Surabaya (antarasulteng.com) - Seorang peserta dalam acara bertajuk "A Tribute to Martin Luther
King dan Gus Dur: Warisan Pluralisme, Keanekaragaman dan Demokrasi"
yang digelar Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Selasa,
(22/1) mengaku ingin keluar dari agama.
"Rasanya, saya ingin keluar dari agama, karena agama sudah tidak
lagi membuat orang menjadi sejuk, banyak orang beragama yang suka
konflik, banyak orang dengan pakaian agama justru melakukan kekerasan,
bahkan membunuh saudara sendiri. Jadi buat apa beragama," ucap peserta
itu.
Menjawab hal itu, budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menjelaskan
agama itu bukan institusi, karena itu orang masuk ke dalam agama atau
keluar dari agama itu bukan persoalan. "Agama itu bukan institusi, kalau
anda mengaku beragama tapi suka kekerasan itu bukan beragama,"
tuturnya.
Sahabat dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa
Gus Dur (almarhum) itu menyebut Gus Dur sebagai orang beragama, dan
orang beragama yang suka kekerasan itu atheis (bukan orang beragama).
"Islam itu bukan sekadar shalat, puasa, zakat, haji, atau syariah,
tapi Islam adalah jujur kepada manusia, Islam adalah cinta kepada
manusia, Islam adalah keindahan, jadi kalau anda mengaku Islam tapi
tidak indah atau suka kekerasan, maka anda belum tentu Islam," paparnya.
Bahkan, suami artis Novia Kolopaking itu menilai rukun Islam
(shalat, puasa, zakat, haji, dan syariah lainnya) itu hanya 3,5 persen
dari ajaran, sedangkan 96,5 persen dari ajaran Islam yang sesungguhnya
adalah keindahan, penghormatan kepada sesama, jujur, adil, bersih,
bersatu, dan seterusnya.
"Jadi, kalau Gus Dur itu garang kepada ICMI dan sesama Islam, tapi
Gus Dur sangat hormat kepada non-Islam, maka hal itu bukan berarti Gus
Dur tidak beragama. Target Gus Dur bukan sekadar menghormati non-Islam
itu, tapi Gus Dur ingin menegakkan keadilan, kesetaraan, persaudaraan,
kejujuran, keindahan, dan sejenisnya. Itulah ajaran Islam yang
sesungguhnya," tuturnya.
Pemimpin kelompok musik religi "Kiai Kanjeng" itu menilai Gus Dur
justru melakukan "diskriminasi hasanah" (diskriminasi yang baik).
"Baginya, Islam tidak perlu dibela, karena jalurnya sudah tepat, tapi
non-Islam justru harus tahu Islam itu bagaimana," tukasnya, tersenyum.
Pandangan Cak Nun itu tidak jauh berbeda dengan pandangan Dubes AS
untuk Indonesia Scot Marciel yang juga hadir dalam acara mengenang Gus
Dur dan Martin Luther King Jr itu. "Gus Dur dan Martin Luther King Jr
itu, berbeda tapi keduanya memiliki kesamaan sebagai tokoh agama dan
pejuang HAM di negaranya," timpalnya.
Bahkan, ia menilai tokoh HAM Gus Dur telah mendorong Indonesia
menjadi lebih baik, seperti halnya tokoh HAM Martin Luther King Jr
mendorong AS menjadi lebih baik.
"Beliau ikut memperjuangkan kesetaraan hak itu, tapi caranya dengan
damai," paparnya dalam acara yang juga dihadiri putri pertama Gus Dur,
Alissa Wahid. (E011)
Berita Terkait
Ainun Najib: SPBE kunci percepat kemajuan bangsa
Selasa, 7 November 2023 11:52 Wib
Cerita sosok Ainun Najib yang gemar membaca dan selalu tirakat
Jumat, 4 Februari 2022 21:23 Wib
Kemendikbud bahas kemungkinan sekolah di zona nonhijau akan kembali dibuka
Selasa, 28 Juli 2020 14:35 Wib
Pembiayaan pembangunan Rumah Sakit Ainun Habibie siap dilelang
Selasa, 10 Maret 2020 10:27 Wib
Mendalami pemikiran Ainun dalam film "Habibie & Ainun 3"
Kamis, 19 Desember 2019 18:03 Wib
RS Ainun Habibie sudah mulai layani operasi ortopedi
Selasa, 5 November 2019 19:02 Wib
Gubernur Rusli: Gorontalo butuh dukungan masyarakat bangun RS Ainun
Minggu, 13 Oktober 2019 17:54 Wib
Cak Nun: Indonesia butuh sosok pemimpin beraura pawang
Rabu, 3 April 2019 15:25 Wib