Palu (ANTARA) -
Siti Rofiqa (29) salah satu peserta BPJS Kesehatan segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) mengaku telah menjalani cuci darah sejak lima tahun yang lalu.
 
Dia mengungkapkan, awalnya dia didiagnosa menderita hipertensi yang selanjutnya kemudian dinyatakan menderita sakit ginjal kronis, yang mengharuskan Siti untuk menjalani hemodialisa.
 
Hemodialisis merupakan metode cuci darah yang dibantu dengan mesin, metode ini umumnya dilakukan pada pengobatan pasien yang mengalami kerusakan ginjal.
 
Prosedur cuci darah ini akan membantu mengontrol tekanan darah dan menyeimbangkan kadar mineral penting, seperti kalium dan natrium dalam darah.
 
“Awalnya saya sering mengalami pusing dan sakit kepala, karena keseringan terjadi, akhirnya orang tua saya membawa saya untuk melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan saya menderita hipertensi. Waktu itu tekanan darah saya mencapai 250/150 milimeter merkuri (mmHG). Kata dokter, tekanan darah tinggi saya yang tidak terkendali menjadi salah satu penyebab adanya gangguan pada fungsi ginjal,” tutur Siti saat ditemui di ruangan layanan hemodialisa di salah satu rumah sakit Kota Palu, Senin (15/5).
 
Menurut Siti, sudah pasti diperlukan biaya yang tidak sedikit setiap kali melakukan cuci darah. Untuk tarif normal, pasien harus membayar biaya sekitar satu jutaan untuk sekali cuci darah. Biaya tersebut belum termasuk biaya lainnya apabila diperlukan obat-obatan tambahan atau perawatan tambahan di rumah sakit. 
 
Sebagai pasien yang rutin cuci darah, Siti merasa sangat bersyukur karena seluruh biaya perawatan dan cuci darah yang dia jalani sejak usia 24 tahun hingga sekarang, dijamin oleh BPJS Kesehatan.
 
Bagi Siti, biaya cuci darah yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan melallui Program JKN sangat jauh lebih besar dibandingkan dengan iuran JKN yang dibayarkannya setiap bulan, apalagi dia melakukan cuci darah dua kali seminggu dan sudah berlangsung sekitar lima tahun terakhir.
 
“Mungkin kurang lebih sudah sekitar 400 kali saya menjalani cuci darah. Jika saya harus membayar secara tunai pasti akan sangat terasa berat. Awalnya saya juga sangat khawatir, saya tidak ingin membebani orang tua, namun kekhawatiran itu hilang saat saya tahu bahwa program ini menanggung penuh biaya cuci darah sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ungkap Siti.
 
Siti kemudian menyampaikan, Program JKN ini mungkin tidak begitu penting bagi sebagian orang khususnya orang yang masih sehat, namun sebaliknya bagi dirinya dan pasien pasien cuci darah lainnya, program ini sangat berarti karena menyangkut keberlangsungan hidup.   
 
“Selama saya menjalani cuci darah di Rumah Sakit Undata Palu ini, saya merasa nyaman, dokter dan perawatnya ramah, prosedurnya juga tidak ribet. Saya tidak pernah merasa didiskriminasikan, justru mereka lah yang selalu memberikan semangat agar tetap kuat menjalani pengobatan,” kata Siti.
 
Siti tidak memungkiri, kadang dirinya juga merasa lelah dengan kondisi kesehatannya, namun dengan melihat semangat keluarga yang selalu mendampinginya, dirinya harus bangkit dan terus berjuang. Dia pun mengucapkan rasa terima kasihnya kepada masyarakat yang rutin membayar iuran, karena berkat iuran dari peserta yang sehat, dirinya bisa terus dijamin oleh Program JKN tanpa ada kendala. Dia menilai, melalui program ini dirinya benar-benar merasakan kehadiran pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakatnya.
 
“Saya berharap agar pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit dapat terus ditingkatkan, sehingga semakin banyak masyarakat yang terbantu. Jangan ragu untuk datang ke fasilitas kesehatan apabila sakit, yang penting kepesertaannya aktif dan sesuai prosedur pasti akan dilayani. Apalagi saat ini lebih mudah lagi, hanya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), masyarakat sudah dapat mengakses layanan yang penting kepesertaannya aktif,” tutup Siti. (tm/nh)

Pewarta : -
Editor : Mohamad Ridwan
Copyright © ANTARA 2024