Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Kanker (RSK) Dharmais, Jakarta, dr Mariska Pangaribuan mengatakan 88 persen pasien kanker paru meninggal pada tahun yang sama pada saat kankernya ditemukan.
"Sekitar 88 persen pasien kanker paru yang ditemukan akan meninggal pada tahun yang sama, sehingga bebannya kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien kanker," katanya dalam diskusi mengenai kanker paru yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Mariska mengungkapkan hal tersebut diakibatkan oleh keterlambatan kedatangan pasien kanker paru untuk berobat, yang umumnya pasien kanker paru baru berobat setelah berada dalam stadium lanjut.
Kondisi tersebut, lanjutnya, diakibatkan ketiadaan gejala awal yang dirasakan oleh pasien kanker paru.
"Kalau gejalanya sudah muncul biasanya stadiumnya sudah lanjut atau seringkali malah dia (sel kanker) sudah menyebar ke tempat lain yang menyebabkan gejala terlebih dahulu," ucapnya.
"Masalah kanker paru adalah gejalanya itu biasanya datang terlambat. Selain gejala terlambat, gejalanya juga bisa bersamaan dengan penyakit-penyakit paru lainnya seperti penyakit infeksi," tambahnya.
Mariska menjelaskan prinsip pengobatan kanker disesuaikan dengan tingkat keparahan kanker yang dibagi ke dalam empat stadium. Pada kanker paru stadium satu, ukuran tumor masih relatif kecil dan masih belum melibatkan kelenjar getah bening sehingga masih memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan kemungkinan bertahan dalam dua tahun di atas 85 persen, dan kemungkinan bertahan dalam lima tahun di atas 66 persen.
Pada stadium dua, sambungnya, ukuran tumor sudah membesar dan melibatkan kelenjar getah bening yang berada di sekitarnya, dengan kemungkinan bertahan dalam dua tahun di atas 64 persen dan kemungkinan bertahan dalam lima tahun di atas 47 persen.
"Kalau masih stadium satu, dua, sampai tiga A, kita menyebutnya masih stadium D, dan pengobatan bisa sampai optimal. Namun, yang sangat disayangkan, pengalaman kami di Rumah Sakit Kanker Dharmais, pasien itu datang di stadium lanjut. Hampir semuanya datang di stadium empat atau tiga D," ujarnya.
Untuk itu Mariska menganjurkan kepada masyarakat untuk tidak merokok, karena merokok merupakan faktor risiko terbesar dari kanker paru, serta melakukan skrining untuk mengetahui adanya kanker sejak dini agar agar penyakit tersebut bisa disembuhkan.
Hal senada dikemukakan Menkes Budi Gunadi Sadikin. "Pesan saya untuk masyarakat, jangan takut untuk skrining dan periksa kanker, karena itu masalah," katanya.
Menkes Budi menilai menunda-nunda pemeriksaan kanker justru akan menyebabkan penyakit kanker menjadi semakin parah, semakin kecil peluang kesembuhannya, serta semakin banyak menghabiskan biaya.
"Sekitar 88 persen pasien kanker paru yang ditemukan akan meninggal pada tahun yang sama, sehingga bebannya kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien kanker," katanya dalam diskusi mengenai kanker paru yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Mariska mengungkapkan hal tersebut diakibatkan oleh keterlambatan kedatangan pasien kanker paru untuk berobat, yang umumnya pasien kanker paru baru berobat setelah berada dalam stadium lanjut.
Kondisi tersebut, lanjutnya, diakibatkan ketiadaan gejala awal yang dirasakan oleh pasien kanker paru.
"Kalau gejalanya sudah muncul biasanya stadiumnya sudah lanjut atau seringkali malah dia (sel kanker) sudah menyebar ke tempat lain yang menyebabkan gejala terlebih dahulu," ucapnya.
"Masalah kanker paru adalah gejalanya itu biasanya datang terlambat. Selain gejala terlambat, gejalanya juga bisa bersamaan dengan penyakit-penyakit paru lainnya seperti penyakit infeksi," tambahnya.
Mariska menjelaskan prinsip pengobatan kanker disesuaikan dengan tingkat keparahan kanker yang dibagi ke dalam empat stadium. Pada kanker paru stadium satu, ukuran tumor masih relatif kecil dan masih belum melibatkan kelenjar getah bening sehingga masih memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan kemungkinan bertahan dalam dua tahun di atas 85 persen, dan kemungkinan bertahan dalam lima tahun di atas 66 persen.
Pada stadium dua, sambungnya, ukuran tumor sudah membesar dan melibatkan kelenjar getah bening yang berada di sekitarnya, dengan kemungkinan bertahan dalam dua tahun di atas 64 persen dan kemungkinan bertahan dalam lima tahun di atas 47 persen.
"Kalau masih stadium satu, dua, sampai tiga A, kita menyebutnya masih stadium D, dan pengobatan bisa sampai optimal. Namun, yang sangat disayangkan, pengalaman kami di Rumah Sakit Kanker Dharmais, pasien itu datang di stadium lanjut. Hampir semuanya datang di stadium empat atau tiga D," ujarnya.
Untuk itu Mariska menganjurkan kepada masyarakat untuk tidak merokok, karena merokok merupakan faktor risiko terbesar dari kanker paru, serta melakukan skrining untuk mengetahui adanya kanker sejak dini agar agar penyakit tersebut bisa disembuhkan.
Hal senada dikemukakan Menkes Budi Gunadi Sadikin. "Pesan saya untuk masyarakat, jangan takut untuk skrining dan periksa kanker, karena itu masalah," katanya.
Menkes Budi menilai menunda-nunda pemeriksaan kanker justru akan menyebabkan penyakit kanker menjadi semakin parah, semakin kecil peluang kesembuhannya, serta semakin banyak menghabiskan biaya.