Upaya Pemkab Sigi keluar dari ancaman banjir dan longsor

id Banjir Sigi,Banjir Kulawi,Bencana Sigi,Waspada Banjir,sulawesi tengah

Upaya Pemkab Sigi keluar dari ancaman banjir dan longsor

Warga berada di rumahnya yang rusak akibat diterjang banjir bandang di Dusun Pangana, Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (13/12/2019). Banjir bandang yang terjadi pada, Kamis (12/12/2019) tersebut mengakibatkan dua orang warga tewas serta puluhan rumah warga terendam lumpur dan beberapa diantaranya rusak berat akibat tertimpa material batu dan kayu yang terbawa banjir. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Palu (ANTARA) - Kabupaten Sigi menjadi satu dari sekian banyak kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah yang paling sering tertimpa bencana banjir dan longsor yang bukan hanya air tetapi juga disertai material batu, kayu dan lumpur.

Akibatnya, permukiman warga dan sarana umum porak-poranda. Banjir dan longsor diduga kuat akibat penurunan kualitas lingkungan dan hutan serta daerah aliran sungai.

Karena itu, ada wilayah di Sigi yang tertimpa bencana yang sama secara berulang-ulang di tahun yang berbeda. Salah satunya Desa Bolapapu di Kecamatan Kulawi.

Tahun 2011 desa itu diterjang banjir bandang menewaskan enam orang warga. Tahun 2019, tepat pada Kamis (12/12) petang, bencana yang sama kembali menerjang. Kali ini korban jiwa dua orang dan 57 rumah rusak.

Dalam kurun waktu delapan tahun, terhitung sejak tahun 2011 hingga 2019, banjir bandang yang terjadi dua kali telah menewaskan delapan warga setempat.

"Kejadian ini tidak diduga oleh kita semua. Tapi sayangnya, kejadian ini adalah kejadian yang berulang," ucap Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola.

Gubernur meminta masyarakat agar menyadari bahwa bencana tersebut adalah bencana yang terulang kembali.



"Ini kejadian yang berulang. Jadi tolong bapak-bapak di Bolapapu, camkan betul kata-kata saya ini, ini kejadian yang berulang. Artinya, ke depan kejadian ini mungkin terjadi lagi, apakah kita mau menerima lagi kejadian itu atau kita harus hindari," katanya.

Selain Kulawi yang tinggi dengan risiko banjir bandang, Kecamatan Dolo Selatan dan Kecamatan Gumbasa juga menjadi wilayah yang sering dilanda banjir bandang.

Belum hilang duka karena gempa 28 September 2018, sebagian masyarakat di Kecamatan Gumbasa dan Dolo Selatan kembali berduka karena banjir bandang yang mengakibatkan sebagian besar permukiman, rumah ibadah dan sekolah, puskesmas, tertimbun lumpur dan sebagiannya terseret arus.

Kondisi itu diakui oleh Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta bahwa Sigi paling sering dilanda banjir bandang dan longsor, walaupun bencana yang sama juga menimpa beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah.

"Bencana serupa ini hampir terjadi di semua wilayah di Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Sigi. Kita yang paling banyak," kata Bupati.

Semua pihak tentu tidak menginginkan bencana tersebut terjadi secara berulang-ulang, lalu diikutkan dengan langkah reaksioner yaitu, akan dilakukan perbaikan, peningkatan kualitas lingkungan dan DAS bila bencana terjadi.

Bukan langkah reaksioner yang dibutuhkan, tetapi langkah visioner untuk mengeluarkan masyarakat Sigi dari ancaman bencana yang bisa terjadi di mana dan kapan saja.


Bangun kesadaran

Sebagai manusia yang memiliki akal sehat, diberikan kemampuan daya berfikir yang tinggi oleh Tuhan, semua pihak harus mengambil pelajaran untuk menata kehidupan lebih baik dengan membangun kesadaran pribadi/individual dan kelompok agar bisa bersama-sama bergandengan tangan menjaga kelestarian alam, hutan dan sungai.

Karena itu, Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta mengimbau masyarakat di semua kecamatan dan wilayah rentan bencana, termasuk di Kecamatan Kulawi untuk menjaga kelestarian lingkungan, alam dan hutan sebagai bentuk upaya mencegah terjadinya banjir dan longsor.

"Yang paling penting di sini, bagaimana masyarakat menjaga hutan. Ini yang paling utama," ucap Mohammad Irwan Lapatta.

Himbauan ini sejalan dengan pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Doni Monardo bahwa pemerintah tidak akan mampu bekerja sendiri, tanpa ada kesadaran kolektif atau kesadaran bersama untuk mencegah bencana.

"Saya terus terang saja, karena saya merasa perlu ada suatu kesadaran kolektif. Mengubah perilaku yang tadinya kurang peduli dengan ekosistem, dengan lingkungan, untuk mulai lebih serius memperhatikan hal-hal yang berhubungan lingkungan kita," kata Doni Monardo.

Walaupun, semua pihak bisa bekerjasama dalam membantu daerah bencana, namun ia menegaskan hal itu tidaklah cukup. Sebab, semua pihak tentu tidak menginginkan hal itu terjadi berulang-ulang atau setiap saat.

Karena itu, ia meminta kepada semua pihak dan kepada para korban untuk bersama-sama mencari akar masalah atau penyebab terjadinya bencana banjir bandang.

"Berdasarkan data-data yang kami peroleh, baik itu dari citra satelit, maupun pengakuan sejumlah pihak bahwa telah terjadi perubahan vegetasi di bagian hulu. Artinya, ada penebangan tanaman pohon 10 atau 20 tahun yang lalu," katanya.


Lestarikan hutan

Pemerintah lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendorong satu pendekatan mencegah terjadinya banjir dan longsor di Sigi secara khusus dan di Sulawesi Tengah secara umum dengan melestarikan lingkungan dan ekosistem.

BNPB memberikan dukungan dana senilai Rp2 miliar untuk mengadakan 1 juta bibit pohon. Bantuan itu diberikan kepada Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan selanjutnya dibagi kepada daerah rentan banjir dan longsor.

BNPB menghimbau agar daerah rawan bencana banjir dan longsor termasuk Sigi dan Sulawesi Tengah memperbanyak tanaman vetiver --rerumputan tinggi yang bisa digunakan sebagai pagar, menguatkan struktur tanah dan mencegah longsor.

"Untuk tahap pertama saya bisa mengirimkan beberapa dari program yang sedang saya laksanakan di daerah Jawa Barat kemari. Tetapi saya minta ada upaya dari semua komponen yang ada di daerah untuk memperbanyak tanaman ini," ujarnya.

Ia menguraikan, tanaman vetiver bisa ditanam di lereng-lereng yang kemiringannya lebih dari 30 - 40 derajat.

"Tanaman vetiver sudah diakui oleh banyak lembaga internasional, di negara kita ada tanaman ini. Maka penting untuk kita kembangkan," katanya.

Ia juga meminta kepada semua pihak, tokoh agama, adat dan masyarakat bersama-sama pemerintah untuk mencegah, melarang adanya penebangan pohon di bagian pegunungan atau bagian hulu.

Apabila masih ada penebangan atau pembalakan liar, atau tindakan yang membahayakan keselamatan masyarakat maka harus dicegah. "Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, ini menjadi kaidah global," ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Gubernur Sulteng yang meminta tokoh masyarakat Tokoh adat, khususnya di Kulawi yang diakui Gubernur sangat kuat dan kental dengan adat agar memperlakukan adat untuk menjaga, melestarikan lingkungan/hutan yang ada di Kulawi. "Tolonglah, adat diberlakukan untuk itu," kata Gubernur.

Hal itu agar masyarakat bersedia untuk patuh terhadap perintah, himbauan dan peringatan dari pemerintah. Gubernur Sulawesi Tengah menyampaikan belasungkawa atas bencana yang menimpa warga Bolapapu yang menimbulkan dua korban jiwa ayah dan anak.


Potensi Banjir

Koordinator Analisa dan Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu, Affan Nugraha Diharsya mengemukakan umumnya cuaca di Palu, Sigi dan Donggala pada waktu pagi hingga siang masih bersahabat atau cerah berawan. Namun, sore dan malam ada potensi hujan dengan intensitas sedang dan lebat untuk tiga daerah tersebut.

Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu menganalisis hujan yang terjadi disebabkan laut dalam kondisi dingin. Laut berkontribusi besar membentuk awan hujan yang menghasilkan hujan.

Stasiun Meteorologi Mutiara Sis Aljufri Palu memberikan gambaran bahwa jika terdeteksi berpotensi terjadi banjir di musim hujan tahun 2019, maka Stasiun Meteorologi memperkirakan banjir yang terjadi merupakan siklus pengulangan.

Siklus pengulangan, menurut Stasiun Meteorologi perlu diwaspadai, karena berpotensi merusak. Potensi terjadinya siklus pengulangan yaitu pada November atau Desember untuk daerah yang mengikuti pola iklim monsunal di Sulteng.

Daerah-daerah yang mengikuti pola iklim monsunal meliputi Donggala, Tolitoli, Buol, Morowali, Morowali Utara, Poso, dan Sigi, sedangkan Palu merupakan dampak dari monsunal atau pola iklim normal.

"Karena itu Stasiun Meteorologi menghimbau waspada terhadap siklus banjir tahunan di musim hujan tahun 2019, karena terindikasi ada potensi banjir lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya," katanya.

Tidak hanya hujan, Stasiun Meteorologi melaporkan bahwa tiga daerah terdampak hujan juga berpotensi menimbulkan angin kencang dan petir.*