DPRD Sulteng temui pimpinan ponpes bahas Raperda pesantren

id perda pesantren,sulawesi tengah

DPRD Sulteng  temui pimpinan ponpes bahas Raperda pesantren

Pansus III DPRD Sulawesi Tengah menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan pondok pesantren di Sulteng, Selasa (12/10/2021). ANTARA/HO- Humas DPRD Sulteng)

Kota Palu (ANTARA) - Panitia Khusus (Pansus) III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan pondok pesantren setempat, Selasa, untuk menyempurnakan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pesantren.

“Pertemuannya berlangsung virtual tapi ada juga yang hadir langsung karena kita memang ingin mendengar masukan-masukan dari pimpinan pondok-pondok pesantren yang ada,” kata Ketua Pansus III DPRD Sulawesi Tengah Aminullah B.K.

Ia mengatakan pertemuan itu dilakukan agar pihak pondok pesantren dapat memberikan masukan, terkait dengan apa yang harus ditambahkan serta poin apa saja yang harus kembali dibahas, sebelum perda masuk dalam tahap penetapan.

“Karenanya dalam pertemuan ini kiranya bisa memberikan masukan, apa saja yang masih kurang, sebelum nantinya ditetapkan menjadi perda,” ungkapnya.

Pihak DPRD Sulteng juga telah berkonsultasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta untuk meminta petunjuk mengenai hal-hal yang mesti dilakukan agar raperda tersebut dapat memberikan nilai manfaat guna memberdayakan pesantren di Sulawesi Tengah.

Wakil Ketua Pansus, Wiwik Jumatul Rofi’ah, mengharapkan raperda tentang pesantren yang menjadi inisiatif DPRD Sulteng bisa memberikan kontribusi yang besar terhadap keberadaan pesantren di Sulteng.

“Sebab harus kita akui, pesantren-pesantren yang ada saat ini juga sudah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kemajuan pendidikan di daerah ini,” kata dia. 

Ia mengatakan fungsi pesantren tidak hanya dalam hal pendidikan melainkan ada bidang-bidang lain yang digeluti, termasuk UMKM.

Akan tetapi, katanya, fungsi pesantren tidak akan bisa berjalan tanpa ada pendanaan. Hal itulah yang perlu menjadi perhatian pemda.

Dengan adanya raperda itu, katanya, akan didorong bantuan dari pemerintah untuk pesantren tidak lagi berupa dana hibah, melainkan budget formal dalam APBD.

Ia menambahkan jika ke depan bentuknya masih berupa dana hibah, namun dengan adanya perda yang dimaksud, maka bisa menjadi penguatan untuk memperjuangkan masuk dalam budget formal APBD.

“Kita akan perjuangkan terus agar tidak sekadar dalam bentuk dana hibah,” katanya.

Ia menjelaskan jika dana bantuan tersebut bisa dimasukkan dalam budget formal, maka bisa memberikan ruang gerak lebih luas kepada pesantren, sedangkan Sulteng menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang ingin membuat ataupun sudah memiliki perda tentang pesantren.

Hingga saat ini, dua provinsi di Indonesia memiliki perda tentang pondok pesantren, yakni Sumatera Barat dan Jawa Barat.

Salah satu perwakilan dari pesantren setempat, Nurhayati, menyampaikan beberapa masukan kepada pansus untuk ditambahkan ke raperda tersebut sebelum ditetapkan menjadi perda.

Ia menyarankan pansus menambahkan dasar hukum pembentukan perda tersebut, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Agama Tahun 2014 tentang Pendidikan Agama Islam dan beberapa regulasi lainnya.

“Saya harap dua peraturan itu dapat dimuat dalam raperda ini nantinya karena akan bermanfaat nantinya,” katanya.