang Mowgli untuk putrinya Josephine, yang meninggal dunia karena pneunomia pada usia enam tahun.
Film "The Jungle Book" menuturkan pengembaraan Mowgli (Neel Sethi), anak manusia yang tertinggal di hutan karena ayahnya terbunuh oleh seorang harimau bernama Shere Khan (Idris Elba).
Sebelum terbunuh, sang ayah sempat menyerang Shere Khan dengan obor api sehingga Mowgli terbebas dari terkaman sang harimau.
Mowgli ditemukan oleh seekor macan kumbang bernama Bagheera (Ben Kingsley), yang lantas membawanya ke klan serigala pimpinan Akela (Giancarlo Esposito) yang kemudian mengasuhnya.
Sementara Shere Khan yang menyimpan dendam pada ayah Mowgli karena merusak sebagian wajahnya masih terus mengincar Mowgli yang berada di dalam lindungan kawanan serigala.
Setelah beranjak dewasa, Mowgli yang tidak ingin kawanan serigala pengasuhnya diserang Shere Khan memutuskan untuk pergi ke desa-manusia.
Dengan bimbingan Bagheera, Mowgli mengembara menuju desa manusia. Namun Shere Khan mengendus kepergiannya. Dia berupaya menyerang Mowgli tapi Bagheera menggagalkannya dan Mowgli berhasil melarikan diri dengan kumpulan kerbau liar.
Setelah terpisah dengan Bagheera, Mowgli sempat tersesat dan bimbang.
Sebagai anak manusia dia sadar bahwa dia harus berada dalam kawanan manusia supaya aman. Namun hidup dalam asuhan serigala di hutan juga telah membuatnya menganggap hutan sebagai rumah dan tempat tinggal sejatinya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah sebagai manusia dia bisa menempatkan diri dengan tepat di antara para penghuni hutan?
Efek visual
Film "The Jungle Book" telah dibuat dalam beberapa versi, antara lain versi kartun bikinan Walt Disney Pictures tahun 1967, serta film petualangan non-animasi tahun 1994.
Pada versi tahun 2016, "The Jungle Book" menggabungkan film yang menggunakan aktor nyata dengan efek visual berteknologi CGI tingkat tinggi seperti yang digunakan dalam film "Avatar" dan "Life of Pi".
Hasilnya sangat tidak mengecewakan. Film itu bisa membuat penonton seakan ikut menjelajahi rimba bersama Mowgli dan kawan-kawannya meski keseluruhan pengambilan gambar dilakukan di dalam studio film di Los Angeles.
Awalnya, sang sutradara John Favreau ingin melakukan pengambilan gambar di tengah hutan sungguhan agar gambar yang ada lebih nyata, namun studio berhasil meyakinkan dia untuk menggunakan mekanisme pencitraan lewat komputer atau CGI.
Selain itu, sang sutradara juga memperhatikan detil jenis hewan yang ditampilkan dalam film.
Sosok King Louie (Christopher Walken) yang dalam kisah aslinya adalah orangutan dalam film diubah menjadi Gigantoputhecus karena orangutan berasal dari Indonesia, bukan India yang menjadi latar film.
Sebagai dongeng anak, film berdurasi 105 menit itu berhasil menggabungkan kekuatan gambar yang nikmat dipandang dengan kisah yang penuh pesan moral yang dituturkan tanpa kesan menggurui.
Kisahnya mirip Tarzan. Bedanya Mowgli bukanlah anak Eropa yang terdampar di hutan Afrika, tetapi anak India yang terdampar di belantara Hindustan.
Rudyard Kipling (1865-1936), yang melalui masa kecil di India dan menganggap dirinya sebagai Anglo-India (warga Inggris yang ada di India), menulis kisah tentang Mowgli untuk putrinya Josephine, yang meninggal dunia karena pneunomia pada usia enam tahun.
Film "The Jungle Book" menuturkan pengembaraan Mowgli (Neel Sethi), anak manusia yang tertinggal di hutan karena ayahnya terbunuh oleh seorang harimau bernama Shere Khan (Idris Elba).
Sebelum terbunuh, sang ayah sempat menyerang Shere Khan dengan obor api sehingga Mowgli terbebas dari terkaman sang harimau.
Mowgli ditemukan oleh seekor macan kumbang bernama Bagheera (Ben Kingsley), yang lantas membawanya ke klan serigala pimpinan Akela (Giancarlo Esposito) yang kemudian mengasuhnya.
Sementara Shere Khan yang menyimpan dendam pada ayah Mowgli karena merusak sebagian wajahnya masih terus mengincar Mowgli yang berada di dalam lindungan kawanan serigala.
Setelah beranjak dewasa, Mowgli yang tidak ingin kawanan serigala pengasuhnya diserang Shere Khan memutuskan untuk pergi ke desa-manusia.
Dengan bimbingan Bagheera, Mowgli mengembara menuju desa manusia. Namun Shere Khan mengendus kepergiannya. Dia berupaya menyerang Mowgli tapi Bagheera menggagalkannya dan Mowgli berhasil melarikan diri dengan kumpulan kerbau liar.
Setelah terpisah dengan Bagheera, Mowgli sempat tersesat dan bimbang.
Sebagai anak manusia dia sadar bahwa dia harus berada dalam kawanan manusia supaya aman. Namun hidup dalam asuhan serigala di hutan juga telah membuatnya menganggap hutan sebagai rumah dan tempat tinggal sejatinya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah sebagai manusia dia bisa menempatkan diri dengan tepat di antara para penghuni hutan?
Efek visual
Film "The Jungle Book" telah dibuat dalam beberapa versi, antara lain versi kartun bikinan Walt Disney Pictures tahun 1967, serta film petualangan non-animasi tahun 1994.
Pada versi tahun 2016, "The Jungle Book" menggabungkan film yang menggunakan aktor nyata dengan efek visual berteknologi CGI tingkat tinggi seperti yang digunakan dalam film "Avatar" dan "Life of Pi".
Hasilnya sangat tidak mengecewakan. Film itu bisa membuat penonton seakan ikut menjelajahi rimba bersama Mowgli dan kawan-kawannya meski keseluruhan pengambilan gambar dilakukan di dalam studio film di Los Angeles.
Awalnya, sang sutradara John Favreau ingin melakukan pengambilan gambar di tengah hutan sungguhan agar gambar yang ada lebih nyata, namun studio berhasil meyakinkan dia untuk menggunakan mekanisme pencitraan lewat komputer atau CGI.
Selain itu, sang sutradara juga memperhatikan detil jenis hewan yang ditampilkan dalam film.
Sosok King Louie (Christopher Walken) yang dalam kisah aslinya adalah orangutan dalam film diubah menjadi Gigantoputhecus karena orangutan berasal dari Indonesia, bukan India yang menjadi latar film.
Sebagai dongeng anak, film berdurasi 105 menit itu berhasil menggabungkan kekuatan gambar yang nikmat dipandang dengan kisah yang penuh pesan moral yang dituturkan tanpa kesan menggurui.