Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menggiatkan patroli siber untuk mengatasi peredaran informasi bohong atau hoaks seusai pemungutan suara dalam pemilihan umum serentak tahun 2024.
"Patroli siber kita tingkatkan untuk mengantisipasi hoaks pasca-pemilu, yang diprediksi akan terus muncul selama sepekan dua pekan ke depan," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Usman menyampaikan bahwa tim Satuan Tugas Anti Hoaks berkolaborasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam melaksanakan patroli siber.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mengoperasikan mesin pengais konten negatif guna menangkal penyebaran konten-konten negatif di internet.
Mesin yang disebut automatic identification system (AIS) digunakan untuk mencari konten siber negatif serta hoaks supaya bisa dicegah peredarannya.
Usman mengimbau masyarakat segera melapor jika mendapati informasi yang tidak benar di sosial media dan platform digital yang lain.
"Konten yang terindikasi hoaks ya segera laporkan, akan kami pelajari. Apabila benar hoaks ya kita akan take down," ujarnya.
Pemerintah mengimbau warga untuk membantu mencegah peredaran hoaks agar tahapan proses pemilihan umum dapat berjalan dengan baik.
"Sudah saatnya kita bersatu lagi, jangan menyebarkan hoaks karena menjauhkan kita dari persatuan dan menciptakan perpecahan di masyarakat," kata Usman.
Menurut data Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Januari 2024 ada temuan 227 hoaks perihal pemilu 2024.
Hoaks terkait pemilu 2024 yang ditemukan antara lain perihal dukungan tokoh, instansi, kementerian/lembaga, dan organisasi masyarakat ke pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu, dukungan pejabat negara kepada pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden tertentu, dan manipulasi gambar atau foto dukungan bagi calon peserta pemilihan presiden dan wakil presiden.
Selain itu, ada hoaks soal pernyataan tokoh maupun calon peserta pemilu terkait isu suku, ras, agama, dan antar-golongan; penyelenggaraan pemilu; instansi penyelenggara pemilu; penambahan periode jabatan presiden; deklarasi dukungan bagi peserta pemilihan presiden; pasangan peserta pemilihan presiden dan wakil presiden; bantuan sosial semasa kampanye; dukungan aparat penegak hukum pada peserta pemilu; serta kejadian dalam debat calon presiden dan wakil presiden.
"Patroli siber kita tingkatkan untuk mengantisipasi hoaks pasca-pemilu, yang diprediksi akan terus muncul selama sepekan dua pekan ke depan," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Usman menyampaikan bahwa tim Satuan Tugas Anti Hoaks berkolaborasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam melaksanakan patroli siber.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mengoperasikan mesin pengais konten negatif guna menangkal penyebaran konten-konten negatif di internet.
Mesin yang disebut automatic identification system (AIS) digunakan untuk mencari konten siber negatif serta hoaks supaya bisa dicegah peredarannya.
Usman mengimbau masyarakat segera melapor jika mendapati informasi yang tidak benar di sosial media dan platform digital yang lain.
"Konten yang terindikasi hoaks ya segera laporkan, akan kami pelajari. Apabila benar hoaks ya kita akan take down," ujarnya.
Pemerintah mengimbau warga untuk membantu mencegah peredaran hoaks agar tahapan proses pemilihan umum dapat berjalan dengan baik.
"Sudah saatnya kita bersatu lagi, jangan menyebarkan hoaks karena menjauhkan kita dari persatuan dan menciptakan perpecahan di masyarakat," kata Usman.
Menurut data Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Januari 2024 ada temuan 227 hoaks perihal pemilu 2024.
Hoaks terkait pemilu 2024 yang ditemukan antara lain perihal dukungan tokoh, instansi, kementerian/lembaga, dan organisasi masyarakat ke pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu, dukungan pejabat negara kepada pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden tertentu, dan manipulasi gambar atau foto dukungan bagi calon peserta pemilihan presiden dan wakil presiden.
Selain itu, ada hoaks soal pernyataan tokoh maupun calon peserta pemilu terkait isu suku, ras, agama, dan antar-golongan; penyelenggaraan pemilu; instansi penyelenggara pemilu; penambahan periode jabatan presiden; deklarasi dukungan bagi peserta pemilihan presiden; pasangan peserta pemilihan presiden dan wakil presiden; bantuan sosial semasa kampanye; dukungan aparat penegak hukum pada peserta pemilu; serta kejadian dalam debat calon presiden dan wakil presiden.