JAKARTA (ANTARA) - Pemerintah melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) terbaru mengenai pembelajaran tatap muka 100 persen pada masa pandemi COVID-19.
Pada penyesuaian keenam tersebut, penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM) dilaksanakan berdasarkan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang ditetapkan pemerintah pusat dan capaian vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), serta warga lanjut usia.
"Penetapan level PPKM masih diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri yang disesuaikan berkala," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Suharti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Bagi satuan pendidikan yang berada pada PPKM Level 1 dan Level 2 dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen, diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan jam pembelajaran (JP) sesuai kurikulum. Bagi yang capaian vaksinasi PTK di bawah 80 persen dan lansia di bawah 60 persen juga diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan durasi pembelajaran paling sedikit enam JP.
Bagi satuan pendidikan yang berada di wilayah PPKM Level 3 dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen, diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan JP sesuai kurikulum, sedangkan yang capaian vaksinasi PTK di bawah 80 persen dan lansia di bawah 60 persen diwajibkan menyelenggarakan PTM 50 persen setiap hari secara bergantian dengan moda pembelajaran campuran maksimal enam JP.
Untuk satuan pendidikan pada wilayah PPKM Level 4, dengan vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia lebih dari 60 persen diwajibkan menyelenggarakan PTM 50 persen setiap hari secara bergantian dengan moda pembelajaran campuran maksimal enam JP.
"Sementara yang vaksinasi PTK-nya di bawah 80 persen dan vaksinasi lansianya di bawah 60 persen masih diwajibkan untuk melaksanakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh)," katanya.
Satuan pendidikan yang berada pada daerah khusus, berdasarkan kondisi geografis terpencil, sesuai dengan Kepmendikbudristek Nomor 160/P/2021, juga dapat menyelenggarakan PTM secara penuh dengan kapasitas peserta didik 100 persen.
Suharti mengatakan penyesuaian aturan telah melalui pembahasan lintas sektor dengan mempertimbangkan hasil penilaian situasi pandemi COVID-19 terkini dan melibatkan para pakar pendidikan dan epidemiolog.
"SKB empat menteri yang terbaru menjadi acuan untuk pemerintah daerah dalam pelaksanaan PTM. Pemerintah daerah tidak diperkenankan menambahkan pengaturan atau persyaratan lain," kata dia.
Beberapa perubahan aktivitas dalam PTM, di antaranya dapat kembali dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga dengan ketentuan aktivitas dilakukan di luar ruangan/ruang terbuka.
Selain itu, kantin kembali dibuka dengan kapasitas pengunjung maksimal 75 persen untuk PPKM Level 1, 2, dan 3, serta 50 persen bagi satuan pendidikan di PPKM Level 4. Pengelolaan kantin dilaksanakan sesuai dengan kriteria kantin sehat dan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Karena tidak semua anak bisa membawa bekal dari rumah, maka kita berikan izin agar kantin sekolah dapat kembali beroperasi dengan penerapan protokol kesehatan," kata dia.
Ia juga menjelaskan tentang aktivitas penjual makanan di luar pagar sekolah yang wajib berkoordinasi terlebih dahulu dengan Satgas Penanganan COVID-19.
"Untuk pedagang makanan di luar pagar wajib dikoordinasikan dengan Satgas Penanganan COVID-19 setempat dan diperbolehkan berdagang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat sesuai dengan pengaturan PPKM. Pastikan anak-anak kita mengonsumsi makanan yang bergizi dan dimasak dengan baik," kata dia.
Orang tua/wali peserta didik masih dapat memilih untuk anaknya yang dapat mengikuti PTM atau PJJ hingga tahun ajaran 2021/2022 berakhir.
"Bagi orang tua/wali yang masih memilih PJJ perlu melampirkan surat keterangan kesehatan anaknya dari dokter," ujar dia.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan, katanya, wajib melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pembelajaran dan melakukan surveilans epidemiologis.
Pelanggaran protokol kesehatan saat PTM dapat diberikan sanksi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau kantor wilayah Kementerian Agama provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
"Apabila ditemukan kasus positif terkonfirmasi lebih dari lima persen dan terjadi klaster penularan, maka PTM dapat dihentikan sementara sekurang-kurangnya 10x24 jam," kata Suharti.
Namun, apabila setelah dilakukan surveilans dan ditetapkan bukan merupakan klaster penularan dan angka terkonfirmasi positif di bawah lima persen, PTM terbatas hanya dihentikan pada kelompok belajar yang terdapat kasus konfirmasi dan/atau kontak erat COVID-19 selama 5x24 jam.
Apabila hasil surveilans perilaku di satuan pendidikan di bawah 80 persen, kata dia, perlu dilakukan asesmen ulang kesiapan daftar periksa dan penerapan protokol kesehatan.