Palu (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan pembangunan hunian tetap korban bencana di Provinsi Sulawesi Tengah tahap B1 sebanyak 1.076 unit diupayakan rampung bertahap hingga akhir 2021.
"Hingga kini progres pembangunan hunian korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala tahap 1B sebanyak 1.076 unit telah mencapai 42 persen," kata Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Sulteng Rezki Agung yang dihubungi dari Palu, Selasa.
Dia memaparkan melalui proses pelelangan yang dilaksanakan oleh Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Provinsi Sulteng, telah ditunjuk PT Waskita Karya Tbk sebagai pelaksana penyediaan 1.076 huntap, di antaranya 98 unit Kota Palu, 330 unit di Kabupaten Sigi, dan 648 unit Donggala.
Pekerjaan fisik pembangunannya sedang berlangsung, serta lebih dari 3.300 unit sedang persiapan.
Kegiatan konstruksi tersebar di 14 lokasi kawasan, 10 lokasi di Kabupaten Donggala, kemudian tiga lokasi di Kabupaten Sigi dan satu lokasi di Kota Palu serta 46 kavling lahan milik masyarakat korban gempa dan likuefaksi Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan yang ikut program relokasi mandiri.
"Hingga akhir April 2021, progres pelaksanaan telah mencapai 42 persen. Diperkirakan pada akhir Mei ini dapat diselesaikan 300 unit, akhir Juni sebanyak 700 unit huntap dan pertengahan Desember nanti seluruh pekerjaan sudah bisa dimanfaatkan," ungkap Agung.
Dia mengemukakan pembangunan tahap A1 oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR telah membangun 630 unit huntap yang berlokasi di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu sebanyak 230 unit dan Desa Pombewe, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi 400 unit dan sebagian telah dihuni.
Dikemukakannya, pada kegiatan fisik hunian, pemerintah selalu mempertimbangkan kualitas konstruksi sebagai rumah tahan gempa yang telah melalui uji teknis konstruksi dilakukan Kementerian PUPR yakni konsep Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha).
"Dari kegiatan pembangunan hunian tidak hanya sekedar menyediakan rumah bagi warga terdampak bencana, tetapi juga memikirkan ada dampak perputaran ekonomi yang tidak lain untuk kesejahteraan masyarakat setempat, salah satunya pelibatan dalam aspek pembangunan dengan tetap memperhatikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)," demikian Agung.