Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro ingin memperluas kursus koding dalam rangka mempercepat tersedianya talenta digital.
"Kami mencoba untuk memformulasikan supaya kursus koding menjadi lebih massal," ujar Bambang di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa keinginan untuk memasalkan kursus koding tersebut terinspirasi dari kebijakan di Finlandia, dimana negara tersebut berusaha memasalkan kursus koding di antara masyarakatnya tanpa memperhatikan latar belakangnya seperti apa.
"Barangkali melalui cara model Finlandia ini, bisa menemukan istilahnya hidden talent di dalam bidang digital di Indonesia," katanya.
Menurut Bambang, era saat ini perlu dipahami bukan hanya sekedar transformasi teknologi saja tapi juga terdapat tiga hal penting yang harus bertransformasi yaitu sumber daya manusia, faktor regulasi dan faktor teknologi nya sendiri.
Dari ketiga hal tersebut mau tidak mau faktor sumber daya manusia menjadi faktor kunci keberhasilan penerapan revolusi industri 4.0, karena tanpa sumber daya manusia yang mumpuni mustahil tercapai transformasi teknologi tersebut.
Bank Dunia dan McKinsey mencatat masih Ada kesenjangan antara kebutuhan dengan suplai talenta digital di Indonesia. keduanya menyebut dalam kurun waktu 2015- 2030 sehingga saat ini Indonesia membutuhkan sembilan juta talenta digital.
"Berarti kalau kita bagi rata setiap tahun, harus ada supplai 600 ribu orang jadi harus ada 600 ribu talenta digital yang masuk ke pasar setiap tahun dan tentunya ini jelas tidak mudah," kata Bambang.
Hal tersebut, lanjutnya, dikarenakan dari jumlah mahasiswa meskipun jumlah mahasiswa di Indonesia besar, tapi yang masuk bidang terkait digital atau yang sejenis tentunya relatif terbatas.
"Kami mencoba untuk memformulasikan supaya kursus koding menjadi lebih massal," ujar Bambang di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa keinginan untuk memasalkan kursus koding tersebut terinspirasi dari kebijakan di Finlandia, dimana negara tersebut berusaha memasalkan kursus koding di antara masyarakatnya tanpa memperhatikan latar belakangnya seperti apa.
"Barangkali melalui cara model Finlandia ini, bisa menemukan istilahnya hidden talent di dalam bidang digital di Indonesia," katanya.
Menurut Bambang, era saat ini perlu dipahami bukan hanya sekedar transformasi teknologi saja tapi juga terdapat tiga hal penting yang harus bertransformasi yaitu sumber daya manusia, faktor regulasi dan faktor teknologi nya sendiri.
Dari ketiga hal tersebut mau tidak mau faktor sumber daya manusia menjadi faktor kunci keberhasilan penerapan revolusi industri 4.0, karena tanpa sumber daya manusia yang mumpuni mustahil tercapai transformasi teknologi tersebut.
Bank Dunia dan McKinsey mencatat masih Ada kesenjangan antara kebutuhan dengan suplai talenta digital di Indonesia. keduanya menyebut dalam kurun waktu 2015- 2030 sehingga saat ini Indonesia membutuhkan sembilan juta talenta digital.
"Berarti kalau kita bagi rata setiap tahun, harus ada supplai 600 ribu orang jadi harus ada 600 ribu talenta digital yang masuk ke pasar setiap tahun dan tentunya ini jelas tidak mudah," kata Bambang.
Hal tersebut, lanjutnya, dikarenakan dari jumlah mahasiswa meskipun jumlah mahasiswa di Indonesia besar, tapi yang masuk bidang terkait digital atau yang sejenis tentunya relatif terbatas.