Palu (ANTARA) - PARAWISATA menjadi salah satu sektor yang dipandang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif pada sebuah wilayah.
Karena itu Pemerintah melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada tahun 2018 sebesar 17 juta orang dan terealisasi per November sebanyak 14,39 juta orang dengan jumlah devisa sekitar 16 miliar dolar Amerika Serikat, terbesar kedua setelah CPO kelapa sawit.
Selanjutnya tahun 2019 ditargetkan devisa sektor ini cukup fantastis yang rasional yaitu tembus di angka 20 miliar dolar AS dengan sasaran menggeser devisa dari kelapa sawit.
Pemerintah Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan menjadikan target ini sebagai peluang dan menjadikan sektor ini sebagai salah satu lokomotif ekonominya untuk mendorong terbukanya lapangan usaha jasa seperti hotel, home stay, kuliner, transportasi sampai kepada suplai pangan dan handycraft (kerajinan tangan).
Koridor Sulawesi
Bandara Sam Ratulangi Manado di Utara dan Sultan Hasanuddin Makassar di Selatan telah menjadi pintu masuk wisatawan mancanegara, wisman ke wilayah koridor Sulawesi. Tahun 2018 tercatat wisman yang berkunjung ke Manado sekitar 122. 000 orang yang didominasi wisman asal Tiongkok dan membelanjakan uangnya antara 15-30 juta rupiah/orang.
Selanjutnya wisatawan nusantara, wisnus sekitar 1,5 juta orang dengan uang yang dibelanjakan rata-rata 5 juta rupiah per orang. Selain melalui Sam Ratulangi, jumlah wisman yang masuk ke Sulawesi juga melalui bandara Sultan Hasanuddin.
Pada tahun 2017 jumlahnya baru sekitar 17.719 orang dengan lama waktu tinggal rata-rata 2,3 hari dan uang yang dibelanjakan Rp7 sampai Rp8 juta per orang. Saat ini Pemerintah Sulawesi Selatan juga tengah mempersiapkan dan memperjuangkan bandara di Kabupaten Tanah Toraja menjadi bandara internasional sebagaimana bandara di Kabupaten Banyuwangi.
Kemajuan pariwisata di wilayah Sulut dan Sulsel telah mendorong peningkatan kebutuhan pangan seperti ikan, daging, telur dan hortikultura yang berdampak terhadap wilayah tetangga seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Barat untuk suply pangan dan bahan lainnya.
Baca juga: Sulteng bangkit, kuat dan maju, mengubah bencana jadi berkah
Baca juga: DR Hasanuddin Atjo: Ekonomi Sulteng 2019 akan lebih baik
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah Dr H Hasanuddin Atjo, MP mengabaduikan keindahan Pulau Papan di kawasan wisata bahari andalan Sulteng, Kepualuan Togean. (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)
Salah satu pemicu sehingga kunjunga wisman meningkat tajam masuk ke Koridor Sulawesi melalui Sam Ratulangi dan Sultan Hasanudin, karena keduanya telah berstatus sebagai bandara internasional, sehingga wisman dapat terbang langsung dari negaranya maupun kembali menuju negaranya.
Pemerintah Sulawesi Tengah juga telah mendesain sejumlah event untuk menarik minat sejumlah wisman dengan melakukan berbagai aktifitas berkelas dunia seperti pelaksanaan Hari Nusantara di Pantai Talise Teluk Palu, Sail Tomini di Parigi Moutong, Tour de Central Celebes 1, Festival Togian, Danau Poso, Teluk Tomini sampai festifal teluk Palu yang terkenal dengan slogan 'Palu Nomoni'.
Upaya ini juga telah menarik simpati pemerintah Pusat untuk membangun sejumlah infrastruktur seperti Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie serta sejumlah bandara-bandara perintis di kabupaten.
Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat melaksanakan iven dan membangun sejumlah infrastruktur tidak lain adalah untuk mendorong berkembangnya sektor pariwisata, mengingat wilayah ini sangat potensial di sektor wisata alam maupun budaya yang dampaknya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif di wilayah ini.
Redesain dan tumbuh bersama
Rencana Pemerintah Sulawesi Tengah mengembangkan sektor pariwisata dan memperjuangkan bandara Mutiara SIS Al- Jufrie menjadi bandara Internasional, terpaksa harus tertunda untuk beberapa saat dikarenakan oleh kehendak yang Maha Kuasa dengan datangnya musibah gempa, tsunami dan likuifaksi yang melanda wilayah Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong tanggal 28 September 2018.
Kini saatnya Pemerintah Daerah segera melakukan desain ulang (redesain) secara terstruktur dan berjenjang terhadap rencana-rencana besar itu, agar ekonomi Sulawesi Tengah bisa tumbuh secara inklusif sejajar dengan provinsi lainnya di Koridor Sulawesi.
Mempersiapkan infrastruktur termasuk di tujuan destinasi baik yang lama maupun yang baru; membangun sarana penunjang lainnya sampai kepada mempersiapkan sumberdaya manusia serta sistem promosi dan pelayanan digital menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya. Promosi akan lebih mudah, dikarenakan Sulteng sangat terkenal dengan musibah 28 September 2018.
Karena itu diperlukan workshop yang melibatkan sejumlah aktor pembangunan yang berkompeten untuk memberikan muatanmuatan terhadapi rencana besar itu. Harapan kita tentunya pada saatnya nanti bandara Internasional Mutiara SIS Al-Jufrie dapat terwujud menjadi pilihan sebagai pintu masuk atau keluar wisatawan mencanegara sebagaimana wilayah lainnya. Semoga. (Ketua Ispikani Sulteng)
Baca juga: Berpikir multi dimensi di era digitalisasi
Baca juga: Dibutuhkan pemimpin yang mampu melihat ke balik bukit
Sunset di Kepulauan Togean (http://togeanpolhut.weebly.com)
Karena itu Pemerintah melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada tahun 2018 sebesar 17 juta orang dan terealisasi per November sebanyak 14,39 juta orang dengan jumlah devisa sekitar 16 miliar dolar Amerika Serikat, terbesar kedua setelah CPO kelapa sawit.
Selanjutnya tahun 2019 ditargetkan devisa sektor ini cukup fantastis yang rasional yaitu tembus di angka 20 miliar dolar AS dengan sasaran menggeser devisa dari kelapa sawit.
Pemerintah Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan menjadikan target ini sebagai peluang dan menjadikan sektor ini sebagai salah satu lokomotif ekonominya untuk mendorong terbukanya lapangan usaha jasa seperti hotel, home stay, kuliner, transportasi sampai kepada suplai pangan dan handycraft (kerajinan tangan).
Koridor Sulawesi
Bandara Sam Ratulangi Manado di Utara dan Sultan Hasanuddin Makassar di Selatan telah menjadi pintu masuk wisatawan mancanegara, wisman ke wilayah koridor Sulawesi. Tahun 2018 tercatat wisman yang berkunjung ke Manado sekitar 122. 000 orang yang didominasi wisman asal Tiongkok dan membelanjakan uangnya antara 15-30 juta rupiah/orang.
Selanjutnya wisatawan nusantara, wisnus sekitar 1,5 juta orang dengan uang yang dibelanjakan rata-rata 5 juta rupiah per orang. Selain melalui Sam Ratulangi, jumlah wisman yang masuk ke Sulawesi juga melalui bandara Sultan Hasanuddin.
Pada tahun 2017 jumlahnya baru sekitar 17.719 orang dengan lama waktu tinggal rata-rata 2,3 hari dan uang yang dibelanjakan Rp7 sampai Rp8 juta per orang. Saat ini Pemerintah Sulawesi Selatan juga tengah mempersiapkan dan memperjuangkan bandara di Kabupaten Tanah Toraja menjadi bandara internasional sebagaimana bandara di Kabupaten Banyuwangi.
Kemajuan pariwisata di wilayah Sulut dan Sulsel telah mendorong peningkatan kebutuhan pangan seperti ikan, daging, telur dan hortikultura yang berdampak terhadap wilayah tetangga seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Barat untuk suply pangan dan bahan lainnya.
Baca juga: Sulteng bangkit, kuat dan maju, mengubah bencana jadi berkah
Baca juga: DR Hasanuddin Atjo: Ekonomi Sulteng 2019 akan lebih baik
Salah satu pemicu sehingga kunjunga wisman meningkat tajam masuk ke Koridor Sulawesi melalui Sam Ratulangi dan Sultan Hasanudin, karena keduanya telah berstatus sebagai bandara internasional, sehingga wisman dapat terbang langsung dari negaranya maupun kembali menuju negaranya.
Pemerintah Sulawesi Tengah juga telah mendesain sejumlah event untuk menarik minat sejumlah wisman dengan melakukan berbagai aktifitas berkelas dunia seperti pelaksanaan Hari Nusantara di Pantai Talise Teluk Palu, Sail Tomini di Parigi Moutong, Tour de Central Celebes 1, Festival Togian, Danau Poso, Teluk Tomini sampai festifal teluk Palu yang terkenal dengan slogan 'Palu Nomoni'.
Upaya ini juga telah menarik simpati pemerintah Pusat untuk membangun sejumlah infrastruktur seperti Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie serta sejumlah bandara-bandara perintis di kabupaten.
Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat melaksanakan iven dan membangun sejumlah infrastruktur tidak lain adalah untuk mendorong berkembangnya sektor pariwisata, mengingat wilayah ini sangat potensial di sektor wisata alam maupun budaya yang dampaknya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif di wilayah ini.
Redesain dan tumbuh bersama
Rencana Pemerintah Sulawesi Tengah mengembangkan sektor pariwisata dan memperjuangkan bandara Mutiara SIS Al- Jufrie menjadi bandara Internasional, terpaksa harus tertunda untuk beberapa saat dikarenakan oleh kehendak yang Maha Kuasa dengan datangnya musibah gempa, tsunami dan likuifaksi yang melanda wilayah Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong tanggal 28 September 2018.
Kini saatnya Pemerintah Daerah segera melakukan desain ulang (redesain) secara terstruktur dan berjenjang terhadap rencana-rencana besar itu, agar ekonomi Sulawesi Tengah bisa tumbuh secara inklusif sejajar dengan provinsi lainnya di Koridor Sulawesi.
Mempersiapkan infrastruktur termasuk di tujuan destinasi baik yang lama maupun yang baru; membangun sarana penunjang lainnya sampai kepada mempersiapkan sumberdaya manusia serta sistem promosi dan pelayanan digital menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya. Promosi akan lebih mudah, dikarenakan Sulteng sangat terkenal dengan musibah 28 September 2018.
Karena itu diperlukan workshop yang melibatkan sejumlah aktor pembangunan yang berkompeten untuk memberikan muatanmuatan terhadapi rencana besar itu. Harapan kita tentunya pada saatnya nanti bandara Internasional Mutiara SIS Al-Jufrie dapat terwujud menjadi pilihan sebagai pintu masuk atau keluar wisatawan mencanegara sebagaimana wilayah lainnya. Semoga. (Ketua Ispikani Sulteng)
Baca juga: Berpikir multi dimensi di era digitalisasi
Baca juga: Dibutuhkan pemimpin yang mampu melihat ke balik bukit