Jakarta (ANTARA) - Analis Mata Uang Lukman Leong menyatakan pelemahan rupiah, karena investor masih anxious dan cenderung wait and see menjelang data penting inflasi Amerika Serikat (AS) malam ini, dan Federal Open Market Committee (FOMC) besok, Rabu (14/6).
"Namun, pelemahan rupiah akan terbatas dan mungkin bisa rebound di sesi kemudian, didukung oleh permintaan SBN (Surat Berharga Negara) yang masih kuat, tercermin dari imbal hasil obligasi Indonesia yg masih turun. Hari ini, rupiah diperkirakan akan bergerak dalam kisaran sempit Rp14.800-Rp14,900 per dolar AS," kata dia, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, inflasi utama di AS diperkirakan turun ke kisaran 4,1 persen year on year (yoy). The Fed sendiri diduga takkan menaikkan suku bunga pada besok, Rabu (14/6).
"Rupiah berpotensi akan kembali menguat setelah kedua data tersebut (muncul)," ujar Lukman.
Melihat dari domestik, investor disebut akan mengantisipasi data perdagangan Indonesia yang diperkirakan akan kembali surplus besar 3 miliar dolar AS.
Senada, Analis ICDX Revandra Aritama menganggap sentimen pasar terkait rupiah vs dolar AS masih menunggu hasil rapat FOMC.
"Banyak kabar yang menyebut potensi The Fed untuk menahan nilai suku bunga cukup besar, mengingat nilai suku bunga saat ini cukup tinggi dan kondisi ekonomi internal AS yang dikabarkan kurang baik. Jika benar hasil rapat FOMC menahan nilai suku bunga, maka rupiah memiliki peluang untuk menguat cukup besar mengingat faktor fundamental ekonomi Indonesia cukup baik," kata Revandra.
Gubernur Bank Indonesia (BI) disebut juga telah menyebutkan faktor yang menyebabkan peluang rupiah menguat cukup besar, yaitu pertumbuhan ekonomi tanah air yang tinggi, inflasi yang terkendali, pembayaran cadangan devisa yang relatif rendah, dan imbal hasil obligasi dan aset keuangan yang menarik.
"Namun, pelemahan rupiah akan terbatas dan mungkin bisa rebound di sesi kemudian, didukung oleh permintaan SBN (Surat Berharga Negara) yang masih kuat, tercermin dari imbal hasil obligasi Indonesia yg masih turun. Hari ini, rupiah diperkirakan akan bergerak dalam kisaran sempit Rp14.800-Rp14,900 per dolar AS," kata dia, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, inflasi utama di AS diperkirakan turun ke kisaran 4,1 persen year on year (yoy). The Fed sendiri diduga takkan menaikkan suku bunga pada besok, Rabu (14/6).
"Rupiah berpotensi akan kembali menguat setelah kedua data tersebut (muncul)," ujar Lukman.
Melihat dari domestik, investor disebut akan mengantisipasi data perdagangan Indonesia yang diperkirakan akan kembali surplus besar 3 miliar dolar AS.
Senada, Analis ICDX Revandra Aritama menganggap sentimen pasar terkait rupiah vs dolar AS masih menunggu hasil rapat FOMC.
"Banyak kabar yang menyebut potensi The Fed untuk menahan nilai suku bunga cukup besar, mengingat nilai suku bunga saat ini cukup tinggi dan kondisi ekonomi internal AS yang dikabarkan kurang baik. Jika benar hasil rapat FOMC menahan nilai suku bunga, maka rupiah memiliki peluang untuk menguat cukup besar mengingat faktor fundamental ekonomi Indonesia cukup baik," kata Revandra.
Gubernur Bank Indonesia (BI) disebut juga telah menyebutkan faktor yang menyebabkan peluang rupiah menguat cukup besar, yaitu pertumbuhan ekonomi tanah air yang tinggi, inflasi yang terkendali, pembayaran cadangan devisa yang relatif rendah, dan imbal hasil obligasi dan aset keuangan yang menarik.