Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono PhD menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto perlu mendorong investasi di sektor energi terbarukan untuk mewujudkan harapannya menuju swasembada energi di Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks, yang disampaikan pada pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Minggu (20/10).
"Ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama batu bara, memerlukan transisi cepat menuju energi terbarukan," kata Adhitya Wardhono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurutnya, Pemerintah perlu merumuskan kebijakan untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan, termasuk insentif fiskal dan regulasi menarik bagi investor dalam teknologi energi bersih seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi.
"Selain itu, memperkuat infrastruktur seperti jaringan listrik pintar dan fasilitas penyimpanan energi sangat penting untuk memaksimalkan investasi," ujar pakar ekonomi Unej itu pula.
Ia mengatakan langkah-langkah itu akan membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan menjadi pelopor transisi energi berkelanjutan sesuai komitmen global terhadap perubahan iklim.
"Ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama untuk sektor pembangkit listrik, membuat negara rentan terhadap fluktuasi pasar energi global dan risiko lingkungan," katanya pula.
Oleh karena itu, percepatan transisi menuju energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi, menjadi langkah strategis untuk memastikan ketahanan energi jangka panjang.
Namun, tantangan utama adalah infrastruktur dan investasi yang masih terbatas di sektor energi terbarukan, sehingga transisi itu membutuhkan komitmen besar, baik dari sektor publik maupun swasta, serta kebijakan yang mendukung inovasi teknologi dan kemudahan investasi.
Adhitya menjelaskan pengembangan energi terbarukan juga harus sejalan dengan kebutuhan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan menjaga stabilitas ekonomi lokal yang selama ini bergantung pada industri batu bara.
"Selain itu, diversifikasi sumber energi menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada satu jenis sumber energi," katanya lagi.
Ia mengatakan bahwa fokus pada swasembada energi dapat menciptakan kemandirian energi yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil, namun implementasinya memerlukan pendekatan yang terkoordinasi dengan kebijakan yang jelas dan dukungan internasional.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks, yang disampaikan pada pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Minggu (20/10).
"Ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama batu bara, memerlukan transisi cepat menuju energi terbarukan," kata Adhitya Wardhono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurutnya, Pemerintah perlu merumuskan kebijakan untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan, termasuk insentif fiskal dan regulasi menarik bagi investor dalam teknologi energi bersih seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi.
"Selain itu, memperkuat infrastruktur seperti jaringan listrik pintar dan fasilitas penyimpanan energi sangat penting untuk memaksimalkan investasi," ujar pakar ekonomi Unej itu pula.
Ia mengatakan langkah-langkah itu akan membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan menjadi pelopor transisi energi berkelanjutan sesuai komitmen global terhadap perubahan iklim.
"Ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama untuk sektor pembangkit listrik, membuat negara rentan terhadap fluktuasi pasar energi global dan risiko lingkungan," katanya pula.
Oleh karena itu, percepatan transisi menuju energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi, menjadi langkah strategis untuk memastikan ketahanan energi jangka panjang.
Namun, tantangan utama adalah infrastruktur dan investasi yang masih terbatas di sektor energi terbarukan, sehingga transisi itu membutuhkan komitmen besar, baik dari sektor publik maupun swasta, serta kebijakan yang mendukung inovasi teknologi dan kemudahan investasi.
Adhitya menjelaskan pengembangan energi terbarukan juga harus sejalan dengan kebutuhan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan menjaga stabilitas ekonomi lokal yang selama ini bergantung pada industri batu bara.
"Selain itu, diversifikasi sumber energi menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada satu jenis sumber energi," katanya lagi.
Ia mengatakan bahwa fokus pada swasembada energi dapat menciptakan kemandirian energi yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil, namun implementasinya memerlukan pendekatan yang terkoordinasi dengan kebijakan yang jelas dan dukungan internasional.