Palu (ANTARA) - PT Mega Corpora menegaskan batas maksimal kepemilikan saham di PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tengah atau Bank Sulteng sebesar 26 persen.
"Itu aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), karena Mega Corpora sebagai bank penjamin atau bank induk dalam kelompok usaha bank (KUB) bersama Bank Sulteng," kata Komisaris Non-Independen Bank Sulteng Max Kembuan, di Palu, Jumat, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT BPD Sulteng.
Kegiatan itu diikuti para pemegang saham, yakni PT Mega Corpora, Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 pemerintah kabupaten/kota se-Sulteng.
Max menjelaskan filosofi pendiri Mega Corpora Chaerul Tanjung menyatakan BPD sebagai milik pemerintah daerah, tidak boleh untuk dikuasai. Melainkan BPD sebagai partner dalam membangun daerah.
Menurut dia, Bank Sulteng merupakan bank dengan modal ideal, karena CAR atau rasio kecukupan modal saat ini sebesar 29 persen. CAR bank sehat di atas angka 8 persen.
"Bank Sulteng merupakan bank terbaik di Indonesia, jadi kami tidak menyetor modal pun tidak apa-apa," ujarnya.
Dia menyatakan pula, tahun depan, kalau pemerintah daerah tidak menyetor penyertaan modal, maka pihak Mega Corpora juga tidak akan menyetor. Pihaknya akan menyetor, kalau semua pemerintah daerah menyetor atau jika komposisi saham mereka kurang dari 26 persen.
"Kami hanya menyeimbangkan saja, kalau pemerintah daerah menyetor, kami juga ikut menyetor. Sehingga ketentuan KUB tidak dilanggar," katanya menegaskan.
Dia berharap publik jangan sampai berpikir, Mega Corpora dengan kepemilikan modal besar, setiap tahun bisa menyetor, sehingga lama-lama bisa mengendalikan Bank Sulteng.
"Kami hanya berhenti di 26 persen, dan memegang saham pengendali kedua, setelah Pemprov Sulteng," katanya menegaskan.
Komposisi kepemilikan saham di Bank Sulteng, sebelum dilaksanakan RUPS-LB dan persetujuan KUB oleh OJK, yaitu Pemprov Sulteng 32,42 persen dan PT Mega Corpora 24,90 persen, serta saham 13 kabupaten dan kota se-Sulteng.
"Itu aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), karena Mega Corpora sebagai bank penjamin atau bank induk dalam kelompok usaha bank (KUB) bersama Bank Sulteng," kata Komisaris Non-Independen Bank Sulteng Max Kembuan, di Palu, Jumat, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT BPD Sulteng.
Kegiatan itu diikuti para pemegang saham, yakni PT Mega Corpora, Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 pemerintah kabupaten/kota se-Sulteng.
Max menjelaskan filosofi pendiri Mega Corpora Chaerul Tanjung menyatakan BPD sebagai milik pemerintah daerah, tidak boleh untuk dikuasai. Melainkan BPD sebagai partner dalam membangun daerah.
Menurut dia, Bank Sulteng merupakan bank dengan modal ideal, karena CAR atau rasio kecukupan modal saat ini sebesar 29 persen. CAR bank sehat di atas angka 8 persen.
"Bank Sulteng merupakan bank terbaik di Indonesia, jadi kami tidak menyetor modal pun tidak apa-apa," ujarnya.
Dia menyatakan pula, tahun depan, kalau pemerintah daerah tidak menyetor penyertaan modal, maka pihak Mega Corpora juga tidak akan menyetor. Pihaknya akan menyetor, kalau semua pemerintah daerah menyetor atau jika komposisi saham mereka kurang dari 26 persen.
"Kami hanya menyeimbangkan saja, kalau pemerintah daerah menyetor, kami juga ikut menyetor. Sehingga ketentuan KUB tidak dilanggar," katanya menegaskan.
Dia berharap publik jangan sampai berpikir, Mega Corpora dengan kepemilikan modal besar, setiap tahun bisa menyetor, sehingga lama-lama bisa mengendalikan Bank Sulteng.
"Kami hanya berhenti di 26 persen, dan memegang saham pengendali kedua, setelah Pemprov Sulteng," katanya menegaskan.
Komposisi kepemilikan saham di Bank Sulteng, sebelum dilaksanakan RUPS-LB dan persetujuan KUB oleh OJK, yaitu Pemprov Sulteng 32,42 persen dan PT Mega Corpora 24,90 persen, serta saham 13 kabupaten dan kota se-Sulteng.