Palu,  (Antaranews Suleng) - Pakar hukum tata negara Prof Dr Jimly Asshiddiqie mengatakan salah satu solusi alternatif dalam masa penantian penyelesaian revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran di DPR RI adalah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres).

"Untuk sementara mengatasi kesulitan administrasi, Perpres saja sudah cukup guna mengkoordinasikan semua peraturan menteri tersebut. Seminggu sudah selesai itu," kata Prof Jimly yang disamput tepuk tangan meriah peserta seminar dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2018 di Palu, Senin.

Seminar yang digelar terkait Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-85 dengan tema "Menjaga keutuhan NKRI melalui dunia penyiaran yang sehat dan berkualitas" ini menghadirkan pembicara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menkominfo Rudiantara dan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Asriel Tanjung.

Prof Jimly menjelaskan Indonesia merupakan salah satu Negara yang sangat rajin membuat Undang-Undang, sehingga UU itu adalah sangat sektoral.

"Jangan cuman melihat UU 32 tahun 2002, tetapi semua yang berkaitan dengan implementasi di lapangan," ujarnya.

Kata Prof Jimly, dalam mengubah satu UU, seharusnya juga ikut mengubah beberapa UU lain yang saling berkaitan.

Dia menduga, revisi UU Penyiaran yang dikerjakan DPR saat ini, masih pada tradisi lama yakni hanya aspek-aspek penyiaran saja yang diubah.

"UU No 32 tahun 2002 juga berhubungan dengan UU tentang pers, telekomonuikasi hingga keuangan. Saya harap revisi UU penyiaran harus selesai 2018 ini. Boleh diambil alih saja oleh pemerintah, kalau nanti tahun 2019 tidak selesai," katanya.

Menurut mantan Ketua MK itu, kondisi KPI saat ini, sama halnya dengan lembaga negara Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat dilantik, dimana ada struktur di pusat dan di daerah yang bertanggungjawab dengan gubernur.

"KPI ini memang harus diperkuat dan dievaluasi kembali lembanganya. Karena organisasi harus dibuat efesisien, sebagai lembaga yang mandiri," ujarnya.

Solusi dari Prof Jimly itu merupakan jawaban keluhan beberapa komisioner KPID soal keterbatasan anggaran terutama yang berada di daerah perbatasan seperti Riau dan Kalimantan.

Komisioner KPI Jambi Berry Hermawati dengan suara lantang mengatakan sudah empat kali berturut-turut mengikuti Rakernas KPI, namun kondisi KPI bukan semakin baik tetapi semakin sengsara.

"KPI Jambi saat ini sudah tidak mendapat anggaran lagi dari pemerintah daerah karena aturan yang dikeluarkan Mendagri," ujarnya dengan nada emosional hingga meneteskan air mata.

Ia menegaskan bahwa bukan karena gaji yang rendah sehingga ia emosional, tetapi karena tidak adanya kepastian hukum mengenai peran dan fungsi KPI.

"Yang kami perlukan saat ini adalah kepastian hukum apakah masih diperlukan adanya KPI dan KPID," imbuhnya. 

Baca juga: Pemerintah didesak ambil prakarsa soal RUU penyiaran

Pewarta : Fauzi
Uploader : Sukardi
Copyright © ANTARA 2024