Empat daerah di Sulteng mengalami peralihan musim

id BMKG,Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Palu,Hujan,Kemarau,Kekeringan

Empat daerah di Sulteng mengalami peralihan musim

Koordinator Analisa dan Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri Palu, Affan Nugraha Diharsya S.SI, di Palu, Senin. (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Peralihan cuaca ini mengakibtkan tidak menentunya stabilitas kondisi cuaca, yang salah satu dampaknya yaitu terjadinya tingkat kekeringan yang tinggi, serta curah hujan yang lebat terjadi dalam durasi yang singkat
Palu (ANTARA) - Terdapat empat daerah di Sulawesi Tengah yaitu Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong  mengalami peralihan musim, dari musim kemarau ke musim hujan terhitung mulai Agustus - Oktober 2019.

"Peralihan cuaca ini mengakibtkan tidak menentunya stabilitas kondisi cuaca, yang salah satu dampaknya yaitu terjadinya tingkat kekeringan yang tinggi, serta curah hujan yang lebat terjadi dalam durasi yang singkat," ucap Koordinator Analisa dan Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri Palu, Affan Nugraha Diharsya, di Palu, Senin.

Pernyataan Affan berkaitan dengan potensi kemarau dan hujan yang terjadi di empat daerah tersebut.

Ia menjelaskan, secara umum Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Musim kemarau berlangsung selama enam bulan, terhitung mulai Mei - Oktober. Sementara musim hujan, berlangsung mulai November - April.

Namun, di antara dua musim tersebut, terdapat dua masa peralihan. Dua masa peralihan itu berlangsung selama tiga bulan, yaitu Agustus-Oktober, baik peralihan kemarau ke hujan atau hujan ke kemarau.

"Ada tipe peralihan dari setiap musim yang sangat berbeda di setiap daerah. Pada  bulan Agustus ini, kita masuk peralihan kemarau ke hujan. Dimasa peralihan ini cuaca bisa berubah dengan cepat, hujan bisa terjadi secara tiba tiba, atau bisa juga terjadi kekeringan beberapa waktu lalu kemudian hujan," katanya.

Secara nasional, di bulan Agustus kita mengalami curah hujan berkurang. Atau penurunan curah hujan. Dengan suhu muka laut terpantau dingin, angka anomali mulai -0,25 sampai -3.

"Nilai mines ini, diperkirakan bertahan sampai bulan Oktober. Jadi, kondisi yang agak kering ini akan bertahan sampai Oktober. Lalu, di bulan yang sama di perkirakan akan terjadi hujan. Saat ini masih kering," sebut Affan.

Walaupun demikian, ia mengemukakan, musim kemarau dari Mei sampai Oktober, masih dalam kategori biasa, atau dalam kategori normal. Akan tetapi, kondisi normal itu, terasa lebih panas untuk empat wilayah tersebut.

Hal itu dipengaruhi beberapa faktor yaitu tutupan awan sedikit, penyiranaran matahari berlangsung secara maksimum.

Untuk Kota Palu dan sekitarnya penyinaran matahari berlangsung kurang lebih 10 jam. Berbeda dengan beberapa wilayah di Indonesia yang hanya berlangsung delapan jam," kata dia.

Faktor selanjutnya ialah, perairan di Sulawesi Tengah dingin. Dinginnya perairan di wilayah Sulawesi Tengah menyebabkan sedikitnya pertumbuhan awan.

"Untuk Kota Palu kenapa terasa lebih terik, karena berada di cekungan, topografi dari Kota Palu yang berbentuk cekungan. menyebabkan panas matahari terpusat di Palu dan sekitarnya termasuk Donggala, Sigi dan Parigi Moutong," ujar dia.

Ia mengutarakan, panas yang terpusat di Palu dan sekitarnya, berdampak pada rendahnya kelembapan. Sehingga kondisi panas terasa lebih terik.

Kelembapan Kota Palu berkisar 30 - 40 persen pada siang hari. Di daerah lain 40 - 50 persen. Karena itu, suhu yang terpantau 33 - 37 derajat celcius, di siang hari.

"Panas dan tingkat kelembapan yang rendah, itu yang menyebabkan terjadinya kekeringan di beberapa wilayah," kata Affan.

Baca juga: Wali Kota minta warga bersihkan saluran air antisipasi musim hujan
Baca juga: BMKG ingatkan masyarakat Sulteng waspadai musim hujan