Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat(NTB) mengagendakan cek fisik gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami yang berada di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Kamis (8/8).

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu, membenarkan adanya agenda cek fisik bersama BPKP NTB tersebut.

"Iya, benar," ujarnya singkat.

Perihal materi lanjutan dari cek fisik proyek, mengingat pada tahun 2023 KPK sudah pernah melaksanakan hal tersebut, Tessa mengaku tidak mendapatkan informasi dari penyidik di lapangan.

"Saya tidak mendapatkan informasi terkait hal tersebut, mungkin bisa ditanyakan ke teman-teman penyidik di lapangan nanti," kata Tessa.

Penyidik KPK pada Selasa (6/8), telah melakukan pemeriksaan terhadap 12 saksi di kantor BPKP  NTB di Jalan Majapahit, Kota Mataram.

Menurut informasi dari KPK, 12 saksi yang menjalani pemeriksaan antara lain pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial AN. kemudian dari konsultan manajemen konstruksi berinisial DJI, WP, dan SKM.

Selanjutnya, dari kelompok kerja (pokja) sebanyak empat orang berinisial DJM sebagai ketua, AH sebagai sekretaris, dan anggotanya IRH, serta IJ yang juga merangkap sebagai sekretaris tim panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP).

Selain IJ, ada juga dari tim PPHP yang menjalani pemeriksaan berinisial YS sebagai ketua tim PPHP, beserta tiga anggotanya berinisial SHT, MS, dan KS.

Dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami yang berada pada Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi NTB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2014, penyidik KPK telah menetapkan dua tersangka.

Meskipun belum mengungkap identitas lengkap keduanya, namun KPK telah menyampaikan kedua tersangka ini merupakan penyelenggara negara dan juga pelaksana proyek dari kalangan BUMN.

Kerugian keuangan negara yang muncul dari proses penyidikan ini mencapai Rp19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.

Proyek dikerjakan pada Agustus 2014 oleh PT Waskita Karya dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Proyek gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut terungkap sempat masuk ke Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.

Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.

Selanjutnya, pada Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.

Sekitar satu tahun usai penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok. Gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.

 
 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024