Bondowoso (ANTARA) - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, yang akrab dengan panggilan JK, mengungkapkan definisi atau penyebab lelah dalam mengerjakan atau menekuni sesuatu.

Sebagaimana diceritakan oleh Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA Irfan Junaidi, saat memberi sambutan pada sosialisasi dan paparan produk pemberitaan PSO bersama tim Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) di Surabaya, beberapa waktu lalu, lelah, menurut JK, adalah ketika hati dan pikiran tidak nyambung.

Secara sederhana, hati adalah bagian dari diri manusia yang bertugas mengolah rasa, sedangkan pikiran merupakan aspek dari jiwa yang bertugas menganalisis berbagai kemungkinan pada masa depan dan menganalisis fakta masa lalu.

Secara agama, manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, yang mana pikiran menjadi poin utama dari kesempurnaan ciptaan itu.

Hanya saja-- kelebihan manusia dibanding makhluk lainnya-- karena dibekali pikiran atau kecerdasan, itu akan menjadi sumber petaka bagi manusia jika tidak mendayagunakan pikiran secara proporsional.

Karena itu pikiran harus diselaraskan atau diharmonikan dengan pasangannya, yakni hati. Lebih lengkapnya hati nurani. Penyelarasan ini menjadi sangat bermakna bagi masyarakat modern saat yang hampir seluruh kehidupannya berpacu dengan waktu. Kita dihadapkan dengan target-target, yang membawa kita pada kondisi stres.

Pikiran yang cenderung liar, sering dianalogikan seperti monyet yang sering melompat kemana-mana. Secara umum pikiran itu bergerak dalam rentang waktu, ke belakang atau masa lalu dan ke masa depan.

Pergerakan ke depan dan ke belakang dari pikiran itu memunculkan rasa khawatir dan takut. Ketika itulah seseorang biasanya akan merasa capai atau lelah.

Pikiran yang rumit itu berpengaruh pada kondisi tubuh yang juga akan mudah lelah, bahkan jika tubuh tidak mampu mengakomodasi beratnya pikiran akan jatuh pada keadaan sakit. Jika tubuh sakit maka akan berpengaruh pada produktivitas. Alih-alih bisa memenuhi target, yang terjadi justru semua menjadi berantakan.

Beberapa saran dan cara dapat dilakukan jika seseorang masuk pada keadaan lelah agar tidak merambat ke kondisi stres. Solusi itu, antara lain,  beristirahat atau mengunjungi tempat-tempat indah yang mampu memberi asupan pada jiwa sehingga pikiran kembali segar.

Namun, pilihan hijrah ke tempat indah itu juga tidak steril dari risiko. Biasanya, memindahkan tubuh dan pikiran ke tempat lain itu hanya mampu mengobati rasa lelah sesaat.

Setelah kita menikmati suasana di tempat rekreasi, pulang kembali ke rumah, kemudian memulai aktivitas rutin, justru memunculkan rasa lelah baru yang juga tidak mudah untuk diatasi.

Apalagi jika di tempat rekreasi itu, dana yang dikeluarkan tidak sesuai dengan alokasi dan rencana awal. Pikiran akan kembali ke keadaan terbebani oleh masalah finansial.


Meditasi

Ikhtiar mengharmonikan pikiran dan hati bisa dilakukan dengan meditasi atau praktik yoga, dan sejenisnya. Pilihan ini boleh dikatakan sebagai upaya yang tanpa risiko asal mendapat pendampingan dari ahlinya. Saat ini, praktik meditasi dan yoga sudah menjamur di berbagai lokasi.

Meditasi adalah cara menyatukan kembali antara pikiran dengan hati. Lewat meditasi, pikiran dilatih untuk tidak melompat-lompat lagi. Lewat meditasi, pikiran diajak mendengarkan kata hati, sehingga ada waktu untuk beristirahat. Meditasi dan sejenisnya mengajak pikiran untuk berjeda dengan tekanan keadaan.

Salah satu kelebihan dari meditasi ini adalah tidak mensyaratkan waktu dan tempat tertentu. Praktik olah jiwa ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Beberapa praktisi meditasi yang mengaitkan dengan spiritual mengajarkan bahwa meditasi tidak harus dilakukan dengan duduk diam di suatu tempat dan waktu tertentu, kemudian memusatkan perhatian agar pikiran tidak berkelana.

Meditasi dengan panduan yang mengharuskan pelakunya mengikuti petunjuk harus duduk dengan posisi tubuh tegak dan lainnya, justru digolongkan sebagai masih latihan meditasi.

Meditasi yang sesungguhnya adalah bagaimana pikiran kita selalu berada di sini dan saat ini, dikenal dengan istilah "di sini kini". Praktik ini bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Bahkan, termasuk saat seseorang sedang berkendara. Cukup menyadari bahwa kita sedang berkendara. Atau saat kita berjalan, jaga kesadaran bahwa kita sedang berjalan. Nikmati dan sadari dengan apa yang sedang kita lakukan. Bisa juga saat kita mengerjakan sesuatu di kantor dengan tetap menjaga kesadaran akan aktivitas yang kita kerjakan itu.

Metode lain, namun sejalan dengan menyadari keadaan saat ini dan di sini, adalah menyadari masuk dan keluarnya napas. Dengan menyadari masuk keluarnya napas, maka pikiran tidak lagi akan sibuk menganalisa. Bagi Muslim, praktik ini bisa digabung dengan sambil berzikir, saat merasakan keluar masuknya napas.


Dengan basmalah

Jika dalam pembahasan di atas posisi pikiran dengan hati itu berada dalam relasi selaras maka kita tidak mudah lelah. Dengan berpijak pada ajaran agama, hubungan kedua elemen (pikiran dan hati) dalam diri manusia lebih cenderung ke relasi "kuasa" antara satu dengan lainnya.

Agama Islam mengajarkan agar setiap mengerjakan sesuatu kita diingatkan untuk membaca basmalah. Pemaknaan "bismillahirrahmanirrahim" sebagai "Atas nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang", menjadi berkorelasi dengan bertemunya antara pikiran dengan hati.

Jika dalam relasi kesetaraan mengingatkan adanya keselarasan, maka dalam bingkai basmalah dengan pemaknaan "atas nama Allah", maka pikiran diajak untuk tunduk kepada hati.

Dengan pikiran tunduk pada hati, kemudian kita memulai semua kegiatan dengan niat atas nama Allah, maka motif mendapatkan sesuatu (hasil dari pekerjaan pikiran) atau tidak ikhlas dalam mengerjakan sesuatu itu akan sirna. Niat atas nama Allah itu menjadi semacam booster, energi penguat yang besar, untuk mengerjakan sesuatu dengan penuh riang dan gembira.

Dengan energi basmalah, kita tidak mudah lelah menghadapi berbagai rintangan, yang jika dihadapi dengan pikiran akan mengajak kita untuk berhitung hanya dalam bingkai untung rugi. Dengan menundukkan pikiran pada hati atau menyelaraskan keduanya, semua aktivitas dapat dijalani dengan kondisi jiwa raga yang prima sehingga produktivitas tetap terjaga.

Meskipun demikian, mengistirahatkan tubuh tetap diperlukan agar kita tidak terjebak dalam praktik fatalis terkait berbagai pilihan di atas, yakni meditasi, penundukan pikiran pada hati dan lainnya.


 

Pewarta : Masuki M. Astro
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024