Film "Kamis ke-300" Film Happy Salma

id kamis ke-300, film, happy salma

Film "Kamis ke-300" Film Happy Salma

Happy Salma (FOTO ANTARA/Teresia May)

Jakarta (antarasulteng.com) - Happy Salma menyebut film pendek "Kamis Ke-300" sebagai hasil gotong royong.

Ia berinisiatif membuat film tentang perjuangan menuntut pemenuhan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia tahun lalu, setelah ia mendadak teringat bahwa aksi Kamisan dari para keluarga korban pelanggaran HAM menginjak tahun keenam.

Perempuan yang kerap terlibat dalam pembacaan puisi dan cerpen di acara Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan itu lantas membuat film pendek "Kamis ke-300" berdasarkan cerita pendek berjudul "Kamis Ke-200" yang terbit di surat kabar tiga tahun lalu.

Ia mendapatkan banyak bantuan selama menggarap film hitam putih yang mengisahkan perjuangan seorang kakek yang setiap Kamis, bahkan saat sakit sekalipun, mengikuti aksi di depan Istana Negara demi anaknya yang hilang.

Naskah film yang diadaptasi dari cerpen Happy tersebut digarap oleh budayawan Putu Wijaya dalam waktu dua hari. 

"Padahal Pak Putu sedang sakit setelah terkena stroke. Tapi dia tetap membantu," kata aktris kelahiran 4 Januari 1980 silam itu. 

Selain Putu, ada penata sinematografi Bambang Supriadi, editor Andhy Pulung, dan penata musik Ricky Lionardi ("Rectoverso The Movie", "Berbagi Suami") yang membantu dia menggarap film itu.

Key Mangunsong juga membantu dia sebagai asisten sutradara dan Ritchie Ned Hansel membantu membuat poster film itu.

Sementara Amoroso Katamsi, Sita Nursanti, Nugie, dan Aji Santosa termasuk di antara pemeran dalam film tersebut. 

"Saya tidak menyangka akan ramai begini, gotong royong sangat terasa salam kegiatan ini. Rupanya banyak orang punya keprihatinan yang sama," kata Happy.

Happy merasa bantuan dari kawan-kawannya dalam pembuatan film yang dananya dia rogoh dari kocek sendiri itu tidak ternilai.

"Teman-teman justru memberi diskon 90-99 persen," selorohnya. 


Inspirasi dari Plaza de Mayo

Aksi Kamisan para keluarga korban pelanggaran HAM di depan Istana Negara yang kini menginjak tahun ketujuh terinspirasi aksi kaum ibu di Plaza de Mayo, Buenos Aires, Argentina. 

Sejak 30 April 1977, para ibu yang anak atau keluarganya diculik rezim militer Argentina tahun 1976-1983 memutari Plaza de Mayo di depan Istana Presiden Argentina The Casa Rosada untuk menyampaikan tuntutan mereka, yang akhirnya dipenuhi setelah 25 tahun. 

Happy menyisipkan cuplikan video dokumenter tentang aksi di Argentina dan dokumentasi kasus pelanggaran HAM di Indonesia bertahun-tahun lalu dalam film pendeknya.

Dia mengaku sempat kesulitan mendapat video tersebut. 

"Agak sulit mengumpulkannya, apalagi yang tahun 1965. Ke lembaga arsip juga tidak ketemu, tapi akhirnya dapat juga dari koleksi pribadi," jelas dia. 

Perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM yang hadir dalam penayangan perdana film tersebut pada Jumat (17/1) malam berharap janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan keadilan bagi mereka lewat penegakan hukum benar-benar ditepati.