Jakarta (ANTARA) - Pakar spesialis dalam dari Kelompok Staf Medis Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Dr. dr. Hamzah Shatri, SpPD, K-Psi, MEpid, mengatakan mengambil napas dalam lalu mengeluarkan perlahan adalah metode relaksasi sederhana mengurangi kecemasan.
"Mengambil napas dalam, mengeluarkan perlahan, membuat tubuh menjadi rileks, membuat sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai macam alat-alat yang ada di tubuh menjadi stabil sehingga keseimbangan kembali," ujar Hamzah dalam diskusi yang digelar RSCM - ILUNI FKUI secara daring, Selasa.
Menurut Hamzah, seseorang yang dilanda cemas juga bisa melakukan bentuk-bentuk relaksasi lainnya. Namun, sambung dia, umumnya individu memiliki coping mechanism atau strategi koping, yakni strategi seseorang ketika menghadapi perasaan tak nyaman seperti stres dan cemas misalnya dengan mendengarkan musik.
Di sisi lain, menerapkan pola hidup sehat termasuk berolahraga sesuai kemampuan juga mampu mengurangi kecemasan karena meningkatkan endorfin.
"Kita melakukan pola hidup sehat meliputi olahraga, makan makanan yang baik dan teratur, tidak mengonsumsi yang mudah menimbulkan kecemasan seperti kopi, kebiasaan merokok. Ada zat-zat yang menstimulasi timbulnya kecemasan. Kafein itu stimulan," kata Hamzah menjelaskan.
Hamzah menuturkan, dalam menangani cemas, seseorang tak hanya dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis jiwa namun juga pakar penyakit dalam karena karena ada keluhan seperti mudah lelah, sulit tidur, sulit konsentrasi, berdebar-debar, perut kurang nyaman, nyeri perut dan lainnya.
"Kemudian dilakukan diagnosis ternyata ini lebih banyak berhubungan dengan cemas, emosi negatif, karena organnya sendiri mungkin bagus tapi timbul gejala fisik yang didasari masalah psikologis, disebut penyakit psikosomatik fungsional," tutur dia.
Untuk menetapkan diagnosis, dokter umumnya melakukan wawancara, kemudian melakukan pemeriksaan fisik terkait apa yang dikeluhkan termasuk memeriksa organ-organ pasien. Dokter juga bisa meminta pasien menjalani pemeriksaan penunjang baik laboratorium, tes darah, yang diperlukan sesuai keluhan.
Hamzah menambahkan, penyakit psikosomatik yang bersumber dari cemas sangat banyak di masyarakat, apalagi di tengah berbagai macam masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sayangnya mereka yang berobat pada kondisi awal-awal sangat sedikit, kemungkinan masih malu mengungkapkan kondisinya.
"Mungkin pengetahuan mengenai cemas perlu ditingkatkan sehingga banyak yang bisa tertangani oleh tenaga medis atau sendiri," kata dia yang menekankan pengobatan cemas tidak sekedar obat, tetapi, juga mengatasi sumber masalahnya.
"Mengambil napas dalam, mengeluarkan perlahan, membuat tubuh menjadi rileks, membuat sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai macam alat-alat yang ada di tubuh menjadi stabil sehingga keseimbangan kembali," ujar Hamzah dalam diskusi yang digelar RSCM - ILUNI FKUI secara daring, Selasa.
Menurut Hamzah, seseorang yang dilanda cemas juga bisa melakukan bentuk-bentuk relaksasi lainnya. Namun, sambung dia, umumnya individu memiliki coping mechanism atau strategi koping, yakni strategi seseorang ketika menghadapi perasaan tak nyaman seperti stres dan cemas misalnya dengan mendengarkan musik.
Di sisi lain, menerapkan pola hidup sehat termasuk berolahraga sesuai kemampuan juga mampu mengurangi kecemasan karena meningkatkan endorfin.
"Kita melakukan pola hidup sehat meliputi olahraga, makan makanan yang baik dan teratur, tidak mengonsumsi yang mudah menimbulkan kecemasan seperti kopi, kebiasaan merokok. Ada zat-zat yang menstimulasi timbulnya kecemasan. Kafein itu stimulan," kata Hamzah menjelaskan.
Hamzah menuturkan, dalam menangani cemas, seseorang tak hanya dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis jiwa namun juga pakar penyakit dalam karena karena ada keluhan seperti mudah lelah, sulit tidur, sulit konsentrasi, berdebar-debar, perut kurang nyaman, nyeri perut dan lainnya.
"Kemudian dilakukan diagnosis ternyata ini lebih banyak berhubungan dengan cemas, emosi negatif, karena organnya sendiri mungkin bagus tapi timbul gejala fisik yang didasari masalah psikologis, disebut penyakit psikosomatik fungsional," tutur dia.
Untuk menetapkan diagnosis, dokter umumnya melakukan wawancara, kemudian melakukan pemeriksaan fisik terkait apa yang dikeluhkan termasuk memeriksa organ-organ pasien. Dokter juga bisa meminta pasien menjalani pemeriksaan penunjang baik laboratorium, tes darah, yang diperlukan sesuai keluhan.
Hamzah menambahkan, penyakit psikosomatik yang bersumber dari cemas sangat banyak di masyarakat, apalagi di tengah berbagai macam masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sayangnya mereka yang berobat pada kondisi awal-awal sangat sedikit, kemungkinan masih malu mengungkapkan kondisinya.
"Mungkin pengetahuan mengenai cemas perlu ditingkatkan sehingga banyak yang bisa tertangani oleh tenaga medis atau sendiri," kata dia yang menekankan pengobatan cemas tidak sekedar obat, tetapi, juga mengatasi sumber masalahnya.