Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) bisa menjadi tulang punggung Indonesia dalam ikhtiar transisi energi menuju emisi nol bersih (NZE) mengingat memiliki andil besar dalam menekan emisi, terutama di sektor ketenagalistrikan.
Sampai saat ini mayoritas pembangkit listrik di Tanah Air masih sangat bergantung pada energi fosil, khususnya batu bara. Berdasarkan data Energy Institute, persentase penggunaan batu bara untuk energi primer di Indonesia mencapai 45 persen. Karena itu, PLN memegang peranan strategis untuk bisa mendorong transisi ke arah energi baru dan terbarukan (EBT).
"Sebagai upaya mendukung upaya transisi energi, perseroan sedang merevisi rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL)," kata Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Saat berbicara dalam Indonesian Data Economic and Conference (IDE) Katadata 2024, dia mengatakan dalam RUPTL 2021-2030, rencana pengembangan pembangkit listrik mencapai 40,6 giga watt (GW). Dari jumlah tersebut, sebanyak 20,9 GW atau 52 persen berasal dari EBT dan RUPTL tersebut diyakini menjadi yang paling hijau sepanjang sejarah Indonesia.
PLN juga menyusun perencanaan baru yang akan berlaku sampai dengan 2040. PLN membidik penambahan porsi pembangkit listrik EBT mencapai 60 gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, sebanyak 75 persen di antaranya merupakan pembangkit EBT, seperti air, surya, dan panas bumi. Sisanya 25 persen akan berasal dari gas.
Sebagai langkah mengurangi pemakaian fosil, PLN menghapus dari perencanaan ihwal pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebesar 13,3 GW.
“Kami berkomitmen tidak lagi membangun PLTU baru, kecuali yang sedang berjalan,” kata Evy seraya menambahkan bahwa perusahaan membidik pengurangan emisi CO2 dari berbagai upaya transisi energi tersebut mencapai 3,7 miliar ton.
Dia menambahkan, PLN juga membuka peluang kerja sama dalam ikhtiar transisi energi. Misalnya saja kolaborasi melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP), yang merupakan inisiatif pendanaan transisi energi senilai US$20 miliar. Sebelumnya, PLN menyebut telah mengidentifikasi 522 proyek energi hijau yang potensial dibiayai JETP, dengan kapasitas 15,1 GW sampai 2030.
Selain itu, PLN berkolaborasi juga dengan institusi finansial, lembaga energi, maupun penyedia teknologi untuk keperluan transisi energi. Misalnya saja, PLN tengah mengincar kolaborasi dengan sejumlah entitas untuk penerapan teknologi carbon capture storage (CCS) maupun co-firing ammonia untuk PLTU, serta co-firing hidrogen untuk gas.
Ikhtiar PLN lainnya adalah mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Evy menjelaskan, perseroan telah membangun 622 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di berbagai daerah.
“Dari sisi EV, kami diminta menjadi lead terutama terkait dengan standarisasi ev charging dan juga pembangunan ekosistem dari EV,” katanya.
Di atas itu semua, PLN percaya bahwa ikhtiar transisi energi mesti memperhatikan trilemma energy, yakni ketahanan dan keamanan energi, keterjangkauan, dan keberlanjutan.
Berita Terkait
Pemprov Sulteng: PRK langkah strategis capai pembangunan berkelanjutan
Rabu, 4 Desember 2024 12:41 Wib
Listrik, energi bersih, dan upaya menuju nol emisi di Bumi Pertiwi
Kamis, 31 Oktober 2024 9:46 Wib
Menteri LHK: Net zero emission dapat dicapai lebih awal sekitar 2057
Kamis, 3 Oktober 2024 14:28 Wib
BI dan Kemenko Marves luncurkan aplikasi Kalkulator Hijau
Rabu, 2 Oktober 2024 12:14 Wib
Pemprov-Sulteng terima 2,8 juta dolar AS untuk REDD+
Rabu, 25 September 2024 18:57 Wib
Menteri LHK luruskan pengertian isu karbon, soroti jasa turunkan emisi
Sabtu, 21 September 2024 14:48 Wib
Tekan emisi, PLN IP manfaatkan beragam biomassa di PLTU Jeranjang
Jumat, 6 September 2024 9:11 Wib
Kualias udara Jakarta masih tak sehat pada Selasa pagi
Selasa, 20 Agustus 2024 9:19 Wib