Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan siap dengan wacana pembentukan Kementerian Kependudukan di masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kami siap, para deputi juga siap (jika dibentuk Kementerian Kependudukan), jadi kita punya desain dan strateginya, sudah ada di sini karena kekuatan data itu penting ya, tanpa data kita mau bikin program seperti apa kita enggak tahu,” ujar Deputi Bidang Kependudukan BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat ditemui di Kantor BKKBN, Jakarta, Senin.
Ia menegaskan, pembentukan Kementerian Kependudukan mesti menempatkan kependudukan dan pembangunan keluarga sebagai fokus utama berdasarkan data-data yang sudah ada, termasuk laporan kependudukan di tingkat nasional hingga provinsi, juga pendataan keluarga yang dilakukan setiap tahun oleh BKKBN melalui verifikasi dan validasi untuk keakuratan data.
“Yang jelas tetap kependudukan sebagai payungnya ya, karena itu mencakup multisektor, tetapi kalau BKKBN kan kita fokus kepada pembangunan keluarga dan keluarga berencana, jadi payungnya tetap kependudukan, tetapi tidak terlepas dari pembangunan keluarga yang kita kuatkan,” katanya.
Menurut dia, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah di bidang kependudukan, di antaranya menjaga penduduk tetap seimbang dengan menjaga angka kelahiran total (TFR) tidak lebih dari 2,1 (saat ini angka TFR Indonesia 2,18), kebutuhan kontrasepsi atau KB yang tidak terpenuhi atau unmet need, serta angka stunting.
“Esensi dari sumber daya manusia di Indonesia kan di kekuatan dari pembangunan keluarga, masih banyak pekerjaan rumah, kalau dari angka kematian ibu dan bayi, walaupun sudah turun itu masih tetap menjadi target kita menuju pembangunan berkelanjutan,” ucapnya.
Terkait angka stunting, di mana target Presiden Jokowi sebesar 14 persen di tahun 2024, namun berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, saat ini masih di angka 21,5 persen, Boni menyatakan BKKBN bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan kementerian/lembaga terkait terus melakukan intervensi serentak penimbangan dan pengukuran balita.
“Kemarin datanya kan sampel ya, jadi dengan kita melakukan kemarin intervensi serentak, dari data itu turun kok sebenarnya, di bawah 21,5 persen, tetapi nanti kita lihat hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) nanti, sekarang sedang berjalan, mungkin November atau Desember diumumkan hasilnya,” paparnya.
"Kami siap, para deputi juga siap (jika dibentuk Kementerian Kependudukan), jadi kita punya desain dan strateginya, sudah ada di sini karena kekuatan data itu penting ya, tanpa data kita mau bikin program seperti apa kita enggak tahu,” ujar Deputi Bidang Kependudukan BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat ditemui di Kantor BKKBN, Jakarta, Senin.
Ia menegaskan, pembentukan Kementerian Kependudukan mesti menempatkan kependudukan dan pembangunan keluarga sebagai fokus utama berdasarkan data-data yang sudah ada, termasuk laporan kependudukan di tingkat nasional hingga provinsi, juga pendataan keluarga yang dilakukan setiap tahun oleh BKKBN melalui verifikasi dan validasi untuk keakuratan data.
“Yang jelas tetap kependudukan sebagai payungnya ya, karena itu mencakup multisektor, tetapi kalau BKKBN kan kita fokus kepada pembangunan keluarga dan keluarga berencana, jadi payungnya tetap kependudukan, tetapi tidak terlepas dari pembangunan keluarga yang kita kuatkan,” katanya.
Menurut dia, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah di bidang kependudukan, di antaranya menjaga penduduk tetap seimbang dengan menjaga angka kelahiran total (TFR) tidak lebih dari 2,1 (saat ini angka TFR Indonesia 2,18), kebutuhan kontrasepsi atau KB yang tidak terpenuhi atau unmet need, serta angka stunting.
“Esensi dari sumber daya manusia di Indonesia kan di kekuatan dari pembangunan keluarga, masih banyak pekerjaan rumah, kalau dari angka kematian ibu dan bayi, walaupun sudah turun itu masih tetap menjadi target kita menuju pembangunan berkelanjutan,” ucapnya.
Terkait angka stunting, di mana target Presiden Jokowi sebesar 14 persen di tahun 2024, namun berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, saat ini masih di angka 21,5 persen, Boni menyatakan BKKBN bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan kementerian/lembaga terkait terus melakukan intervensi serentak penimbangan dan pengukuran balita.
“Kemarin datanya kan sampel ya, jadi dengan kita melakukan kemarin intervensi serentak, dari data itu turun kok sebenarnya, di bawah 21,5 persen, tetapi nanti kita lihat hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) nanti, sekarang sedang berjalan, mungkin November atau Desember diumumkan hasilnya,” paparnya.