Pengamat: Capres harus cerdas memanfaatkan persaingan negara besar
Jakarta (ANTARA) - Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran Widya Setiabudi Sumadinata mengatakan bahwa para calon presiden harus cerdas memanfaatkan persaingan negara-negara besar demi kepentingan Indonesia.
"Bahkan harus cerdas untuk memanfaatkan persaingan negara-negara besar untuk dibuat ke arah yang akan menguntungkan Indonesia, baik secara ekonomi dan politik," kata Widya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Selain itu, ia mengatakan bahwa para capres ke depannya harus bisa keluar dari tekanan dan dikte dari negara-negara super power atau adikuasa.
"Untuk mendapatkan hal ini (keluar dari tekanan dan memanfaatkan persaingan), RI juga harus punya kapabilitas yang dapat menjadi instrumen deterrence (pencegahan)," katanya.
Ia menjelaskan bahwa kapabilitas tersebut dapat dilihat melalui strategi dan kebijakan yang akan diimplementasikan para capres.
"Kita harus lihat bagaimana strategi dan policy (kebijakan) capres untuk membuat Indonesia lebih berwibawa dan disegani di forum global. Bagaimana memenangkan persaingan dagang? Bagaimana tidak didikte di forum-forum global seperti WTO (World Trade Organization), dan lain-lain? Bagaimana bisa mencegah konflik meluas di kawasan Asia Tenggara dan kawasan-kawasan lainnya? Terakhir, bagaimana pandangan visioner mereka tentang Indo-Pasifik?" ujarnya.
Ia mengingatkan para capres untuk harus paham betul tentang prinsip kebijakan luar negeri yang "Bebas Aktif".
"Tetapi lebih dari itu, implementasi taktisnya dan strateginya harus sesuai kebutuhan dan konteks kekinian," kata dia mengingatkan.
Sementara itu, ia juga mengingatkan bahwa debat ketiga yang akan mempertemukan antarcapres memiliki tema yang sangat penting, yakni pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik.
"Dalam konteks keamanan dan pertahanan, konflik di Timur Tengah, dan Eropa Timur akan tetap menjadi isu penting. Dan ini diperkirakan akan merembet ke kawasan lain termasuk Asia Tenggara, di mana juga ada potensi instabilitas di LCS (Laut China Selatan)," katanya.
"Secara geopolitik, capres harus punya visi yang tepat, respons yang efektif, cepat dan tepat. Oleh karena itu, tema ini sangat penting untuk dijadikan sarana untuk mengetahui capres mana yang paling bagus, visi, pengetahuan, dan kemampuan diplomasinya," kata Widya menambahkan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tiga pasang capres-cawapres peserta Pilpres 2024 pada Senin, 13 Desember 2023.
Hasil pengundian nomor urut sehari berselang menetapkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md nomor urut 3.
KPU RI telah mengadakan debat pertama antarcapres di Kantor KPU RI, Jakarta, pada Selasa (12/12). Tema debat pertama adalah pemerintahan, hukum, hak asasi manusia (HAM), pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Selepas debat pertama, KPU menggelar debat kedua yang melibatkan tiga cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12).
Tema debat kedua meliputi ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan.
"Bahkan harus cerdas untuk memanfaatkan persaingan negara-negara besar untuk dibuat ke arah yang akan menguntungkan Indonesia, baik secara ekonomi dan politik," kata Widya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Selain itu, ia mengatakan bahwa para capres ke depannya harus bisa keluar dari tekanan dan dikte dari negara-negara super power atau adikuasa.
"Untuk mendapatkan hal ini (keluar dari tekanan dan memanfaatkan persaingan), RI juga harus punya kapabilitas yang dapat menjadi instrumen deterrence (pencegahan)," katanya.
Ia menjelaskan bahwa kapabilitas tersebut dapat dilihat melalui strategi dan kebijakan yang akan diimplementasikan para capres.
"Kita harus lihat bagaimana strategi dan policy (kebijakan) capres untuk membuat Indonesia lebih berwibawa dan disegani di forum global. Bagaimana memenangkan persaingan dagang? Bagaimana tidak didikte di forum-forum global seperti WTO (World Trade Organization), dan lain-lain? Bagaimana bisa mencegah konflik meluas di kawasan Asia Tenggara dan kawasan-kawasan lainnya? Terakhir, bagaimana pandangan visioner mereka tentang Indo-Pasifik?" ujarnya.
Ia mengingatkan para capres untuk harus paham betul tentang prinsip kebijakan luar negeri yang "Bebas Aktif".
"Tetapi lebih dari itu, implementasi taktisnya dan strateginya harus sesuai kebutuhan dan konteks kekinian," kata dia mengingatkan.
Sementara itu, ia juga mengingatkan bahwa debat ketiga yang akan mempertemukan antarcapres memiliki tema yang sangat penting, yakni pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik.
"Dalam konteks keamanan dan pertahanan, konflik di Timur Tengah, dan Eropa Timur akan tetap menjadi isu penting. Dan ini diperkirakan akan merembet ke kawasan lain termasuk Asia Tenggara, di mana juga ada potensi instabilitas di LCS (Laut China Selatan)," katanya.
"Secara geopolitik, capres harus punya visi yang tepat, respons yang efektif, cepat dan tepat. Oleh karena itu, tema ini sangat penting untuk dijadikan sarana untuk mengetahui capres mana yang paling bagus, visi, pengetahuan, dan kemampuan diplomasinya," kata Widya menambahkan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tiga pasang capres-cawapres peserta Pilpres 2024 pada Senin, 13 Desember 2023.
Hasil pengundian nomor urut sehari berselang menetapkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md nomor urut 3.
KPU RI telah mengadakan debat pertama antarcapres di Kantor KPU RI, Jakarta, pada Selasa (12/12). Tema debat pertama adalah pemerintahan, hukum, hak asasi manusia (HAM), pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Selepas debat pertama, KPU menggelar debat kedua yang melibatkan tiga cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12).
Tema debat kedua meliputi ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan.