Palu - DPRD Sulawesi Tengah meminta kepada wartawan dan karyawan di perusahaan media di Kota Palu agar mengajukan draft rancangan peraturan daerah tentang perburuhan dan ketenagakerjaan kepada badan legislasi DPRD untuk selanjutnya dibahas bersama.
Hal tersebut dikemukakan anggota Komisi I DPRD Sulawesi Tengah Ridwan Yalidjama saat menerima sekitar 100 pengunjuk rasa gabungan dari wartawan dan serikat pekerja media dari berbagai media massa di Palu, Selasa.
"Hari Kamis sore kita bahas bersama di badan musyawarah DPRD, apa yang saudara-saudara sampaikan kami sangat hormati," kata Ridwan Yalidjama, disambut tepuk tangan pengunjuk rasa.
Meskipun di DPRD ada agenda rapat paripurna, tetapi pengunjuk rasa dari wartawan dan pekerja media tersebut diterima oleh Ketua Komisi I Sri Indranigsih Lalu bersama anggota Komisi I Ridwan Yalidjama.
"Saya berharap teman-teman wartawan sudah menyiapkan naskah akademiknya sehingga bisa membantu kami pada pembahasan nanti," kata Ridwan.
Pengunjuk rasa tersebut masing-masing gabungan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tengah, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Sulawesi Tengah, Serikat Pekerja Mercusuar, Serikat Pekerja Media Alkhairaat, Press Room kantor Gubernur, dan para wartawan kontributor televisi nasional di Palu.
Perwakilan pengunjuk rasa Ruslan Sangadji dalam pembacaan pernyataan sikap mengatakan perusahaan media masih terkesan mengeksploitasi dibanding membina. Implementasi undang-undang tenaga kerja di perusahaan media masih diabaikan.
Sistem penjenjangan karir di perusahaan media juga tidak menjadi hal penting bagi perusahaan.
Ruslan mengatakan, status kontributor sengaja diterapkan di perusahaan agar perusahaan bisa terbebas dalam memenuhi hak-hak tenaga kerja.
Para wartawan menilai, sudah tahunan lamanya mereka berjibaku di lapangan dengan taruhan nyawa tetapi status kekaryawanan belum ada kejelasan.
"Selama ini para kontributor hanya diberikan lembaran kerja dari tahun ke tahun terus diperpanjang," kata Ruslan.
Lebih parah lagi kata Ruslan, ada perusahaan media yang puluhan tahun tidak memberikan kepastian hukum bagi pekerjanya.
Sistem penggajian dengan penerapan sistem honor menunjukkan posisi jurnalis hanya sebagai pendukung saja. Seharusnya wartawan menjadi bagian tak terpisahkan demi kelangsungan hidup perusahaan.
Memperhatikan fakta-fakta tersebut, pengunjuk rasa menyatakan sikap agar perusahaan media meningkatkan kesejahteraan wartawan dan karyawan.
Mendesak pemerintah daerah bersama DPRD untuk meminta kepada perusahaan media mematuhi undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Para jurnalis juga meminta upah yang layak, berikan kebebasan kepada jurnalis dan karyawan untuk berserikat, menaikkan status kontributor menjadi karyawan.
Sementara dibidang penegakan hukum dan hak asasi manusia, para jurnalis meminta agar menghentikan seluruh tindakan represif terhadap wartawan, terapkan undang-undang pers dalam menangani delik pers dan hentikan kekerasan terhadap peliput perempuan.(A055)
Hal tersebut dikemukakan anggota Komisi I DPRD Sulawesi Tengah Ridwan Yalidjama saat menerima sekitar 100 pengunjuk rasa gabungan dari wartawan dan serikat pekerja media dari berbagai media massa di Palu, Selasa.
"Hari Kamis sore kita bahas bersama di badan musyawarah DPRD, apa yang saudara-saudara sampaikan kami sangat hormati," kata Ridwan Yalidjama, disambut tepuk tangan pengunjuk rasa.
Meskipun di DPRD ada agenda rapat paripurna, tetapi pengunjuk rasa dari wartawan dan pekerja media tersebut diterima oleh Ketua Komisi I Sri Indranigsih Lalu bersama anggota Komisi I Ridwan Yalidjama.
"Saya berharap teman-teman wartawan sudah menyiapkan naskah akademiknya sehingga bisa membantu kami pada pembahasan nanti," kata Ridwan.
Pengunjuk rasa tersebut masing-masing gabungan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tengah, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Sulawesi Tengah, Serikat Pekerja Mercusuar, Serikat Pekerja Media Alkhairaat, Press Room kantor Gubernur, dan para wartawan kontributor televisi nasional di Palu.
Perwakilan pengunjuk rasa Ruslan Sangadji dalam pembacaan pernyataan sikap mengatakan perusahaan media masih terkesan mengeksploitasi dibanding membina. Implementasi undang-undang tenaga kerja di perusahaan media masih diabaikan.
Sistem penjenjangan karir di perusahaan media juga tidak menjadi hal penting bagi perusahaan.
Ruslan mengatakan, status kontributor sengaja diterapkan di perusahaan agar perusahaan bisa terbebas dalam memenuhi hak-hak tenaga kerja.
Para wartawan menilai, sudah tahunan lamanya mereka berjibaku di lapangan dengan taruhan nyawa tetapi status kekaryawanan belum ada kejelasan.
"Selama ini para kontributor hanya diberikan lembaran kerja dari tahun ke tahun terus diperpanjang," kata Ruslan.
Lebih parah lagi kata Ruslan, ada perusahaan media yang puluhan tahun tidak memberikan kepastian hukum bagi pekerjanya.
Sistem penggajian dengan penerapan sistem honor menunjukkan posisi jurnalis hanya sebagai pendukung saja. Seharusnya wartawan menjadi bagian tak terpisahkan demi kelangsungan hidup perusahaan.
Memperhatikan fakta-fakta tersebut, pengunjuk rasa menyatakan sikap agar perusahaan media meningkatkan kesejahteraan wartawan dan karyawan.
Mendesak pemerintah daerah bersama DPRD untuk meminta kepada perusahaan media mematuhi undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Para jurnalis juga meminta upah yang layak, berikan kebebasan kepada jurnalis dan karyawan untuk berserikat, menaikkan status kontributor menjadi karyawan.
Sementara dibidang penegakan hukum dan hak asasi manusia, para jurnalis meminta agar menghentikan seluruh tindakan represif terhadap wartawan, terapkan undang-undang pers dalam menangani delik pers dan hentikan kekerasan terhadap peliput perempuan.(A055)