Parigi, Sulteng (ANTARA) -
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, meminta aparatur sipil negara (ASN) di daerah setempat agar menjaga netralitas dari politik praktis mulai dari tahapan hingga hari pemungutan suara pada Pemilu serentak 2024.
 
"ASN harus memiliki integritas sebagai seorang aparatur sebagai bagian dari perangkat pelayan publik, maka sudah sepatutnya patuh terhadap aturan dan perundang-undangan yang berlaku," kata Herma Saputra, Anggota Bawaslu Parigi Moutong saat memaparkan materinya pada sosialisasi implementasi peraturan dan non peraturan Bawaslu tentang netralitas ASN, di Parigi, Senin (17/10).
 
Menurut dia, netralitas ASN sangat penting dalam proses demokrasi di negeri ini, sebab aparatur merupakan salah satu perangkat yang rentan terhadap pelanggaran kode etik hingga pidana dalam penyelenggaraan pesta demokrasi.
 
Meski pun secara aturan, pegawai negeri memiliki hak konstitusi memilih, namun ada batasan-batasan yang harus di patuhi sebagai mana Pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang aparatur sipil negara bahwa, pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
 
"Data pelanggaran netralitas ASN pada pemilu maupun pilkada tahun 2018 hingga 2020, Bawaslu Parigi Moutong menangani empat kasus, dan kami berharap pada pemilu 2024 nanti ada ASN melanggar aturan," ujar Herman yang juga Koordinator Divisi Hukum, Informasi, Data dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Parigi Moutong.
 
Ia menurutkan, sejumlah faktor dapat mempengaruhi netralitas pegawai negeri sipil pada perhelatan pesta demokrasi salah satunya kepentingan politik yang memiliki hubungan kekerabatan atau keluarga, sehingga menimbulkan politik identitas, termasuk dimanfaatkan sebagai "tukar guling" promosi jabatan.
 
Ia juga meminta pegawai pemerintah bijak menggunakan media sosial, karena media sosial sangat multi fungsi, apalagi di tahun politik kanal tersebut cenderung digunakan sebagai salah satu sarana mempromosikan figur tertentu mengikuti kontestasi pemilu.
 
"Menyukai maupun mengomentari unggahan di media sosial harus berhati-hati. Pelanggaran bisa saja timbul karena hanya sekedar menyukai atau membalas komentar unggahan figur politik. Ini hanya sepele, tetapi dampaknya bisa menimbulkan sanksi," tutur Herman.
 
Di kesempatan itu, Bawaslu juga meminta masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) memberikan edukasi kepada pegawai atas netralitas supaya pemilu berlangsung dengan hikmat tanpa diwarnai tindakan pelanggaran.
 
"Pemerintah juga telah memperkuat aturan tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilu. Aturan itu ditegaskan dalam surat keputusan bersama (SKB) Menpan-RB, Mendagri, kepala BKN, ketua KSN dan Bawaslu RI," demikian Harman.

Pewarta : Mohamad Ridwan
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024