E-Office Cara Cepat Layani Masyarakat Di Surabaya

id e-office

Surabaya,  (antarasulteng.com) - Cara konvensional berupa surat-menyurat yang memakan waktu yang cukup lama di lingkungan Pemkot Surabaya kini sudah tidak ditemukan lagi. Program ini dimulai secara bertahap sejak 2009.

Kini tidak ada lagi tumpukan dokumen di meja para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Surabaya. Bahkan SKPD tidak perlu lagi mengirim fisik surat secara manual ke dinas lain.

Para pegawai bisa mengetahui surat masuk kapan saja dan kepala SKPD bisa mendisposisikan surat ke dinas lain melalui program e-office (aplikasi elektronik untuk perkantoran) yang kini sudah diterapkan di banyak SKPD bahkan sudah diimplementasikan ke tingkat kelurahan.

E-office adalah menu untuk menerima dan mengirim surat-surat elektronik yang tersedia dalam piranti lunak gratis Open Source Software Soerya 10.4, pengganti Windows, yang hingga kini mulai digunakan Pemkot Surabaya. Melalui e-office, tanda tangan surat bisa dilakukan secara elektronik dengan menekan pin tertentu.

Cara tersebut sudah dilindungi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Tentunya cara ini akan mempermudah pekerjaan dan lebih efisien para pegawai di Pemkot Surabaya dalam hal surat menyurat," kata ketua tim perancang Open Source Aryo Nugroho saat itu.

Open source ini pertama kali dideklarasikan pada massa Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono bersama para pengusaha komputer se-Kota Surabaya pada 2 Agustus lalu.

Penerapan dan pengembangan open source sendiri telah dicanangkan Pemerintah Indonesia pada 2004 dan didukung oleh empat kementerian yaitu Kementerian Riset dan Teknologi, Komunikasi dan Informatika, Pendidikan Nasional, Pemberdayaan Aparatur Negara, serta Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software yang mewajibkan seluruh pemkot/pemkab menggunakan program open source paling lambat pada 2011.

Sebetulnya sejak 2009 pemkot sudah membuat program yang diberi nama Soerya Jembatan Merah 9.8. Namun, pada 2009 itu baru tiga SKPD yang memakai program tersebut.

Meski demikian, Pemkot Surabaya mulai 2010 mempunyai target seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mulai dari dinas, kecamatan sampai kelurahan bisa menggunakan open source itu.

Makanya Soerya 9.8 dikembangkan menjadi Soerya 10.4. Nama tersebut diambil karena proyek itu selesai pada April 2010. Tagline-nya Soerya 10.4 Kalimas untuk merepresentasikan ikon kota. Program ini diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi kota dengan berbagai potensi yang bisa dikembangkan.

Wali kota Surabaya saat itu membentuk tim yang terdiri atas lima orang untuk menyempurnakan Soerya 9.8. Mereka adalah Aryo Nugroho dari Asosiasi Linuxer Indonesia sebagai ketua tim, Moh. Noor Al Azam dari Kelompok Linuxer Arek Suroboyo sebagai sekretaris, Mochammad Arfan dan Chandra Ayu Kusumawati dari open source user group, dan Didiet Agus Pambudiono dari Asosiasi Linuxer Indonesia.

Selama kurang lebih tiga bulan mereka menyempurnakan Soerya 9.8. Antara lain menambah menu aplikasi, termasuk e-office. Menu itu penting dan sesuai dengan kebutuhan kerja para SKPD.

Soerya 10.8 menyediakan hampir semua menu di Windows. Hanya, namanya berbeda, misalnya Microsoft Office (Windows), Open Office (Soerya 10.8), Power Point (Open Impress), Excel (Calc), dan Yahoo Messenger (pidgin internet messenger). User juga bisa menjelajah dunia maya karena ada Firefox Web Browser yang tak beda dengan Mozzila Firefox. Juga GIMP Image Editor yang berfungsi seperti photoshop.

         Tantangannya, menurut Aryo, program itu belum familier di kalangan masyarakat khususnya para pegawai. Gambar menu yang biasa disuguhkan dalam Windows tentu saja tak bakal didapati di Soerya 10.4. Program tersebut punya spesifikasi simbol-simbol sendiri.

"Kami akan sosialisasi terus. Tak hanya di kalangan pegawai pemkot, tapi juga pengusaha komputer di seluruh Indonesia," ujar Aryo.

Sebab, lanjut dia, pemkot butuh kerja sama dengan para pengusaha untuk menyuplai hardware. Ia mengatakan belum semua hardware di pasaran open dengan program tersebut.

Para pengusaha komputer bisa menyediakan aplikasi program itu dalam laptop, komputer, printer, maupun perangkat keras lain. Sekarang ini Soerya sudah connect dengan berbagai multimedia.

Adapun banyak keuntungan jika open source berkembang, yakni pengguna tidak lagi bergantung pada satu sistem operasi, Microsoft, yang di dalamnya terdapat aplikasi Windows dan lainnya. Sebab, hampir dua-tiga tahun sekali, Microsoft selalu mengeluarkan program baru sehingga pengguna yang ingin berganti program baru itu harus membayar.

Sebaliknya, jika ada program baru dari open source, pengguna tidak perlu membeli, melainkan cukup men-download saja.  Dengan demikian, pengguna di Surabaya nantinya tidak hanya bergantung pada satu merek, tapi ada beragam pilihan.

"Intinya, kami ingin memerdekakan pengguna software di Surabaya agar tidak bergantung pada satu merek," ujarnya.

Selain itu, user yang ingin mengutak-atik program tersebut tidak perlu izin. Sebab, open source punya lisensi GPL (general public license) yang bisa digunakan semua orang. Lisensi itu menyatakan program bebas.

"Pengembangan program ini bisa menghemat biaya dan amat prospektif," ujarnya.

Itulah sebabnya, pada 28 Juli 2010, pemkot mendapatkan penghargaan dari Indonesia Open Source Award. Dalam ajang yang baru dihelat kali pertama tersebut, Surabaya mampu bersaing dengan 23 kabupaten/kota lain yang juga mulai memakai open source.

Keunggulan Surabaya, dimana kota atau kabupaten lain baru sepotong-sepotong yakni sebatas sosialisasi, sementara di Surabaya sudah pada aplikasi, bahkan tidak hanya diterapkan di SKPD, melainkan sudah di sekolah-sekolah.

Selain itu, Kota Surabaya meraih penghargaan dari Kementerian Kominfo sebagai kota yang mendukung program tersebut. Selanjutnya, pada 2011 Kota Surabaya mendapatkan penghargaan kategori Akuntabilitas Publik di Bidang Teknologi Informasi dari JP Pro-Otonomi dan mendapat "Smart City Award 2011" di Jakarta.

Salah seorang PNS di Pemkot Surabaya, Ratno mengaku terbantu dengan adanya open source khusnya dalam mengerjakan setiap tugas-tugasnya di kantor. "Lumayan cepat, ini tiap hari saya memakainya di kantor," katanya.

    
Pengembangan
Kabid Pos dan Telekomunikasi Dinas Komunikasi dan Telekomunikasi Pemkot Surabaya Dadang Kurniawan kepada Antara mengatakan sekrang ini open source lebih mengarah ke industri kreatif.

"Jadi tidak lagi sosialisasi, melainkan lebih pada implementasi yang dikembangkan di sekolah-sekolah," katanya.

Hampir setiap tahun, lanjut dia, open source mengalami pembaruan yang tentunya mempermudah setiap orang untuk mengakses. Pada awal 2009, Pemkot Surabaya sudah membuat program Soerya 9.8, pada 2010 Soerya 10.08, pada 2012 Soerya 12.06, pada 2013 hingga saat ini Soerya 13.07.

"Rencananya pada Hari Pahlawan 10 November mendatang akan dilounching Soerya 14.08," katanya.

Menurut dia, perbedaan open source 13.07 dengan 14.08 yang paling spesifik adalah 13.07 aplikasinya masi rumit. "Makanya untuk 14.08 akan lebih disimpelkan lagi dalam bentuk menu dan tampilannya. Lebih dipermudah orang melihatnya atau mengaksesnya," ujarnya.

Ia menjelaskan open source saat ini lebih implementasi pada implementasi industri keratif. Pada saat ulang tahun Surabaya Diskominfo menggelar lomba  membuat poster dan majalah animasi digital dengan menggunakan open source yang diikuti siswa SMP, SMA dan SMK.

Selain itu, lanjut dia, open source yang dipakai saat ini diberi fasilitas kusus berupa sofwer yang bisa digunakan teleconference. "Kalau sekolah yang mau instal, gurunya tidak perlu mengajar di laboratorium, melainkan bisa di ruangan guru dengan catatan, ada webcam di situ," katanya.

Adapun sekolah yang sudah menerapkan yakni SMK 5, SMK ketintang, SMK Rajasa, SMK 13 Siwalankerto dan lainnya. Kalau untuk SMA lebih condong diberi sofwernya, karena jarang yang memiliki laboratorium komputer.

"Beda dengan SMK ada laboratoriumnya, juga ada jurusan bidang animasi, multimedia, dan lainnya," katanya.

Namun demikian, lanjut dia, penerpaan kantor kelurahan masih terkendala minimnya SDM dan fasilitas komputer terbaru. "Komputernya di kelurahan tidak banyak. Kalau komputer baru yang mampu menerima sofwer kita jumlahnya tidak banyak. Dari empat sampai lima komputer yang kami instal, cuma satu atau dua yang bisa," katanya.

Sedangkan untuk SDM di kelurahan kurang maksimal karena banyak yang tua-tua atau menjelang masa pensiun. "Cara konvensional kadang-kadang masih dipakai. Tapi bertahap tetap akan dilakukan upaya perbaikan," ujarnya.(skd)