Makassar (ANTARA) - Seorang remaja tanggung duduk di salah satu sudut kelas SMP Muhammadiyah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Ia tengah menyusun pilah demi pilah kayu tipis menjadi sebuah.miniatur rumah panggung ala Bugis..
Siapa sangka, miniatur rumah yang dibuat siswa SMP Muhammadiyah bernama Yusuf ini berhasil menjuarai lomba miniatur se-Kabupaten Pinrang pada 2003.
Prestasi yang pertama kali diraih anak kelima dari 6 bersaudara ini, telah memupuk kepercayaan dirinya di tengah teman-teman sekolahnya.
Pasalnya, Yusuf tak pernah merasa menonjol di mata pelajaran ilmu pengetahuan atau sains, bahkan merasa paling bodoh di kelas. Hanya mata pada pelajaran seni, Yusuf mendapatkan dunianya.
"Saya suka menggambar, melukis, membuat rumah-rumah dari kertas karton atau kayu. Kalau pelajaran lainnya saya tidak menguasai," ujar Yusuf, menceritakan kisahnya mengawali dunia seni, kepada ANTARA.
Meski sudah mulai kelihatan bakat seni yang dimiliki Yusuf, namun ibunya memasukkan ia ke sekolah setara SMA berbasis pendidikan agama untuk melanjutkan pendidikan sebelumnya, yakni ke Pesantren MTSS DDI Lerang-Lerang, Kabupaten Pinrang.
Di pondok ini Yusuf belajar pendidikan Agama Islam, termasuk mengaji dengan bacaan tartil dan tata cara shalat sesuai tuntunan Agama Islam.
Meski diakui cukup berat untuk menjalani pendidikan berbasis agama, namun Yusuf dapat menyelesaikan pendidikan pada 2008.
Karena latar belakang keluarga yang kurang mampu dengan posisi ibu yang berstatus orang tua tunggal setelah sang ayah meninggal dunia ketika Yusuf masih duduk di bangku SD kelas tiga, membuat Yusuf memutuskan untuk bekerja setelah tamat dari Ponpes DDI Lerang-Lerang, Pinrang.
Mulai sejak itu, Yusuf bekerja dari tukang jahit satu ke tukang jahit lainnya, dari pagi hingga tembus pagi lagi. Padahal, saat masih duduk di bangku SMP dan setingkat SMA, ia hanya memandang mesin jahit ibunya tanpa ada rasa tertarik untuk belajar menjahit.
Dia bercerita bahwa ibunya memang memiliki mesin jahit, tetapi bukan bekerja sebagai penjahit yang rutin menerima pesanan. Mesin jahit ibunya hanya sekadar digunakan menjahit baju atau sarung yang sobek.
Berangkat dari belajar dari sekolah modern, ia kemudian mendapat pesanan dari model yang ikut lomba Putra-Putri Sutera pada 2012 di Makassar dan ternyata hasil karyanya menyabet juara I.
Prestasi tersebut membuat Yusuf lebih semangat lagi untuk menghasilkan karya busana terbaik, yang awalnya diilhami dari karya desainer ternama dan menjadi idolanya, yakni Anne Avantie.
Seiring waktu, Yusuf kemudian berprinsip untuk mengejar impiannya di bidang fesyen dengan prinsip boleh terinspirasi dari seorang desainer, tetapi hasil karya harus "dijauhkan" dari karya orang lain alias tidak boleh meniru, apalagi plagiat.
Prinsip hidup itulah yang menempa ia membuahkan karya-karya spektakuler yang berbeda dengan karya desainer lainnya.
Dusun miskin
Yusuf lahir di Ujung Pandang (Makasssar) pada 23 Agustus 1990, tetapi masa kecil hingga remaja dihabiskan di Dusun Ammani, Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulsel.
Ammani yang terletak sekitar 20 kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Pinrang, dikenal sebagai dusun miskin dan tertinggal, dengan mayoritas penduduknya sebagai buruh tani dan nelayan tradisional.
Akibatnya, sebagian besar penduduknya hanya tamat SD atau sederajat, yakni 1.136 orang atau 42,80 persen dari total jumlah usia sekolah 2.653 orang.
Menyusul yang tidak atau belum bersekolah sebanyak 444 orang (16,73 persen) berdasarkan data Statistik Desa Mattiro Tasi, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulsel pada 2018.
Kondisi ini juga tergambar pada jenjang pendidikan terakhir dari Yusuf bersaudara. Dari enam bersaudara, hanya Yusuf yang tamat pendidikan SMA, sedang kakaknya hanya tamat sekolah dasar dan ada juga yang tamat SMP.
Yusuf bersama kelima saudaranya yang sudah berstatus yatim ketika itu, hidup dari jerih payah seorang ibu yang membesarkan keenam anaknya dari hasil berjualan aneka kebutuhan rumah tangga dari sebuah kedai kecil. Bahkan, tak jarang dari hasil berjualan yang tersisa dibawa ke pantai untuk dijajakan pada pengunjung di kawasan wisata Pantai Harapan Ammani.
Sebelum pantai menjadi salah satu tujuan wisata di Kabupaten Pinrang ini, warga Ammani sangat tertinggal dan masuk kategori prasejahtera.
Melihat kondisi tersebut Yusuf tidak tinggal diam, merantau ke Kota Makassar menjadi pilihan untuk mengubah nasib.
Tentu saja itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Lelaki yang sedikit phobia dengan ketinggian ini, harus jatuh bangun mengejar impiannya setelah kandas menjadi seorang pelukis, seperti yang dicita-citakan sejak masa kecil.
Ikut belajar dan bekerja di rumah jahit, diawali ketika ia merantau di Makassar, namun di sela-sela waktu juga ikut belajar di modern school yang juga mengajarkan merancang busana atau gaun.
Dengan bakat seni yang dimiliki sejak di bangku sekolah, ia pun mulai belajar membuat pola pakaian dan merancang gaun, baik sesuai pesanan pelanggan maupun untuk koleksi pribadi.
Hasil karya Yusuf yang tidak terlepas dari timnya ini, sementara dalam pengurusan hak cipta sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Go internasional
Setelah gaun Sutera yang dihasilkan pada 2012 menjuarai lomba Putra-Putri Sutera di Makassar, karya spektakuler dari Yusuf juga mewarnai panggung Putri Indonesia pada 2022.
Finalis Puteri Indonesia 2022 dari Banten 2, Shinta Yuliasmi ketika itu meraih predikat The Best Evening Gown I, mengenakan gaun karya desainer muda asal Sulsel.
Gaun dengan kain tradisional Badui ini mengusung tema "The Kanuragan Fire", sepenuhnya dikerjakan dengan menggunakan tangan, dengan teknik Tambour Embroydery.
Untuk menguatkan tema Nusantara pada ajang Putri Indonesia 2022, di.belahan punggung gaun tersebut terdapat ribuan peyet Crystal dan Swarovski berwarna merah membentuk pulau-pulau dari Sabang hingga Merauke.
Baik dewan juri maupun penonton yang hadir ketika itu, semuanya memandang takjub pada karya apik Yusuf.
Sebelumnya, pada ajang serupa 2018, finalis Putri Indonesia asal Sulbar, Hura Gumairah juga mengenakan gaun karya Yusuf yang mengangkat tema "Banua Layu" atau rumah tongkonan masyarakat Mamasa, Sulbar.
Sedang pada 2019, kembali karya putra asal Kabupaten Pinrang ini meraih juara 1 kategori the Best Evening Gown 1 dengan tema Terumbu Karang dan modelnya finalis Putri Indonesia 2019, Wa Ode Nadine Amelia asal Sulawesi Tenggara.
Bahkan, pada 2020 Yusuf mendapat kepercayaan dari desainer ternama Ivan Gunawan untuk membuat gaun bernuansa glamor kuning emas, setelah melihat hasil karya Yusuf di media sosial, Instagram Yusuf_Isvania dan juga di ajang lomba Putri Indonesia dari tahun ke tahun.
Pada pemilihan Putri Indonesia 2023, peserta asal Sulsel Titakamila juga menggunakan hasil karya Yusuf bernuansa kuning emas dan juga gaun malam bertema "The Ma'nene from Toraya" yang diangkat dari tradisi masyarakat Tana Toraja.
Tak sampai di tingkat nasional saja, kabar tentang buah karya seni yang dipadukan dengan kepiawaian membuat gaun ini, sampai ke telinga model ternama Australia, Amber Luke. Luke lalu datang khusus ke Kota Makassar untuk memesan gaun di Butik Yusuf Isvania di Makassar.
Tentu ini adalah suatu prestise tersendiri bagi Yusuf, namun tidak membuat ia cepat merasa puas dan berbangga diri.
Bagi Yusuf, masih harus terus menciptakan karya terbaik, hingga akhirnya impian tertingginya terwujud, yakni rancangan gaunnya dipakai artis Hollywood di "red carpet".