Jakarta (ANTARA) - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Profesor Siti Zuhro menyarankan perubahan pada desain kepemiluan di Indonesia usai penyelenggaraan Pemilu 2019 lalu.
“Yang harus dilakukan yakni menata desain Pemilu yang sudah ada,” kata Siti usai menjadi narasumber pada rapat koordinasi hasil pengawasan Pemilu tahun 2019 di Jakarta, Kamis.
Siti menjelaskan jika desain Pemilu lalu itu masih diterapkan, konsekuensinya akan merugikan banyak pihak baik negara maupun masyarakat.
“Kita sudah melihat contohnya pada Pemilu kemarin,” ujarnya.
Siti menyatakan beberapa hal yang harus diubah diantaranya aturan dan payung hukum tentang kepemiluan. Reformasi di partai politik, perbaikan pada siklus Pemilu oleh penyelenggara, hingga seleksi kualitas penyelenggara Pemilu baik KPU dan Bawaslu oleh panitia seleksi.
“Kalau sekarang kita sudah ketahui masalahnya dimana, harusnya semua persiapan itu dapat dilakukan sejak awal, sebelum Pemilu berikutnya digelar untuk lebih maksimal,” saran Siti.
Terkait siapa yang akan memulai di awal, Siti menegaskan substansi undang-undang digodok bersama antara DPR (legislative) dan pemerintah (eksekutif).
Selain itu, masyarakat melalui komunitas dan institusi, bisa memberikan kontribusi dan pemikiran yang dapat disampaikan kepada DPR dan pemerintah melalui presiden.
“Harusnya tidak ada ego, tetapi ada perasaan bersama, kalaupun ada revisi bisa dari pemerintah atau pun dari DPR,” tegas Siti.
Bahkan, presidium KAHMI itu mengatakan nilai-nilai kejujuran belum dilakukan sepenuhnya pada penyelenggaraan Pemilu 2019 lalu.
“Yang tidak dilakukan membangun rasa kepercayaan positif dengan mengedepankan nilai kejujuran, karena tanpa nilai kejujuran yang terjadi adalah sengketa,” kata Siti.
Siti menjelaskan sengketa yang tidak bisa dikelola dapat menjadi konflik. Demikian pula konflik tidak bisa dikelola akan menjadi kekerasan.
“Itu yang terjadi pada pemilu 2019 lalu,” ujar Siti.
Bawaslu Jakarta menggelar Rakor hasil penanganan pelanggaran Pemilu pada pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 di Jakarta, 10-11 Oktober 2019.
Bawaslu Jakarta meminta masukan para pihak terkait penyelenggaraan Pemilu diantaranya akademisi dari 11 perguruan tinggi, komisioner dan sekretariat Bawaslu kabupaten/kota hingga media massa.
“Yang harus dilakukan yakni menata desain Pemilu yang sudah ada,” kata Siti usai menjadi narasumber pada rapat koordinasi hasil pengawasan Pemilu tahun 2019 di Jakarta, Kamis.
Siti menjelaskan jika desain Pemilu lalu itu masih diterapkan, konsekuensinya akan merugikan banyak pihak baik negara maupun masyarakat.
“Kita sudah melihat contohnya pada Pemilu kemarin,” ujarnya.
Siti menyatakan beberapa hal yang harus diubah diantaranya aturan dan payung hukum tentang kepemiluan. Reformasi di partai politik, perbaikan pada siklus Pemilu oleh penyelenggara, hingga seleksi kualitas penyelenggara Pemilu baik KPU dan Bawaslu oleh panitia seleksi.
“Kalau sekarang kita sudah ketahui masalahnya dimana, harusnya semua persiapan itu dapat dilakukan sejak awal, sebelum Pemilu berikutnya digelar untuk lebih maksimal,” saran Siti.
Terkait siapa yang akan memulai di awal, Siti menegaskan substansi undang-undang digodok bersama antara DPR (legislative) dan pemerintah (eksekutif).
Selain itu, masyarakat melalui komunitas dan institusi, bisa memberikan kontribusi dan pemikiran yang dapat disampaikan kepada DPR dan pemerintah melalui presiden.
“Harusnya tidak ada ego, tetapi ada perasaan bersama, kalaupun ada revisi bisa dari pemerintah atau pun dari DPR,” tegas Siti.
Bahkan, presidium KAHMI itu mengatakan nilai-nilai kejujuran belum dilakukan sepenuhnya pada penyelenggaraan Pemilu 2019 lalu.
“Yang tidak dilakukan membangun rasa kepercayaan positif dengan mengedepankan nilai kejujuran, karena tanpa nilai kejujuran yang terjadi adalah sengketa,” kata Siti.
Siti menjelaskan sengketa yang tidak bisa dikelola dapat menjadi konflik. Demikian pula konflik tidak bisa dikelola akan menjadi kekerasan.
“Itu yang terjadi pada pemilu 2019 lalu,” ujar Siti.
Bawaslu Jakarta menggelar Rakor hasil penanganan pelanggaran Pemilu pada pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 di Jakarta, 10-11 Oktober 2019.
Bawaslu Jakarta meminta masukan para pihak terkait penyelenggaraan Pemilu diantaranya akademisi dari 11 perguruan tinggi, komisioner dan sekretariat Bawaslu kabupaten/kota hingga media massa.