Luwu Timur (ANTARA) - Pomalaa, sebuah kecamatan di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, kini tak hanya dikenal karena kandungan nikel di perut buminya.
Di balik geliat industri tambang yang terus bertumbuh, hadir sebuah cerita tentang harapan, kemandirian, dan perubahan nasib masyarakat lokal. Sebuah cerita yang ditulis perlahan oleh Livelihood Restoration Program (LRP) dari PT Vale Indonesia Tbk.
Program yang mulai digulirkan sebagai bagian dari pengembangan Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa ini menyasar masyarakat yang terdampak langsung oleh perubahan tata guna lahan.
Namun, alih-alih menjadi korban perubahan, mereka kini diposisikan sebagai subjek dari masa depan ekonomi yang berkelanjutan.
Hasmir, Manager External Relations IGP Pomalaa, menyebut program ini bukan sekadar bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.
“Kami percaya bahwa transformasi kawasan industri harus inklusif. LRP dirancang bukan hanya untuk menggantikan, tapi untuk menguatkan, memberikan masyarakat bekal dan pijakan yang lebih kokoh untuk masa depan,” ujarnya.
Program ini tak hanya bicara soal pelatihan. Di dalamnya ada pendampingan usaha, penyediaan alat produksi, hingga koneksi ke pasar yang lebih luas. Sektor yang disentuh pun beragam. Mulai dari pertanian, perikanan, peternakan, hingga industri rumah tangga seperti usaha makanan olahan.
Salah satu penerima manfaat, Ibu Rini, dulunya petani kecil yang mengandalkan musim. Kini, berkat pelatihan tata boga dan bantuan alat produksi, ia menjalankan usaha katering rumahan yang mulai dikenal luas.
“Dulu saya cuma masak buat keluarga, sekarang saya bisa punya penghasilan sendiri. Bahkan bisa bantu tetangga kerja,” ujarnya.
Pendekatan ekonomi sirkular yang diterapkan dalam LRP menjadi salah satu kunci keberhasilan. Program ini dirancang agar para penerima manfaat saling terhubung dalam ekosistem usaha lokal. Hasil pertanian menjadi bahan baku usaha kuliner, limbah peternakan diolah kembali sebagai pupuk organik, dan seterusnya.
Dengan lebih dari 50 penerima manfaat aktif hingga pertengahan 2025, dampaknya mulai terasa. Beberapa kelompok usaha mulai membentuk koperasi, dan jaringan pasar lokal pun terbuka lebih luas.
“Ini bukan sekadar pelatihan, tapi pembentukan sistem ekonomi mikro yang tahan banting,” ujar Hasmir.
Untuk menjaga kualitas dan kesinambungan, PT Vale menggandeng tenaga ahli dan pendamping profesional dalam perencanaan serta monitoring program.
LRP bukan proyek satu kali. PT Vale berkomitmen agar program ini selaras dengan peta pembangunan jangka panjang, termasuk kontribusi nyata terhadap visi Indonesia Emas 2045.
Sinergi dengan pemerintah daerah, organisasi sipil, dan pemangku kepentingan lainnya terus dibangun agar program ini tak hanya bertahan, tapi berkembang.
“Investasi terbaik adalah yang meninggalkan warisan sosial. Kami ingin program ini menjadi fondasi Pomalaa yang mandiri dan kompetitif di tingkat global,” tambah Hasmir.
Di tengah derasnya arus industrialisasi, kisah dari Pomalaa ini mengingatkan kita bahwa pembangunan tak harus meninggalkan siapa pun di belakang. Melalui pendekatan yang partisipatif dan berkelanjutan, PT Vale menunjukkan bahwa sektor industri dan komunitas lokal bisa tumbuh bersama membangun masa depan yang bukan hanya produktif, tapi juga bermartabat.