Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan pelaku pencabulan 11 anak di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, harus diberi hukuman yang setimpal.
"KPAI memastikan akan melakukan pengawasan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal," kata Rita saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan tidak ada seorang pun dengan latar belakang apa pun yang boleh melakukan kekerasan terhadap anak, apa pun alasannya.
Karena itu, Rita mengemukakan keprihatinannya karena kasus kekerasan seksual terhadap anak masih saja terjadi, meskipun ancaman hukuman bagi pelaku sudah semakin diperberat.
"KPAI masih berkoordinasi dengan kepolisian setempat agar proses hukum bagi pelaku berjalan sebagaimana mestinya," tuturnya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur menangkap penjaga warung kopi berinisial MH (41) di Kabupaten Tulungagung yang telah mencabuti 11 anak laki-laki di bawah umur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Komisaris Besar Polisi R Pitra Ratulangie mengatakan perbuatan cabul pelaku sudah berlangsung selama satu tahun, tetapi baru terungkap setelah ada laporan ke polisi pada 3 Januari 2020.
Untuk memperdaya korbannya, pelaku mengiming-imingi dengan uang imbalan Rp150 ribu hingga Rp250 ribu. Perbuatan cabul tersebut dilakukan di warung kopi yang dijaga pelaku.
Dari pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti antara lain pakaian dalam, akta pendirian Ikatan Gay Tulungagung, dan alat kontrasepsi.
Pelaku dijerat dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Menurut Ayat (1) Pasal 82 Undang-Undang tersebut, pelaku pencabulan terhadap anak dipidana penjara paling sedikit lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan bila korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, gangguan fungsi reproduksi, dan/atau meninggal dunia, pelaku dikenai tambahan sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana diatur pada Ayat (1).
Sedangkan Ayat (5) dan (6) menyebutkan pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. (T.D018)
Baca juga: KPAI: Ajarkan agama pada anak dengan cara dan proses yang baik
Baca juga: KPAI: perlu dikenalkan nilai-nilai toleransi sejak usia dini
Baca juga: KPAI: Hari Ayah harus jadi momentum untuk tingkatkan pengasuhan ayah
"KPAI memastikan akan melakukan pengawasan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal," kata Rita saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan tidak ada seorang pun dengan latar belakang apa pun yang boleh melakukan kekerasan terhadap anak, apa pun alasannya.
Karena itu, Rita mengemukakan keprihatinannya karena kasus kekerasan seksual terhadap anak masih saja terjadi, meskipun ancaman hukuman bagi pelaku sudah semakin diperberat.
"KPAI masih berkoordinasi dengan kepolisian setempat agar proses hukum bagi pelaku berjalan sebagaimana mestinya," tuturnya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur menangkap penjaga warung kopi berinisial MH (41) di Kabupaten Tulungagung yang telah mencabuti 11 anak laki-laki di bawah umur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Komisaris Besar Polisi R Pitra Ratulangie mengatakan perbuatan cabul pelaku sudah berlangsung selama satu tahun, tetapi baru terungkap setelah ada laporan ke polisi pada 3 Januari 2020.
Untuk memperdaya korbannya, pelaku mengiming-imingi dengan uang imbalan Rp150 ribu hingga Rp250 ribu. Perbuatan cabul tersebut dilakukan di warung kopi yang dijaga pelaku.
Dari pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti antara lain pakaian dalam, akta pendirian Ikatan Gay Tulungagung, dan alat kontrasepsi.
Pelaku dijerat dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Menurut Ayat (1) Pasal 82 Undang-Undang tersebut, pelaku pencabulan terhadap anak dipidana penjara paling sedikit lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan bila korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, gangguan fungsi reproduksi, dan/atau meninggal dunia, pelaku dikenai tambahan sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana diatur pada Ayat (1).
Sedangkan Ayat (5) dan (6) menyebutkan pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. (T.D018)
Baca juga: KPAI: Ajarkan agama pada anak dengan cara dan proses yang baik
Baca juga: KPAI: perlu dikenalkan nilai-nilai toleransi sejak usia dini
Baca juga: KPAI: Hari Ayah harus jadi momentum untuk tingkatkan pengasuhan ayah