Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat 1.703 orang terduga teroris ditangkap sepanjang tahun 2018 hingga Oktober 2024 serta terdapat peningkatan aktivitas siber terkait dengan ekstremisme kekerasan sebanyak 43.204 konten dalam kurun waktu yang sama.
Berbagai aktivitas tersebut, kata dia, terjadi di tengah fenomena penurunan serangan teroris di Indonesia hingga mencapai nol kasus penyerangan teroris atau zero terrorist attack sepanjang tahun 2023 sampai 2024.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman ekstremisme saat ini masuk pada masa inkubasi yang menuntut kesiapsiagaan seluruh pihak," kata Kepala BNPT Komjen Pol. Eddy Hartono dalam acara Publikasi I-KHUB BNPT CT/VE Outlook 2024 dan Peta Jalan Komstra PE di Jakarta, Selasa.
Maka dari itu, BNPT menginisiasi Peta Jalan Komunikasi Strategis Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (Komstra PE) untuk membangun peranan kementerian dan lembaga dalam konteks komunikasi strategis pencegahan dan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing.
Komjen Pol. Eddy mengatakan bahwa upaya itu untuk memastikan respons cepat, tepat, dan akurat dalam merespons segala isu serta mengomunikasikan segala kebijakan strategis pemerintah terkait dengan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kerasan yang mengarah pada terorisme.
Merespons berbagai ancaman risiko ke depan, dia berpendapat bahwa perlu perubahan paradigma yang berfokus pada upaya pencegahan dan keamanan insani sehingga pencegahan terorisme ke depan cenderung melalui pemberdayaan masyarakat dan kelompok rentan serta terdampak.
Hal tersebut, sambung Komjen Pol. Eddy, akan pula secara langsung berkontribusi pada pembangunan manusia dan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang tergambar dalam rancangan Peraturan Presiden pada Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) fase kedua.
Kepala BNPT mengajak seluruh komponen negara untuk meningkatkan komitmen dan menyamakan paradigma terhadap urgensi ancaman penyalahgunaan ruang siber untuk ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme serta memaksimalkan koordinasi antarlembaga.
Ia berharap komponen negara bisa mengoptimalkan pemutusan akses atau takedown terhadap berbagai konten yang mengarah pada pencobaan paham radikal terorisme, aktif berkolaborasi dan memberdayakan masyarakat melalui literasi dalam program pencegahan, serta menjalin kemitraan dengan pihak swasta dan penyedia jasa platform digital.
"Ini semua untuk mewujudkan ruang siber yang bebas dari ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme," ucap dia.